DAERAH
Ismaya : Kami yang Memiliki Tanah Bali, Wisata Halal Tak Bisa Dipaksakan di Bali
[socialpoll id=”2540016″]
[socialpoll id=”2540018″]
[socialpoll id=”2540019″]
[socialpoll id=”2540020″]
Denpasar, JARRAKPOS.com – Wacana pariwisata halal yang sempat dilontarkan calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Uno, mengundang reaksi berbagai elemen masyarakat. Bahkan belakangan pernyataan Cawapres Sandi tersebut memancing polemik masyarakat Bali. Salah satunya Ketut Putra Ismaya, yang juga Caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali nomor urut 32 angkat bicara dan menegaskan wisata halal di Bali tak bisa dipaksakan. “Kami memiliki tokoh adat, seperti PHDI, ulama, begawan serta pedanda kan harus diajak duduk bersama untuk berdiskusi soal wisata halal. Tidak bisa dipaksakan harus diterapkan wisata halal di Bali sebelum para tokoh diajak bicara, karena kami yang memiliki tanah Bali,” tegas Ismaya di Denpasar, Senin (25/2/2019).
Ismaya yang akrab dikenal Keris itu, melanjutkan jangan sampai wacana wisata halal itu malah membuat masyarakat terpecah belah. Ia menyadari bahwa Pulau Bali adalah bagian negara NKRI, meski demikian ada adat budaya yang mesti dijaga karena itu merupakan citra pariwisata Pulau Dewata tersebut. Dikatakan, selama ini masyarakat Bali tidak pernah mengintervensi atau ikut campur urusan orang luar. Diharapkan supaya tidak ada pihak-pihak yang turut campur terhadap terhadap kebijakan pariwisata Bali, dengan dalih mengejar keuntungan bisnis semata-mata. “Mari saling hormati, jadi sekali lagi kami tegaskan jangan mengambil keputusan sendiri. Diskusilah dengan kami, karena kan harus diperhitungkan bagaimana pendapat kami? Toh kalau memang semua tokoh Bali setuju dengan wisata halal itu, maka kami tidak akan bisa melarangnya,” tandas Sekjen Ormas Laskar Bali itu.
Baca juga :
Para Tokoh Seniman Rangkul Ismaya, Tak Hanya Ngomong, Tapi Berani Nindihin Gumi Bali
Secara perspektif pribadi, Ismaya menegaskan bahwa bicara soal halal haram, maka setiap agama memiliki aturan tersendiri. Sesuai keyakinan masing-masing. Sementara kalau diterapkan di Bali, persoalan halal haram tentu tidak bisa dilepaskan dari koridor taksu Bali, yang tentunya harus dijaga. “Mari diskusi untuk mencari solusi yang terbaik. Kalau wacana itu berbenturan dengan keinginan masyarakat setempat, ya tolong dong dihargai apa keinginan dari warga Bali. Jangan ‘kanggoin dewe’, hargailah yang punya tempat. Nanti ada istilah mengkotakkan diri, karena di Bali ada umat Hindu, Nasrani, Budha dan lainnya, ini harus dijaga,” katanya. tim/net/ama
Agung Ngurah Adhiputra
27/02/2019 at 1:49 pm
Bali sudah terkenal sebagai daerah pariwisata Dunia dgn potensi Agama Hindu dan Budaya serta Adat Istiadatnya. Masalah wisata Halall…bagi masyarakat Bali itu tdk penting dan tidak ada signifikansi yg berarti/positif. Dunia sdh mengakui …siapa-pun datang ke Bali? Bebas dan tidak ada intervensi dan kita saling menghormati dan menerima pengaruh budaya luar dgn prinsip Akumulasi budaya.