DAERAH
Soal “Penipuan” Uang UKT Mahasiswa UMTS, Ini Klarifikasi Kedua Pihak

Tapsel, (JarrakPos)- Berbicara soal dugaan penipuan uang UKT mahasiswa UMTS terdapat dua pendapat yang berlawan antara pihak manajemen kampus dengan pihak Terlapor MA.
Ayah Muhammad Adrian (MA) selaku pihak terlapor yang sudah dijadikan Tersangka meminta Menteri HAM RI Nethalius Pigay dan Kapolri agar anaknya yang dituduh terlibat sebagai pelaku “Penipuan” uang UKT Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Tapanuli Selatan diberikan Keadilan dan kebijakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku demikian dikatakannya dalam konfrensi pers yang digelar di kantor Hukum GAS and Partner, Sabtu (23/02).
Marataon Daulay selaku ayah kandung MA memohon agar diberikan Perlindungan Hukum karena sesungguhnya dalam perkara ini anaknya merupakan korban bahkan yang membuat mereka sekeluarga menangis ketika anaknya ditangkap oleh oknum Polres Padangsidimpuan dengan sesuka hati tanpa Surat Perintah Penangkapan dan Penahanan sejak hari Rabu tanggal 19 Februari 2025 sekitar pukul 5 sore hingga hari Sabtu (22/02).
Selanjutnya polisi juga tidak memberikan Surat Pemberitahuan status anaknya yang telah ditetapkan sebagai Tersangka .
Marataon juga meminta Kapolri dan Kapoldasu mengusut tuntas otak pelaku atau aktor intelektual yang mengambil keuntungan atas perkara ini , mengingat aktor intelektual dimaksud telah mengorbankan masa depan anaknya MA untuk menutupi kesalahan mereka.
Dia berharap Kapolri membebaskan anaknya Karena MA merupakan korban dari bujuk rayu NML yang mengaku sebagai pegawai Bank BNI 46 mengajak MA bekerja sama meringankan kesulitan para mahasiswa UMTS dalam menyetor uang kuliah (UKT) .
Agar tidak antrian, NML mengajak MA mencari teman mahasiswa lainnya untuk menyetor uang kuliah tersebut melalui dirinya yang selanjutnya NML akan memberikan bukti slip setoran sebagaimana Slip setoran yang ada di Bank BNI.
Mendengarkan memberikan kemudahan kepada rekan mahasiswa lainnya, akhirnya MA yang dikenal cukup gaul dan merupakan mahasiswa berprestasi dan sempat membawa nama baik kampus memenangkan kompetisi sains di tingkat nasional sepakat melakukan kerjasama. Bahkan selain menerima langsung, uang dari mahasiswa yang mau menyetor uang UKT, ternyata tak sekali dua kali MA juga membawa langsung beberapa mahasiswa yang melakukan penyetoran langsung kepada NML alias tidak sempat parkir melalui tangannya.
Berselang waktu di pertengahan jalan, naas pihak kampus melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian Resort Padangsidimpuan dengan tuduhan dugaan penipuan uang UKT mahasiswa. Akhirnya MA terseret-seret ditetapkan menjadi Tersangka bersama rekannya NML.
Menurut ayah MA (Maraton Daulay) alasan dibebaskan yakni anaknya tidak punya niat buruk terhadap teman mahasiswa lainnya, murni hanya untuk menolong meringankan beban antrian pembayaran uang UKT mahasiswa. Kemudian dia tidak tahu kalau yang sebenarnya NML bukanlah pegawai BNI, MA mengetahui NML bukan pegawai BNI setelah perkara ini muncul.
Selanjutnya uang yang diterimanya dari NML merupakan jasa atau bonus dari perusahaan Bank BNI sebagaimana pengakuan NML kepada dirinya. Bonus tersebut hanya sekitar Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah) per setiap mahasiswa yang menyetor, sedang uang UKT sebesar Rp. 1.500.000 per mahasiswa murni dikuasai oleh NML.
Marataon Daulay menegaskan dalam posisi ini anaknya MA adalah korban dari perbuatan jahat dari NML.
Menanggapi persoalan kliennya bernama MA, kepala kantor Hukum GAS & Partners , Amin M Ghamal Siregar, SH, didampingi Alwi Akbar Ginting, SH, Awaluddin Harahap, SH, Dipo Alam Siregar,SH dan Muchtar Efendi Siregar SH. MH menjelaskan bahwa mengacu kepada syarat formil pihak kepolisian dinilai bekerja secara un prosedural dimana polisi tidak memberikan SURAT PENANGKAPAN dan PENAHANAN baik kepada MA maupun kepada pihak keluarga.
Kronologinya, saat adanya sosialiasi oleh pihak BNI tentang perbedaan Slip Setoran BNI yang Asli dan yang Palsu di kampus UMTS tiba-tiba dia dan beberapa mahasiswa lainnya didatangi oleh Rektor dan pihak kepolisian kemudian mereka diperintahkan untuk pergi Polres guna memberikan Keterangan , ternyata selain perintah agar berangkat ke Polres ternyata MA dan temannya masing-masing diberikan Surat Keterangan Sehat dari Kampus yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Saat di Polres Padangsidimpuan sekitar pukul 5 sore (19/02), ternyata mereka dimintai keterangan dan langsung tidak diperbolehkan pulang. Kemudian pada jam 9 malam , kuasa hukum MA melihat Berita Acara Wawancara (BAW) terhadap MA sudah memasuki tahap Penyidikan dimana MA diwawancarai sebagai saksi Pro Justisia.
Dalam rentang waktu 4 jam pada malam tersebut proses hukum terhadap MA sudah naik ke tahap Penyidikan dan berlanjut dalam hitungan jam selanjutnya MA sudah dijadikan Tersangka.
Menurut Ghamal, selaku PH pihaknya juga sempat mempertanyakan polisi apakah dalam proses Penangkapan telah diserahkan Surat Penangkapan kepada MA ataupun keluarga MA, ternyata belum diberikan kepada MA dan keluarga. Atas tindakan ini polisi dinilai telah menyalahi aturan pasal 18 KUHAP yang menyatakan bahwa Penyidik dalam hal Menangkap harus membawa Surat Tugas kemudian memberikan Surat Penangkapan kepada yang ditangkap dan diberikan lampirannya kepada keluarga.
Keesokan harinya sudah melampaui waktu 1 X 24 jam ternyata Surat Penangkapan belum diberikan dan menurut pengakuan keluarga Surat Penangkapan diserahkan setelah 2 hari berikutnya persisnya di hari Jumat.
Atas kejadian tersebut, Ghamal mengatakan mengacu kepada syarat Formil Hak Azasi Klien nya telah diambil sebagaimana dimaksud dengan pasal 18 dan 19 KUHAP.
Klarifikasi Pihak Kampus
Rektor Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS), Muhammad Darwis, M.Pd kepada media Senin (24/02)menjelaskan, awal mula diketahuinya adanya selisih uang kas dengan jumlah slip setoran senilai Rp. 1,2 Milyar adalah di saat pihak kampus hendak membuat Laporan Pertanggungjawaban Keuangan per Tahuan 2023 s/d 2024.
Hitungan priode Tahun Anggaran untuk kampus sendiri berbeda dengan hitungan tahun anggaran pemerintah. Untuk kampus UMTS hitungan nya dimulai dari tanggal 1 September sebagai tahun awal dan berakhir pada tanggal 31 Agustus di tahun berikutnya, sedangkan hitungan priode pemerintah yakni berawal di tanggal 1 Januari dan berakhir di tanggal 31 Desember tahun berjalan.
Mengingat tahun anggaran Kampus 2023/2024 akan dipertanggungjawabkan di hadapan Sidang Senat, maka per tanggal 2 Januari 2025 Rektor memerintahkan pihak manajemen kampus menyusun laporan pertanggungjawaban pada tahun 2023-2024 tersebut.
