Connect with us

    HUKUM

    Antara Kasus Jaksa Jovi Dengan Kajari Siti Holijah, Mana Yang Paling Berat ?

    Published

    on

    Tapsel, (JarrakPos)- Berbicara antara kasus seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan Sumatera Utara bernama Jovi Andrea Bachtiar dengan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tapanuli Selatan bernama Siti Holijah Harahap, mana yang paling berat ?
    Jaksa Jovi dilaporkan karena katanya melanggar undang-undang ITE pasal 45 ayat 1 tentang pelecehan asexual .

    Sedangkan mantan Kajari Siti Holijah Harahap dilaporkan ke Polda Sumut terkait dugaan melakukan Ilegal akses dengan melakukan peretasan akun pribadi milik Jovi , yang mana untuk merubah status cuti Jovi yang tadinya sudah disetujui cuti selama 5 hari, tiba-tiba diganti menjadi tidak disetujui.

    Dari kedua insan manusia yang bekerja dalam satu atap ini antara pimpinan dan bawahan tampak sedang memukul genderang perang sebagai kode saling menunjukkan kekuatan. Ada yang menggunakan power konektifitas hirarki dan ada yang mengandalkan kekuatan penegakan hukum sebagaimana termaktub dalam peraturan perundangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia .

    Kepada media, Minggu (24/11) , Jovi Andrea Bachtiar didampingi kuasa hukumnya Muhammad Muklis Harahap, SH, Yunius Nduru, SH , Azhari Mardianta Daulay ,SH , Andy Stefanus, SH, memaparkan kalau dirinya merasa dikriminalisasi atas persoalan sepele gara-gara memposting foto dan kalimat salah seorang pegawai Pengawal Tahanan Kejaksaan Negeri Tapsel bernama Nella Marsela di sebuah akun tiktoknya.
    Beliau dituduh memfitnah Nella yang mengartikan bahwa Nella berhubungan badan menggunakan mobil dinas Kajari sehingga Jovi dilaporkan ke polisi dan dijerat pasal 45 ayat 1 UU. ITE.

    Advertisement

    Padahal Jovi menjelaskan dalam setiap postingan tidak ada menuduh ataupun memfitnah Nella berbuat begitu, Jovi hanya berniat melakukan himbauan untuk seluruh pegawai kejaksaan di seluruh Indonesia termasuk dirinya selaku si pembuat narasi.

    Pun demikian polisi dan jaksapun diduga memaksakan kasus tersebut hingga naik ke meja hijau.

    Menurut Jovi, ada beberapa perlakuan tidak adil alias “kriminalisasi” yang diterimanya dalam proses hukum perkaranya diantaranya adalah :

    1. Saat undangan klarifikasi oleh Polres terdapat indikasi Pengkondisian dari pihak Polres dan Kejaksaan dalam memaksakan kasus tersebut agar bisa naik dan dapat menahan Jovi. Karena pada awalnya Jovi tidak mau datang memenuhi undangan klarifikasi dari Polres disebabkan terdapat kesalahan penulisan yang tidak sesuai dengan undang-undang sehingga surat itu cacat formil, tapi Kasi Pidum, Kasi Intel karena ditekan oleh pimpinan katanya waktu itu takut nanti kalau nggak membawa aku ke polres dianggap tidak melaksanakan perintah pimpinan mendesak aku.

    Advertisement

    “Sehingga waktu itu ada aku, kasi intel, kasi pidum, kasi datun dan kasubbag bin di ruangan kasi pidum berdebat kami selama dua jam, tiga jam lebih hingga akhirnya sekitar jam 3 sore karena aku kasihan sama mereka semua ditekan sama pimpinan dan tiba-tiba dapatlah pencerahan setelah sholat Ashar , mau bagaimanapun rencana jahat manusia, kalau Allah tidak berkehendak aku tak akan jatuh, yah sudah kupenuhilah undangan itu , yok kita ke polres tapi niatnya untuk mengantarkan surat keberatan agar dipanggil secara resmi dengan membuat surat yang baru , oke sepakat untuk itu, pergilah kami”.

    Menurut Jovi, di Polres ada dugaan pengkondisian yang tadinya hanya untuk mengantar surat keberatan, ternyata disuruh naik ke ruang reskrim, tiba-tiba Kasi Pidum dan Kasi Intel masuk ke ruangan Kasat Reskrim tidak tahu membicarakan apa , yang pasti Jovi dan Kasubbag Bin ditinggalkan berdua. Yang kemudian kedua orang tersebut (Kasi Pidum dan Kasi Intel) menghilang.
    Melihat dari perlakuan Kasi Pidum dan Kasi Intel tersebut yang diduga menyusun rencana agar kasus saya ini dipaksakan naik, saya akhirnya pasrah dan menyuruh Penyidik untuk memeriksa saya meski surat undangan tersebut cacat formil. Saya hanya berprinsip sejahat apapun niat orang untuk menjatuhkan saya namun kalau Allah tidak berkehendak maka saya tidak akan jatuh.

