Connect with us

    HUKUM

    Tanah dan Rumah Terancam Dilelang Salah Satu Bank BUMN, Suami Dosen ini Diduga Ditipu Mafia Tanah Hingga Menderita Kerugian Rp.20 Milyar

    Published

    on

    Korban penipuan, I Gusti Ngurah Wiranata, SH. (Ist)

    Denpasar, JARRAKPOS.com – Nasib kurang beruntung dialami oleh I Gusti Ngurah Wiranata, SH., yang diduga karena ulah salah satu jaringan mafia tanah di Bali, sehingga harus menderita kerugian hingga total lebih dari Rp.20 milyar. Suami dari salah satu dosen universitas ternama di Bali ini, selaku korban menceritakan awal mulanya mengalami kesulitan keuangan untuk membayar atau melunasi pinjaman di PT. Indosurya Inti Finance, sebesar Rp.3.513.975.000. (tiga milyar lima ratus tiga belas juta Sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan di PT. Bank Perkreditan Rakyat Varis Mandiri sebesar Rp.700.505.000. (tujuh ratus juta lima ratus lima ribu rupiah). Kemudian oleh dua orang dari pihak PT. lndosurya Inti Finance yang berinisial bernama AW dan MS memperkenalkan pelaku yang disinyalir sebagai salah satu jaringan mafia tanah yang berinsial BO yang rencananya akan membantunya untuk melunasi hutang-hutang tersebut.

    Setelah bertemu dengan BO, dia mengatakan dapat membantunya untuk melunasi semua hutang tersebut, karena memiliki dana sebesar Rp.7.000.000.000. (tujuh milyar rupiah) di salah satu Bank BUMN dan dana tersebut bisa dipinjamkan kepada korban. Kemudian BO menyarankan untuk membuat perjanjian hutang dengan jaminan 2 (dua) buah sertifikat Hak Milik (SHM) milik korban, yaitu SHM nomor: 4873/Kelurahan Panjer dengan luas 455 m2, gambar situasi nomor: 178611997, yang terletak di Kelurahan Panjer, Denpasar Setatan, atas nama I Gusti Ngurah Wiranata dan SHM nomor: 4874/Kelurahan Panjer dengan luas 555 m2, gambar situasi nomor : 1787/1997 yang terletak di Kelurahan Panjer, Denpasar Selatan atas nama I Gusti Ngurah Wiranata yang mana kedua sertifikat SHM tersebut sebelumnya telah menjadi jaminan hutang di PT. lndosurya Inti Finance dan PT.Bank Perkreditan Rakyat Varis Mandiri.

    Kemudian dibuatlah perjanjian pinjam meminjam tersebut di Kantor Notaris/PPAT I Putu Hamirtha, SH (sekarang Almarhum). Pada saat korban datang ke kantor Notaris/Ppat I Putu Hamirtha, SH., saat itu BO malah tidak hadir. Namun tetap disuruh oleh Notaris/PPAT I Putu Hamirtha, SH untuk menandatangani saja beberapa dokumen yang diperlukan pada saat itu, agar dapat segera diproses. “Pada saat itu yang hadir adalah saya, ibu kandung saya, lbu AW dan lbu MS,” beber korban, seraya menegaskan pada akhirnya menandatangani seluruh dokumen yang disodorkan oleh Notaris/PPAT I Putu Hamirtha, SH. “Saya berharap dengan adanya pinjaman sebesar Rp.7.000.000.000 (tujuh milyar ruptah) tersebut, maka hutang saya di PT. lndosurya Inti Finance dan PT.Bank Perkreditan Rakyat Varis Mandiri dapat dilunasi dan sisanya akan saya gunakan untuk modal usaha,” katanya, saat ditemui di Denpasar, pada Kamis malam (8/8/2024). Anehnya segala dokumen yang telah dibuat di Notaris Notaris/PPAT I PUTU Hamirtha, SH tidak diberikan salinannya kepada korban.

