PARIWISATA
Perbup Rumah Kos Dievaluasi, Tak Ada Lagi Istilah “Bule Ngekos”
Badung, JARRAKPOS.com – Upaya Pemkab Badung mengevaluasi Peraturan Bupati (Perbup) Badung Nomor 35 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Permohonan, Pendaftaran Kembali dan Penyesuaian Izin Pengelolaan Rumah Kos diapresiasi kalangan praktisi pariwisata. Upaya ini diharapkan, agar ke depan tidak ada lagi wisatawan yang menginap di kamar kos. “Kita juga melihat perlu penataan yang lebih lanjut terkait dengan kos-kosan ini. Karena memang kita melihat banyak hotel-hotel kita kehilangan okupansi dan mereka memanfaatkan kos-kosan sebagai alternatif akomodasi buat para wisatawan tersebut,” jelas Wakil Ketua Indonesia Hotel General Manager Assosiation (IHGMA) Bali, I Made Ramia Adnyana, SE. MM., di Badung, Kamis (31/10/2019).
Made Ramia mengaskan langkah maju telah diambil Pemkab Badung untuk menjawab pro kontra terkait penerapan Perbub Rumah Kos di masyarakat. Ini juga sebagai komitmen untuk menata kepariwisataan Bali agar benar-benar berkualitas sehingga tidak ada lagi kedepan ada wisatawan yang ingin berlibur di Bali malah menginap di kamar kos atau ada istilah “Bule Ngekos”. “Wisatawan itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 jelas bahwa mereka datang ke Bali dengan tujuan bersenang-senang dan mereka diharapkan tinggal di hotel yang sudah disiapkan. Jadi tidak tinggal di kos-kosan. Saya sebagai praktisi pariwisata tidak setuju mereka itu stay di kos-kosan, jadi mereka harus tinggal di hotel. Nah jadi menurut pendapat saya mungkin dengan alasan ini juga pas bahwa untuk sementara memang Perbup tentang kos-kosan ini sementara di tunda,” tegasnya.
Baca juga : Hantam Kromo Pajak Rumah Kos 10 Persen Matikan Usaha Masyarakat
Made Ramia juga berharap kedepan ada aturan yang jelas terkait rumah kos agar jangan sampai terkesan antara Perda dan Perbub tumpang tindih dalam implementasinya di lapangan. Pemerintah juga harus membedakan dengan jelas mana rumah kos yang diperuntukkan untuk warga lokal atau pekerja dan mana untuk wisatawan menengah keatas. Karena bagaimanapun juga ada kamar kos yang memikiki fasilitas seperti hotel dan wajib untuk dikenakan pajak sesuai Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel. “Aturan (Perbub, red) itu harus dimatangkan. Ya karena pemilik kos-kosan ini kebanyakan masyarakat lokal mereka biasanya diperuntukkan untuk para pendatang yang bekerja di Bali. Beda dengan para pengusaha yang ada melakukan usaha kos-kosan. Jadi mereka itu biasanya membangun kos-kosan yang elit. Nah kalau kos-kosan yang elit ini saya setuju diatur dengan tegas, karena kos-kosan tersebut ada yang nilainya Rp4-5 juta,” terangnya.
GM Hotel Sovereign Bali ini juga menegaskan kedepan harus ada aturan yang jelas untuk mengatur rumah kos. Pemerintah juga diharapkan jangan tutup mata bagi pelaku usaha kamar kos yang memiliki jumlah kamar puluhan hingga ratusan seperti jumlah kamar hotel, dan dibangun di banyak tempat. Pengaturan tata kelola terkait perizinan kamor kos kedepan juga harus jelas agar terdata dengan baik. Semua potensi pajak kedepan harus bisa diawasi dan didapatkan dengan baik. “Kita harus sudah buka mata sekarang ada pengusaha kamar kos. Jangan sampai mereka mencari keuntungan tapi membuat hotel yang sudah susah payah membangun citra pariwisata malah tidak kebagian wisatawan. Selain harganya yang dijual mahal dengan fasilitas sekelas hotel, mereka juga bangun tidak di satu titik jadi mereka bangun di beberapa area. Pengusaha kos-kosan ada yang punya kamar 300, sama dengan hotel. Jadi mungkin ini yang perlu di atur, tata kelolanya supaya pajak pemerintah juga tidak hilang,” tandasnya. eja/ama