Beranjak dari pembuatan LPJ tersebut ditemukan selisih anggaran dari kas yang UMTS dengan jumlah slip setoran yang masuk sebesar Rp. 1,2 Milyar.
Mendengarkan selisih keuangannya cukup fantastis, rektor langsung memerintahkan Biro Keuangan dan Biro Administrasi Akademik melakukan penelusuran dimana letak dari kejanggalan ini.
Penelusuran tersebut berlangsung dari 2 Januari 2025 s/d 18 Januari 2025, dan ternyata setelah koordinasi dengan pihak bank-bank yang bekerja sama dengan UMTS termasuk diantaranya bank BNI 1946 baru diketahui letak persoalan yang sebenarnya yakni terdapatnya perbedaan antara Slip Setoran Asli dengan yang Palsu.
Menurut kepolisian sudah terdapat 273 orang di semester ganjil 2024-2025 yang diketahui menggunakan slip setoran palsu itu, sementara pihak kampus masih terus melakukan penelusuran namun pihak kampus dalam melakukan penelusuran memiliki kesulitan dimana mahasiswa tidak transparan dalam memberikan bukti setorannya.
Kalau pihak pelaku menyampaikan informasi seterang-terangnya, maka penelusuran itu sudah cepat diketahui berapa orang yang sudah menyetor dan berapa uang yang sudah masuk.
Diketahuinya nilai kehilangan sebesar Rp. 1,2 Milyar saat hendak menyusun LPJ , namun pihak kampus belum menyebutkan kalau uang sebesar itu semuanya di tangan mereka (terduga pelaku). Kalau dilihat dari laporan di BAP pelaku terdapat sebanyak 273 mahasiswa yang telah terduga pelaku terima, kalau dilakukan hitungan kasar dengan masing-masing mahasiswa menyetor uang senilai Rp. 2 jt, maka jumlahnya sudah mencapai sekitar Rp. 500 juta sementara mereka (terduga pelaku) mengaku telah menerima uang sebesar Rp. 210 juta .
Terjadinya kekurangan dari angka yang seharusnya sekitar Rp. 500 juta menurut mereka di BAP karena mereka memberikan keringanan pembayaran kepada mahasiswa seperti cukup hanya membayar separoh saja maka slip setoran lunas sudah langsung diberikan kepada mahasiswa. Kata mereka bisa manalangi duluan itu artinya terduga pelaku pemurah dan penyayang .
Rektor menambahkan variasi pembayaran UKT mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan antara Rp. 2.400.000 s/d Rp. 2.600.000 tergantung fakultasnya dengan total keseluruhan mahasiswa ada sekitar 3000-an.
Dalam hal sistim pembayaran dilakukan dikaitkan dengan munculnya persetujuan penyusunan KRS, Rektor menjawab semua portal mahasiswa tidak lagi manual, semuanya sudah melalui SIAK (Sistim Informasi Akademik) UMTA , artinya ketika mahasiswa sudah melakukan pembayaran uang UKT secara invoice maka mahasiswa bisa mengetahuinya dari akun portal SIAK dimaksud, dimana invoice nya sudah terinput ke portal tersebut.
Namun jika pembayarannya dilakukan secara manual langsung ke bank, maka pihak bank memberikan slip setoran pembayaran dan mahasiswa selanjutnya menunjukkan slip pembayaran ke biro keuangan UMTS yang kemudian pihak Biro Keuangan memvalidasi slip setoran tersebut dengan cara mencek apa yang sudah dibayarnya, apakah ada stempel, tandatangan teller dan slip setoran asli atau tidak baru kemudian jika sudah benar maka pihak keuangan mengbuka portal akun SIAK mahasiswa tersebut atau sudah di Bypass karena telah melakukan pembayaran.
Dikarenakan slip setoran yang dimiliki terduga pelaku mirip asli hingga memiliki sejenis print porporasi digital hal ini membuat petugas keuangan terkecoh dan menganggap setoran tersebut benar adanya hingga serta merta mengbuka portal mahasiswa tersebut.