    Anehnya lagi, tanpa sepengetahuannya hutang di PT. Indosurya Inti Finance sebesar Rp.3.513.975.000. (tiga milyar lima ratus tiga belas juta sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan di PT. Bank Perkreditan Rakyat Varis Mandiri sebesar Rp.700.505.000. (tujuh ratus juta lima ratus lima ribu rupiah) telah dibayarkan oleh BO secara langsung tanpa melalui korban, sehingga total yang telah dikeluarkan untuk melunasi kedua hutang tersebut hanya sebesar Rp.4.214.480.000 (empat milyar dua ratus empat belas juta empat ratus delapan puluh ribu rupiah). Hutang sebesar Rp.7.000.000.000 (tujuh milyar rupiah) yang dipinjam dari BO tersebut telah dibayarkan sebesar Rp.4.214.480.000 (empat milyar dua ratus empat belas juta empat ratus delapan puluh ribu rupiah) dan tersisa dana sebesar Rp.2.785.520.000,- (dua milyar tujuh ratus delapan putuh lima juta lima ratus dua puluh ribu rupiah). Kemudian korban tetap menunggu sisa dana sebesar Rp.2.785.520.000,- (dua milyar tujuh ratus delapan puluh lima juta lima ratus dua puluh ribu rupiah) namun tidak kunjung diberikan oleh BO. “Sampai dengan 6 (enam) bulan berlalu, saya kembali menanyakan mengenai sisa dana yang seharusnya saya terima. Namun BO mengatakan bahwa dana tersebut telah habis. BO malah memberikan rincian hutang kepada saya, yang mana tertera perhitungan yang sangat tidak masuk akal dan dibuat-buat,” tegasnya.

    Advertisement

    Pada pertengahan tahun 2018, Bank BUMN tersebut malah mendatangi korban dalam rangka untuk melelang rumah miliknya. Saat itu, ia menyangkal kepada pihak Bank karena sama sekali tidak memillki hutang di Bank BUMN tersebut. Kemudian pihak Bank BUMN tersebut menjelaskan bahwa 2 (dua) buah sertifikat, yaitu SHM nomor: 4873/Kelurahan Panjer dengan luas 455 m2, gambar situasi nomor: 178&11997 yang terletak di Keturahan Panjer, Denpasar Setatan, atas nama berinisal ES, dan SHM nomor: 4874/Kelurahan Panjer, luas: 555 m2, gambar situasi nomor: 1787/1997, yang terletak di Kelurahan Panjer, Denpasar Selatan atas nama bernisial WS. Kedua SHM miliknya ternyata telah menjadi agunan atas pinjaman di salah satu Bank BUMN atas nama ES dan WS. “Saat itu saya baru mengetahui bahwa 2 (dua) Sertifikat Hak Milik atas nama saya, telah beralih nama ke atas nama orang lain, yaitu ES dan WS, serta telah menjadi agunan di Bank BUMN tersebut dan bahkan segera akan dilelang,” sesalnya.

    Oleh karena pihak Bank BUMN tersebut sering mendatangi rumahnya dan ia juga tidak mau rumahnya terancam dilelang, serta akan menyelidiki permasalahan yang terjadi, maka ia dengan sangat terpaksa melakukan beberapa kali pembayaran kepada Bank BUMN tersebut sampai dengan sejumlah Rp.2.000.000.000 (Dua milyar Rupiah). “Kemudian saya berusaha mencari tahu bagaimana mungkin SHM yang setahu saya dipegang atau disimpan oleh BO dapat beralih ke atas nama orang lain?,” terangnya.

    Korban akhirnya kembali mendatangi Notaris/PPAT I Putu Hamirtha, SH., untuk menanyakan, sekaligus meminta dokumen yang pernah ditandatangani oleh korban dan pelaku BO. Anehnya lagi, meskipun nama korban ada dalam perjanjian tersebut, namun Notaris/PPAT I Putu Amirtha, SH., tidak mau memberikan dokumen apapun dengan alasan harus seijin BO. “Beberapa kali saya mencoba mendapatkan dokumen tersebut namun tetap tidak diberikan seolah olah ada yang disembunyikan oleh notaris/PPAT I Putu Hamrrtha, SH.,” tambahnya.

    Setelah korban menunjuk seorang kuasa hukum untuk meminta penjelasan dan meminta salinan dokumen di tempat Notaris/PPAT I Putu Hamirtha, SH akhirnya beberapa dokumen diberikan, namun tidak semuanya. Baru bisa korban mengetahui ternyata dokumen yang telah ia tandatangam adalah 2 (dua) buah surat kuasa menjual, yaitu Surat Kuasa Menjual nomor: 38 tanggal 24 Mei 2017 yang menyatakan bahwa Penggugat memberikan kuasa menjual kepada atas nama inisial FA dan Surat Kuasa Menjual nomor: 41 tanggal 24 Mei 2017 yang menyatakan bahwa Penggugat memberikan kuasa menjual kepada atas nama inisial HH. “Saya sama sekali tidak mengenal kedua orang itu sebelumnya dan saya tidak mengerti bagaimana kemudian bisa muncul nama kedua orang itu,” sebutnya.