    2. Terdapat “Intervensi” Kasi Datun Kejari Tapsel, Rikky Tohang Pasaribu dalam menambahkan pasal pelanggaran kepada Penyidik Polres Tapsel, dengan tujuan agar Jovi dapat ditahan mengingat ancaman hukumannya di atas 5 tahun. Yang memang akhirnya Jovi jelas ditahan oleh Polres Tapsel.
    Lagi menurut Jovi, penangan perkara dalam tahap Penyelidikan , seharusnya jaksa tidak boleh melakukan intervensi dan atau tidak boleh ada koordinasi dengan polisi apalagi untuk menetapkan pasal sangkaan.
    Ada tahapan kapan dibolehkan intervensi dari pihak kejaksaan yakni saat berkas sudah P-16 atau diterbitkannya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan).
    “Inikan masih tahap penyelidikan, kenapa Kasi Datun menelpon penyidik agar ditambahkan pasal, bukankah ini bentuk dari upaya pengkriminalisasian terhadap saya”? Tanya Jovi.

    3. Polisi melakukan tets urine, padahal Jovi dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik tentang kesusilaan bukan sebagai pelaku narkoba.

    Advertisement

    4. Dalam konferensi pers polisi tidak menghadirkan Jovi di hadapan media sebagaimana konfrensi-konfrensi pers terdahulu dimana polisi selalu menghadirkan tersangka dalam untuk memberikan pembelaan.

    Namun tidak dihadirkannya Jovi dalam konferensi pers dimaksud , menurut Jovi polisi takut kalau Jovi bersuara dalam hal pembelaan diri atas perlakuan yang dilakukan polisi dan jaksa terhadap nya yang akhirnya diketahui oleh media.

    5. Dalam konferensi pers Kajari Siti Holijah menyampaikan berita Hoaks / kebohongan soal dirinya telah memblokir suluruh pegawai kejaksaan Tapsel, faktanya Jovi hanya memblokir Kajari dan buktinya Kasi Pidum telah mengirmkan surat panggilan mediasi via aplikasi WhatsApp Jovi dan Jovi juga selalu bersama Kasubbag Bin termasuk bareng pulang dari Medan ke Sipirok.

    Jovi beralasan memblokir Kajari karena Kajari telah melakukan ilegal akses atas akun pribadinya dan membuat dokumen elektronik fiktip untuk membatalkan cuti Jovi secara sepihak.

    Advertisement

    6. Di tahap persidangan, saksi yang meringankan terdakwa atas nama Rizka Amelia Sani atau Amel ditengarai telah Diintervensi oleh Kasi Intel Kejari Tapsel dan Kasi A Intel Kejatisu yang diduga menghalang-halangi agar Amel tidak memberikan kesaksian meringankan dakwaan Jovi.

    Cerita Jovi, kok bisa-bisanya 15 menit sebelum sidang ada intervensi secara langsung oleh Kasi Intel Kejari Tapsel, Obrika secara langsung yang turun ke pengadilan .

    Sebelum sidang si Amel ditahan-tahan sampai ada vidionya ditunjuk-tunjuk disitu intinya janganlah memberikan keterangan nanti diperiksa dan sebagainya (semacam ancaman atau membuat rasa takut) , terus dikasilah handponenya kasi intel ke Amel yang mana sebelumnya diberikan kepada saya dimana yang nelpon adalah Kasi A Intel Kejatisu Indra Hasibuan . Indra sempat mengatakan kepada saya , “ Jov janganlah Amel bersaksi kasihan Amel nanti” lantas saya jawab kok kasihan, abang nggak kasihan juga sama aku dikriminalisasi , abang nggak kasihan sama aku, sudahlah bang jangan kayak gini kali permainan ini , Amel itu bersaksi atas nama pribadinya bukan kupaksa.

    Kemudian dimatiin telponnya, eeh nggak selang berapa lama Kasi A intel nelpon lagi yang kemudian handponnya Kasi Intel Kejari Tapsel diberikan ke Ibunya si Amel , makanya ada bahasa ibu Amel disitu, “saya yang menyuruh Amel bersaksi pak, hati nurani saya karena anak saya ini kalau nggak gara-gara Jovi atau dibackup Jovi, anak saya sudah mau keluar dari kejaksaan gara-gara intimidasi seksual disuruh untuk test kehamilan .

    Advertisement

    Itu menunjukkan jahatnya orang-orang di kantor menciptakan isu untuk menyudutkan salahsatu orang , sehingga Amel ditest lah kehamilan itu, begitulah kesaksian di persidangan .

    7. Soal statemen Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar di media nasional yang mengatakan kalau lembaga Adhyaksa tidak ada melakukan kriminalisasi terhadap Jovi dan mengatakan itu persoalan pribadi, padahal kata Jovi kalau itu masalah pribadi ngapain orang dari kejaksaan kebakaran jenggot, kenapa Siti Holijah Harahap lebih dulu membuat laporan Kejaksaan Tinggi Sumut soal postingan Jovi yang selanjutnya disusul Laporan Polisi yang dibuat Nella Marsella ke Polres Tapsel. Seharusnya Kajari Siti Holijah memanggil saya dan memberikan nasehat , bukan malah melaporkan saya ke Kejatisu, jelas Jovi.

    ” tahu apa Kapuspenkum tentang proses ini di lapangan , yang tahu tim kuasa hukum , faktanya sejak tahapan penyelidikan hingga proses persidangan , itu banyak intervensi”, tegasnya.

    8. Saat sidang Pra Pradilan Jovi, tampak pihak Kepolisian dan Kejaksaan kompak tidak menghadiri sidang pertama tujuannya diduga agar sidang dakwaan lebih dahulu dilakukan dan jika sidang dakwaan dimulai maka gugatan praperadilan dengan sendirinya akan gugur.

    Advertisement

    Menurut Jovi, kondisi ini disengaja untuk tidak hadir, padahal jarak antara Kantor Kejari Tapsel dengan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan cuma makan waktu setengah jam. Kenapa waktu konfrensi pers Kajari sangat antusias hadir di Polres Tapsel ? Tanya Jovi .

    Prapid tidak dinyatakan tidak dikabulkan melainkan tidak diterima sehingga prapid itu bukan menyatakan kami kalah dengan akal-akalan mereka membuat supaya prapid kami tidak diterima sehingga gugur, tandasnya.

    9. Usulan Pemberhentian Jovi dari jaksa. Dari 29 hari bolos yang dituduhkan kepada Jovi, sebenarnya 5 hari diantaranya Jovi telah mendapatkan persetujuan cuti dari Kajari sendiri yang dituangkan dalam Akun pribadinya. Namun karena adanya ilegal akses, sehingga 5 hari tersebut dianggap bolos yang selanjutnya diakumulasi dengan 24 hari lainnya.

    Padahal kata Jovi, Jamintel mengetahui dan menyetujui cuti Jovi selama 5 hari tersebut yang tujuannya untuk menghadiri undangan sidang di Mahkamah Konstitusi demi membela lembaga Adhyaksa dari belenggu partai politik agar bisa meminpin sebagai Jaksa Agung.

    Advertisement

    Niat luhur Jovi itu agar posisi Jaksa Agung tidak lagi diduduki oleh orang partai politik dan murni berasal dari orang kejaksaan sendiri.

    Demikian serentetan upaya kriminalisasi yang dirasakan oleh Jovi Andrea Bachtiar, hanya kasus sepele berdampak hingga ke Kejaksaan Agung.

    Namun bagaimana dengan Kasus dugaan Ilegal Akses yang telah dilakukan Kajari Siti Holijah terhadap Jovi, apakah kasus ini dipendam atau bagaimana, mengingat Siti Holijah Harahap memiliki koneksi yang cukup mumpuni di lembaga Adhyaksa termasuk diantaranya memiliki Abang kandung di Komisi Kejaksaan ?

    Dan untuk apa juga Kajari Siti Holijah melakukan ilegal akses dengan membuat dokumen elektronik fiktip ?

    Advertisement

    Sebelumnya ex. Kajari Tapsel Siti Holijah Harahap yang dikonfirmasi wartawan belum memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan yang dilayangkan kepadanya. * (Ali Imran).

    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply

    Advertisement

    Tentang Kami

    JARRAKPOS.com merupakan situs berita daring terpercaya di Indonesia. Mewartakan berita terpercaya dengan tampilan yang atraktif dan muda. Hak cipta dan merek dagang JARRAKPOS.com dimiliki oleh PT JARRAK POS sebagai salah satu perusahaan Media Cyber di unit usaha JARRAK Media Group.

    Kantor

    Jl. Danau Tempe No.30 Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Denpasar – Bali Kode Pos: 80227
    Tlp. (0361) 448 1522
    email : [email protected]

    Untuk pengajuan iklan dan kerja sama bisa menghubungi:
    [email protected]