NEWS
18 Tahun Diperlakukan Tak Adil, Keluarga Korban Bom Bali “Mesadu” ke Wayan Sudirta
Denpasar, JARRAKPOS.com – Keluarga dan para korban Bom Bali mendatangi dan “mesadu” (mengadu) ke Rumah Aspirasi Anggota Komisi III DPR RI No.A.233 dari Fraksi PDI Perjuangan, I Wayan Sudirta, SH yang beralamat di Jalan Diponogoro 114, Denpasar, Jumat (13/3/2020) sore. Kelima orang perwakilan dari 48 Keluarga Bom Bali ini, menemui langsung Wayan Sudirta, karena selama ini keluarga pelaku bom Bali malah mendapat perlakuan khusus, sedangkan keluarga dan korban bom Bali malah merasa diperlakukan tidak adil dan tidak diperhatikan oleh pemerintah. “Kita dari 48 keluarga dan korban yang berbaur dari bom Bali tahun 2002 dan 2005. Kita datang karena ingin meminta bantuan Pak Wayan (Sudirta, red),” ujar salah satu korban bom Bali yang juga Koordinator Yayasan Isana Dewata, Thiolina Marpaung.
Sebagai korban bom Bali mereka mendesak agar pemerintah jangan lupa korban terorisme di Bali yang sudah berlalu 18 tahun, namun bekasnya masih sangat dirasakan. “Pemerintah juga harus tahu sejauh mana kehidupan kita sampai saat ini. Seperti saya jadi korban dan kesehatan saya selama 18 tahun mata saya terasa pecah. Beda lagi korban lainnya kehidupannya sangat susah. Karena yang menjadi korban kepala keluarga dan janda bom Bali saat ini sangat susah,” beber Lina dihadapan Wayan Sudirta bersama Staf Ahli, Putu Wirata Dwikora dan Wayan Ariawan. Akibat perlakuan tidak adil ini, para keluarga dan korban bom Bali hanya bisa terus meminta bantuan pemerintah melalui LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), tapi sayangnya juga ketar-ketir akibat keterbatasan anggaran bantuan yang diberikan.
“Kita meminta ke walikota, sehingga korban bom Bali yang KTP Denpasar diberikan kartu BPJS. Tapi sekarang juga susah biaya pendidikan anak-anaknya. Namun seperti di Badung sudah diberikan kartu beasiswa sampai SMA,” terangnya, seraya menyampaikan aspirasi tersebut kepada Wayan Sudirta yang kebetulan berada di Bali, karena Undang-Undang No.5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang diundangkan saat ini sangat minim mengatur dan memperhatikan korban bom di masa lampau. “Setelah mengenal Pak Wayan Sudirta yang telah memberi support, agar Peraturan Pemerintah (PP Undang-Undang Terorisme, red) yang sedang dirancang bisa mendapatkan bantuan kompensasi yang lebih banyak dari pemerintah. Karena awal dari Undang-Undang Terorisme ini dari kejadian bom Bali 2020 dengan korban terorisme masa lampau,” tegasnya.
Selain itu, aspirasi kedua yang disampaikan, agar monumen Groun Zero Bom Bali juga diperhatikan kembali. “Karena kita sempat menyampaikan hal itu. Kita juga meminta agar dibantu komunikasikan hal itu kepada pemerintah Provinsi Bali,” beber Lina yang mengungkapkan Ground Zero ini bagian dari sejarah yang tidak bisa dihapus, sehingga seharusnya ada informasi yang bisa mengedukasi kepada masyarakat kenapa monumen ini ada di sana. Selain agar ada empati, sehingga jika ada yang mau melakukan kejahatan seperti itu lagi tidak akan dilakukan. “Kita harap agar monumen bersejarah ini dilengkapi dengan informasi itu, sehingga setiap generasi bisa mengetahui tempat apa itu sebenarnya,” tandasnya. Di sisi lain, mendengar aspirasi tersebut, Wayan Sudirta mengaku keluhan para keluarga dan korban bom Bali tidak boleh diabaikan, karena persoalan ini menjadi masalah kemanusiaan.
Dikatakan selama ini, pemerintah memang harus memperhatikan kelompok dan keluarga pelaku bom Bali dan wajar dapat perhatian seperti itu dan tidak ada masalah mendapat keistimewaan seperti itu. Namun keluarga dan korban bom Bali harusnya juga mendapat perhatian yang istimewa. “Karena korban ini kan tiba-tiba dan tidak siap, dan berbeda dengan pelaku. Sehingga jika tidak mendapat perhatian akan merasa tidak adil. Seharusnya korban ini menjadi pahlawan. Apalagi kejadiannya di Bali, sehingga akan mendapatkan sorotan secara terus menerus oleh semua pihak. Termasuk tugu peringatan (monumen, red) ini sangat positif dan patut dihargai untuk mengingatkan kembali agar tidak ada pelaku lainnya,” tandas politisi asal Desa Pidpid, Karangasem itu, sembari mengaku sedang mempelajari secara seksama Undang-Undang tersebut. “Celahnya darimana? Apakah bisa mendapat pemulihan baik kesehatan maupun perhatian kesejahteraannya. Karena sudah sekian tahun UU ini disahkan,” tegas Wayan Sudirta.
Terkait PP yang belum turun, Wayan Sudirta akan berupaya menerjemahkan agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang, namun juga tidak bertentangan dengan aspek kemanusiaan. “Karena mereka deritanya macam-macam. Ada telinganya belum pulih, matanya kontrol terus, sarafnya belum beres. Jadi Sila kemanusiaan yang harus diwujudnyatakan. Toh korban bom Bali tidak banyak dan hanya minta kesehatan, butuh pekerjaaan dan pendidikan anak-anaknya,” jelasnya, seraya mengaku saat kegiatan Reses nanti akan menjajaki daerah-daerah untuk bisa membantu meringankan penderitaan para keluarga dan korban bom Bali. tim/aka/ama