DAERAH
BPMPD Tuntaskan Polemik Penggunaan BKK Desa Sebudi
Ket foto : Pertemuan Prebekel Desa Sebudi I Nyoman Tinggal dengan seluruh Bendesa Adat Sebudi.
KARANGASEM, JARRAK POS – Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Bali Ketut Lihadnyana menuntaskan polemik Desa Sebudi, Kecamatan Selat yang sempat di demo beberapa waktu yang menuntut akibat tidak cairnya bantuan keuangan khusus (BKK) anggaran tahun 2017.
“Kami datang sekaligus menunjukkan bukti-bukti Prebekel Desa Subudi telah mengajukan proposal 11 Bendesa Adat, namun pencairaanya tidak memungkinkan karena daerah Sebudi masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III,” kata Lihadnyana di Karangasem, Jumat (2/2/2018).
Hal itu disampaikan ketika pertemuan Prebekel Desa Sebudi I Nyoman Tinggal dengan seluruh Bendesa Adat Sebudi, hadir juga Camat Selat I Nengah Danu dan Ketua Forum Prebekel Se-Bali Gede Pawana.
Menurutnya, peristiwa itu terjadi karena kesalahpahaman masyarakat mengenai mekanisme BKK yang sumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk “desa pakraman” atau desa adat dan subak.
Penggunaanya secara fisik agar rampung pada tahun tersebut, mengingat kondisi yang kurang mendukung dan dikhawatirkan menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Sekaligus rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) agar menghentikan berbagai bentuk pembangunan yang masuk dalam KRB Gunung Agung swbagai bentuk antisipai korban jiwa.
Serta untuk mematuhi himbauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dalam kawasan itu tidak diperkenankan adanya aktivitas manusia.
Untuk itu, BKK memang tidak dikeluarkan terhadap desa-desa yang terdampak, termasuk yang sudah dananya cair namun tidak bisa direalisasi, mereka telah mengembalikannya.
Sejumlah Bendesa Adat nampak ngotot anggaran BKK Tahun 2017 agar bisa dicairkan, namun atas kegigihan Kadis Lihadnyana menjelaskan baru mereka mulai mengerti.
Ia mengaskan, pihaknya terus berjuang dan membangun komunikasi dengan Forum Prebekel agar mampu melaksanakan program sesuai dengan peraturan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam aturan tersebut kewenangan desa berbeda jika dibandingkan dengan sebelumnya ketika masih berlaku Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa.
“Sejak berlaku aturan baru, pertanggungjawaban pengelolaan desa sama dengan pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi, ditambah dengan perganggungjawaban dana yang digunakan oleh Desa Adat,” ungkapnya.
Upaya itu dilakukan sebagai bentuk komitmen Pemerintah Provinsi Bali perangkat desa dan desa adat pekraman tidak berurusan dengan hukum.
Sementara itu, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sebudi I Wayan Karsana mengharapkan penjelasan pemerintah provinsi yang tajam tersebut mampu memberikan pemahaman.
“Saya ucapkan terima kasih atas penjelasan ini, agar menyudahi polemik, yang dirinya sempat menyayangkan hingga terjadi demo beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Sedangkan Ketua Forum Prebekel Se-Bali Gede Pawana mengingatkan anggotanya agar memaksimalkan peran wadahnya dalam menuntaskan permasalahan yang dihadapi di lapangan.
Upaya itu untuk mempercepat penyelesaiannya dan tidak menimbulkan konflik yang bekepanjangan dan berdampak fatal tidak terlaksananya program kerja.
Kebersamaan itu dibangun untuk memajukan desa yang merupakan garda terdepan pembangunan nasional.
Kepecayaan itu patut dijaga dengan sebaik mungkin, dalam ikut serta mengentaskan kemiskinan pada masing-masing desa.
Dana yang diberikan ditujukan kepada kebutuhan masyarakat sehingga mereka merasakan kehadiran pemerintah yang selalu melayani dengan baik. aya/ama
You must be logged in to post a comment Login