    Advertisement

    Korban juga sangat yakin, pada saat penandatanganan dokumen/berkas perjanjian di Kantor Notaris/PPAT I Putu Hamirtha, SH, oleh karena BO tidak datang, sehingga disarankan untuk menandatangani blanko kosong yang menurut Notaris/PPAT I Putu Hamirtha, SH., akan ditandatangani oleh BO belakangan. Saat itu, dokumen tidak dibacakan dan tidak diberikan salinannya, dan setelah itu korban baru mengetahui bahwa yang ditanda tangani adalah surat kuasa menjual yang diberikan kepada atas nama berinisial FA dan HH. Kemudian berbekal surat kuasa menjual tersebut, FA dan HH menjual tanah dan bangunan miliknya kepada ES dan WS, sehingga kemudian SHM korban bisa beralih nama masing-masing menjadi atas nama ES dan WS. “Akhirnya saya mengetahui bahwa HH dan ES adalah suami istri dan WS adalah adik kandung dari ES,” ujarnya.

    Selanjutnya ES dan WS mengajukan kredit dan selanjutnya mendapatkan dana di Bank Mandiri sebesar Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar) dengan jaminan SHM nomor: 4873/Kelurahan Panjer dengan luas 455 m2, gambar situasi nomor: 1786/1997 yang terletak di Kelurahan Panjer, Denpasar Selatan, atas nama ES dan SHM nomor: 4874/Kelurahan Panjer dengan luas 555 m2, gambar situasi nomor: 1787/1997 yang terletak di Kelurahan Panjer, Denpasar Selatan atas nama WS yang mana SHM tersebut sebelumnya adalah atas nama I Gusti Ngurah Wiranata, SH. Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku, BO, FA, HH, ES dan WS tersebut, telah menimbulkan suatu kerugian yang amat besar bagi korban dengan total hingga Rp.20.180.000.000.- (dua puluh milyar seratus delapan puluh juta rupiah).

    Kerugian korban dirinci akibat membayar kepada Bank BUMN sebesar Rp.2.000.000.000 (dua milyar rupiah), kerugian tanah dan bangunan dengan harga tanah per are adalah Rp.1.000.000.000 (satu milyar delapan ratus juta rupiah), kerugian dari SHM nomor: 4873/Kelurahan Panjer dangan luas 455 m2, gambar situasi nomor: 1786/1997 yang terletak di Kelurahan Panjer, Denpasar Selatan senilai Rp. 1.800.000.000 X 4,55 are = Rp.8.190.000.000 (delapan milyar seratus sembilan puluhjuta rupiah), kerugian dari SHM nomor: 4874/Kelurahan Panjer dengan luas: 555 m2, garnbar situasi nomor: 1787/1997, yang terletak dfi Kerurahan Panjer, Denpasar Selatan senilai Rp.1.800.000.000 X 5,55 are = Rp. 9.990.000.000. (Sembilan milyar Sembilan ratus Sembilan puluh juta rupiah).

    Kasus dugaan penipuan ini masih berproses di Pengadilan Negeri Denpasar dengan gugatan perdata untuk menjerat para pelaku. Selaku korban, I Gusti Ngurah Wiranata, SH., telah menggugat para pelaku secara perdata dari tahun 2022, namun ditengah persidangan notarisnya meninggal dunia, selanjutnya korban melakukan gugatan ulang lagi pada 28 Juni 2024. “Karena oknum notaris itu telah meninggal, maka kami mengajukan gugatan baru terhadap para pelaku tergugat agar menanggung renteng semua kerugian kami yang diduga akibat ulah para pelaku tersebut. Apalagi tanah dan rumah kami tinggal akan dilelang oleh Bank BUMN tersebut, sehingga kami harus meminta pihak Bank menunda proses lelang, karena tanah dan rumah yang menjadi jaminan masih dalam proses sengketa di Pengadilan Negeri Denpasar,” pungkasnya. tim/jp

    Advertisement
    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply