DAERAH
“CGT” Jadi Bumerang, Kini Malah Tak Mampu Kelola Sampah Warga Badung
Badung, JARRAKPOS.com – “Kebakaran Jenggot” itulah istilah yang tepat diberikan bagi Pemerintah Kabupaten Badung dalam hal pengelolaan sampah. Menurut Ketua BPD LSM JARRAK Kabupaten Badung, I Gede Putu Sunarta, kondisi ini menjadi cambuk perih bagi daerah terkaya di Bali dan kedua di Indonesia ini , namun tidak mampu menyelesaikan persoalan sampah ditengah boomingnya seruan “CGT” (Cenik Gae To) di Bumi keris tersebut kini jadi bumerang. Menurutnya persoalan sampah semestinya sudah bisa diselesaikan sejak lama ditengah besarnya PAD Badung, kini justru terbalik Pemkab Badung melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan setempat malah membebankan pengolahan sampah di tingkat banjar.
“Mustinya bupati (I Nyoman Giri Prasta, red) dan dinas terkait dalam hal ini DKP yang Kadisnya Eka Merthawan mencari solusi, bukan melempar permasalahan ini ke bawah, kecamatan, kelurahan bahkan desa. Bagaimana caranya agar permasalahan sampah tidak berlarut-larus terutama di wilayah pariwisata karena sangat berdampak dengan kunjungan wisatawan,” ungkap Ketua BPD LSM Jarrak Kabupaten, Badung Gede Putu Sunarta, Senin (11/11/2019).
Baca juga : Pemkab Badung “Memongol”, Dua Truk Sampah Urug Kantor Desa Dalung
Putu Sunarta menerangkan, jauh hari sebelum permasalahan sampah menjadi momok nyata di Kabupaten Badung yang lebih memprihatinkan, diceritakan pihaknya sudah banyak menyampaikan saran dan usulan. Bahkan sampai ada investor asal Jakarta yang meminta bantuan agar bisa bertemu eksekutif dalam hal ini Bupati Badung dan Kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung untuk menawarkan strategi pengokahan dan pemamfaatan potensi sampah baik hotel, restauran maupun sampah di lingkungan masyarakat. Namun sayang seakan jadi hisapan jempol, bahkan hingga saat ini sedikitpun tidak terlihat keinginan untuk mengatensi langkah maju tersebut.
“Jauh sebelumnya, kita di LSM Jarrak sangat peduli dengan sampah sampai-sampai kita mendatangkan ahli sampah dari Jakarta dan menghadap langsung sama Pak Bupati, Pak Giri dalam hal ini melempar permasalahan ini ke Kadis Pak Eka. Entah apa yang merasuki Pak Eka akhirnya ahli sampah dari Jakarya belum bisa kerjasama dengan Pemkab Badung,” terangnya.
Baca juga : Zona TPS dan TPA Tak Jelas, Badung Tahun 2020 Darurat Sampah
Akibatnya, apa yang ditakutkan benar-benar terjadi ketika Badung harus berbenah untuk mengelola dan menyiapkan tempat pembuangan sampah sendiri. Bahkan TPS di Kelurahan Tuban sebagai tempat penitipan sementara tidak mampu menampung lagi dan TPS tersebut secara permanen akan ditutup. Selanjutnya alokasi dua tanah aset Pemprov Bali yang berada di Desa Ungasan dan Kelurahan Jimbaran yang rencananya bisa dijadikan pembuangan sampah skala sedang juga ditolak warga dengan alasan jalan yang sempit serta permasalahan lanjutan setelahnya.
Secara kajian para pelaku pariwisata sejak awal adanya batas akhir Pemkab Badung dilarang membuang sampah di TPA Suwung juga menegaskan bahwa Badung selatan akan sangat dirugikan bila ada tempat pembuangan sampah baru karena sudah menjadi destinasi dan pintu gerbang utama bagi Wisman. Tentu saja untuk jangka panjang bila seluruh daerah di Badung membuang sampah mengarah ke Badung selatan tidak hanya masalah sampah saja yang akan menjadi masalah baru yang lebih rumit dan mengerikan namun juga akan meningkatkan potensi kemacetan.
Baca juga : Pemerintah Panik, Industri Dituding Jadi Momok Timbulan Sampah Plastik
“Nah sekarang timbul hal yang sangat memalukan di Kabupaten Badung, kabupaten kedua paling kaya se-Indonesia belum bisa mengolah sampah sehingga jadi polemik di masyarakat. Saran saya ciptakan masing-masing desa/kelurahan sistem pengolahan sampah. Cohtohnya Desa Mengwi sudah memiliki pengolahan sampah yang cara kerjanya cukup lumayan dan bisa menampung sampah sampai empat truk perhari dan membuka lapangan pekerjaan. Ini semestinya jadi potensi tinggal dipoles dengan sistem dan teknologi pengolahan sampah modern yang ada saat ini,” jelasnya lanjut mengkritisi di saat seperti ini wakil rakyat yang duduk di Sempidi tetap sibuk plesiran menghabiskan uang rakyat dan tidak berfikir solusi untuk penanganan sampah. tim/ama