Connect with us

DKI Jakarta

Jawab Kegelisahan Publik, Dede Yusuf Siapkan Dua Opsi Terkait Pemilu

Published

on

Jarrakpos.com Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengatakan untuk mengurangi persaingan berlebihan di internal partai terkait pemilihan umum (pemilu), pihaknya akan menyiapkan dua opsi. Pertama, opsi hibrid yang terdiri atas sistem proporsional terbuka dan tertutup.

Dede Yusuf menjelaskan, opsi hibrid ini berarti pemilih akan memilih dua hal, yakni partai sekaligus calon. Dengan begitu, partai-partai politik bisa menentukan kader-kader potensial untuk dicalonkan ke dalam kontestasi politik.

“Jadi kalau tadi dengar masukan para akademisi, para pengamat, tentu melihat ada beberapa hal yang memang harus menjadi konsep kita semua. Pertama, untuk mengurangi persaingan yang terlalu berlebih, terutama di dalam internal partai, itu bisa diberikan dua opsi,” kata Dede Yusuf usai memimpin Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR di Gedung DPR Senayan, Jakarta pada Rabu (5/3/2025).

“Jadi opsi ada yang disebut sebagai proporsional terbuka, ada yang proporsional tertutup, jadi hibrid. Kurang lebih hibrid. Hibrid ini artinya masyarakat atau pemilih memilih dua, yaitu memilih partai dan calon, sehingga dari situ partai punya opsi untuk menentukan mana kader-kader yang bisa diberikan kesempatan,” tambahnya.

Advertisement

Kemudian, ia juga menyinggung database pemilih di Indonesia yang masih belum sesuai. Diungkapnya bahwa angka suara yang tidak sah mencapai lebih dari 15 juta suara. Hal ini menunjukkan masih adanya ketidaktepatan dalam pengelolaan data pemilih.

“Yang kedua, masalah soal database kita yang masih berantakan karena angka suara tidak sah mencapai 15 juta lebih. Ini kan berarti sangat signifikan sekali, itu adalah sebagai bukti kekurang cermatannya para penyelenggara maupun juga database yang ada,” tuturnya.

Menurut politisi Partai Demokrat itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan database pemilu tidak sesuai. Di antaranya adalah penerimaan bantuan sosial (bansos), program keluarga harapan (PKH), hingga tidak dilaporkannya penduduk yang meninggal atau wafat oleh keluarga.
“Ini banyak faktor lah, banyak faktor, salah satunya misalnya seperti kaitannya dengan menerima bansos atau PKH. Kadang-kadang ketika ada juga yang mungkin karena biasa menerima bansos atau PKH, kemudian ada yang wafat misalnya sudah meninggal tapi tidak dilaporkan, sehingga akhirnya menjadi DPR. Itu banyak juga faktor-faktor,” bebernya.

Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu menegaskan, untuk mengatasi hal ini, pihak penyelenggara pemilu perlu melakukan screening secara berkala.

Advertisement

“Berarti mesti harus ada screening setiap satu tahun atau setiap enam bulan, itu di-screening kembali oleh kawan-kawan penyelenggara tentunya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Dede juga menyinggung permasalahan money politics yang masih menjadi masalah serius dalam sistem pemilu di Indonesia saat ini.

“Money politics ini bisa menjadi isu karena terlalu banyak, kalau kita berbicara pemilu ya, terlalu banyak calon yang tidak diketahui oleh masyarakat. Akhirnya berlomba-lomba menawarkan transaksional,” tuturnya.

Fenomena ini diperburuk oleh banyaknya calon yang bersaing, sehingga masyarakat cenderung memilih berdasarkan siapa yang menawarkan imbalan lebih besar. Oleh karena itu, pembahasan lebih lanjut diperlukan agar sistem pemilu lebih adil dan tidak tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan.

Advertisement

“Nah ini perlu kita bahas sama-sama, kawan-kawan, membutuhkan waktu yang tidak cepat, tidak terburu-buru, sehingga kelihatannya harus benar-benar dilakukan melalui sebuah proses yang matang dan tidak tergesa-gesa,” ucapnya.

Terkait dengan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU), Dede menjelaskan bahwa keputusan final akan didengar dalam waktu dekat.

“Mestinya tanggal… 7 ya, tapi kita baru dapat jadwal hari Senin. Jadi hari Senin kita akan mendengar dari pemerintah, dari PSU ini, kesanggupannya seperti apa.”

Namun, ada pertimbangan mengenai waktu pelaksanaan PSU yang bertepatan dengan bulan Ramadan atau menjelang Hari Raya Idulfitri.

Advertisement

“Ya kalau keputusan MK itu final and binding, hanya yang penting adalah pengawasannya. Karena kalau menjelang, sudah kami sebutkan pada saat itu, di bulan Ramadan dan menjelang Lebaran, kita perlu evaluasi, perlu pemantauan ekstra, jangan sampai nanti, ya tadi, bantuan-bantuan yang berlebihan dengan tujuan untuk kampanye, itu kita pikirkan juga bersama,” papar Dede Yusuf.

Advertisement

Tentang Kami

JARRAKPOS.com merupakan situs berita daring terpercaya di Indonesia. Mewartakan berita terpercaya dengan tampilan yang atraktif dan muda. Hak cipta dan merek dagang JARRAKPOS.com dimiliki oleh PT JARRAK POS sebagai salah satu perusahaan Media Cyber di unit usaha JARRAK Media Group.

Kantor

Jl. Danau Tempe No.30 Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Denpasar – Bali Kode Pos: 80227
Tlp. (0361) 448 1522
email : [email protected]

Untuk pengajuan iklan dan kerja sama bisa menghubungi:
[email protected]