HUKUM
Teller BPR di Ubud Dituntut Rp10 Miliar dan 7 Tahun Penjara
Gianyar, JARRAKPOS.com – Sidang kasus teller PT BPR Suryajaya Ubud dengan terdakwa NWPLD terus bergulir, kali ini persidangan telah memasuki agenda tuntutan hukum dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gianyar, Kamis (30/4/2020). Dalam sidang tuntutan hukum dari JPU tetsebut, terdakwa dituntut 7 tahun penjara. Atas tuntutan dari JPU tersebut, kuasa hukum terdakwa dari Gendo Law Office keberatan dan menilai tuntutan tersebut tidak manusiawi. Dalam tuntutan JPU, terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama 7 tahun. Selain pidana penjara, terdakwa juga diancam denda sebesar Rp10 miliar subsider selama 6 bulan kurungan.
Kuasa Hukum Terdakwa, I Wayan Adi Sumiarta, Jumat (1/5/2020) mengatakan, pihaknya keberatan dengan semua tuntutan dari JPU. Sebab menurut dia, tidak satupun alat bukti yang membuktikan kliennya melakukan tindakan-tindakan kejahatan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Perbankan Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pada persidangan-persidangan sebelumnya banyak fakta-fakta yang diabaikan oleh JPU. Seperti dalam persidangan sebelumnya pihak BPR. Suryajaya Ubud menggunakan alat bukti simulasi sebagai alat bukti dalam persidangan. “Fakta persidangan diabaikan”, ujarnya.
Adi menjelaskan bahwa pada dakwaan kliennya dituduh melakukan perbuatan yang merugikan BPR Suryajaya Ubud sebesar Rp 7 miliar sesuai dengan laporan Satuan Pengawas Internal (SPI) BPR. Suryajaya Ubud. Namun saat persidangan, justru saksi-saksi, seperti Direktur Utama, Kepala Bagian Operasional dan Direktur Operasional dan Bisnis BPR. Suryajya Ubud yang diajukan oleh JPU, menerangkan bahwa kerugian BPR adalah Rp 5 miliar sebagaimana yang ada pada alat bukti laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara.
Hal tersebut, kata dia merupakan fakta bahwa tuntutan JPU tidak manusiawi karena tidak ada bukti yang kuat menunjukkan kliennya melakukan kejahatan sebagaimana yang ada di surat tuntutan, termasuk jumlah kerugian yang tidak sesuai antara yang diklaim perusahaan dengan laporan dari OJK. “Tuntutan JPU tidak manusiawi,” tandasnya. Atas hal tersebut, Adi Sumiarta selaku kuasa hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan terhadap kliennya. “kami akan siapkan pledoi untuk membela hak dan kepentingan Terdakwa,” ujarnya. Sidang dengan agenda pembelaan dari terdakwa (Pledoi), akan dilanjutkan pada elasa, 3 Mei 2020. tur/ama