Berbicara soal kerjasama Bank dengan pihak kampus, jika sudah ada pembayaran dari mahasiswa pihak bank tidak memberikan notifikasi pemberitahuan khusus ke pihak kampus maupun ke pihak mahasiswa , tidak diketahui nama siapa yang sudah membayar atau tidak. Pihak bank hanya memberitahu informasi melalui secara global melalui rekening koran.
Tidak seperti hal seseorang yang memiliki SMS Banking dimana jika ada transaksi maka pihak lngsung memberikan notifikasi pemberitahuan ke akun SMS bangking nasabah.
Namun jika mahasiswa melakukan pembayaran secara online melalui virtual account, maka jelas secara otomatis langsung ter-enteri ke sistim dan portal secara otomatis portal langsung dibuka oleh biro keuangan, artinya tidak perlu menunjukkan kalau sudah disetor atau tidak.
Karena adanya kejanggalan atas terjadinya kekurangan uang sebesar Rp. 1,2 Milyar pihak kampus langsung mencari tahu ke bank saat setiap ada slip setoran yang masuk ke biro keuangan seketika itu pihak kampus menanyakan ke bank apakah slip setoran ada masuk ke bank atau tidak. Maka dari situlah awalnya diketahui praktek dugaan penipuan tersebut, jelas Rektor.
Setelah berkoordinasi dengan pihak bank hingga mengetahui praktek dugaan penipuan ini, maka per tanggal 18 Februari 2025 pihak kampus menyampaikan hal tersebut ke polisi.
Dan keesokan harinya, pihak bank BNI 46 melakukan sosialisasi kepada seluruh mahasiswa di kampus UMTS agar tidak melakukan pembayaran kepada selain bank atau outlet resmi bank karena sudah contoh “manipulasi” slip setoran. Dan pihak bank juga menerangkan perbedaan antara Slip setoran asli dengan slip setoran palsu.
Saat sosialisasi ternyata polisi dan rektor langsung menyuruh ke enam mahasiswa untuk ke polres dalam memberikan keterangan.
Terpisah, LKBH UMTS selaku PH pihak kampus (pelapor) yang diketuai oleh Triswidodo, SH, Sekretaris M.Paisal Harahap,SH,MH, bendahara dan pengurus lainnya seperti H. Ridwan Rangkuti,SH, MH menerangkan bicara soal Surat Kesehatan pihak kampus tidak ada memberikannya karena tidak ada korelasinya.
Selanjutnya mereka menjelaskan Muhammad Andrian jelas-jelas terlibat dalam persoalan dugaan penipuan uang UKT tersebut karena Muhammad Adrian mendapatkan keuntungan dari perbuatan tersebut dan jika MA tidak melakukan tugasnya mencari nasabah maka perbuatan ini tidak akan terjadi.
Bicara soal penangkapan yang un-procedural tanpa Surat Penangkapan dan Penahanan menurut versi kuasa hukum Muhammad Adrian, LKBH menerangkan, pada hakikihnya polisi sudah melakukan penangkapan dan penahanan sudah sesuai dengan protap sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 KUHAP, karena surat dimaksud juga dilampirkan kepada LKBH demikian keterangan LKBH seraya menunjukkan kedua surat tersebut kepada wartawan.
“Jangan buat Framing Negatif terhadap proses hukum yang dilakukan kepolisian karena di beberapa media sudah terbangun opinin kalau MA merupakan korban”, jelas Faisal.
Demikian soal dugaan adanya aktor intelektual dari kampus, sejauh ini pihak LKBH juga belum mengetahuinya, namun pihak LKBH UMTS akan terus melakukan penelusuran apakah ada pihak kampus yang terlibat.
Bahkan Rektor juga sudah menyampaikan jikapun ada pihak kampus yang terlibat maka tidak ada pandang bulu semuanya akan diproses secara hukum , rektor juga jika terbukti ada terlibat dalam perkara dugaan penipuan ini siap menyarahkan diri berjalan kaki dari kampus ke Polres Padangsidimpuan. *(Ali Imran).
You must be logged in to post a comment Login