EKONOMI
Pengusaha Bali Menjerit, Restrukturisasi Kredit Ternyata Malah Mencekik
Denpasar, JARRAKPOS.com – Presiden Joko Widodo telah mengumumkan adanya keringanan kredit bagi masyarakat yang perekonomiannya terdampak pandemi Covid-19 atau Corona, ternyata tidak sepenuhnya menjadi angin segar bagi semua dunia usaha yang memiliki beban hutang. Harapan mendapatkan restrukturisasi kredit sesuai kondisi atau kemampuan usaha membayar, justru diputuskan dengan kebijakan dari bank masing-masing. Kondisi ini membuat pengusaha tetap menjerit, dan menilai restrukturisasi kredit yang diberikan pihak bank ternyata malah mencekik.
Keluhan tersebut seperti yang disampaikan salah satu pengusaha terkenal di Bali, Ir. Hendra Dinata, M.Th., yang mengungkapkan, kondisi perekonomian saat ini membuat banyak sektor usaha melemah bahkan terhenti. Terlebih untuk beberapa sektor perdagangan, khususnya di sektor properti yang kini kembali terlihat mati suri. Diungkapkan, saat meminta restrukturisasi kredit justru kajian kemampuan membayar dari debitur ditentukan pihak Bank.
“Pemerintah memberikan toleransi selama satu tahun. Seharusnya diterapkan itu tidak bayar bunga dan tidak bayar pokok. Bagi mereka yang mau bayar kan bagus, tapi mereka yang mengajukan tidak bayar bunga dan pokok itu mestinya disetujui dong. Yang mengajukan bayar bunga disetujui, jadi tergantung permintaan bukan penilaian sepihak,” ujar pengusaha yang juga desainer properti yang akrab disapa Sinyo itu.
Ditegaskan, bagi pengusaha yang punya uang tidak mungkin menunda membayar utang. Namun bila pengusaha diberikan kelonggaran kredit namun masih diluar kemampuan membayar justru tetap membuat pengusaha kesulitan. Mestinya kelonggaran harus sepenuhnya dirasakan pengusaha karena memiliki banyak tanggungan tenaga kerja. Disisi sebaliknya, bagi pengusaha yang mampu membayar kredit juga harus diberikan insentif hingga berupa keringanan bunga.
“Jadi orang yang tidak mampu disuruh bayar kan lengeh (mabuk, red) dia. Coba sekarang kalau sudah pemerintah memberikan itu, jalan kan itu. Pemerintah menstimulus membantu, yang menunda diberikan 6 bulan plus 6 bulan bunga tetap. Tapi yang mau bayar turunkan bunganya orang pasti mau bayar. Jadi peluangnya adil, bukan penilaian dari bank semua pusing kita. Ketimbang sekarang banyak PHK, pemerintah harus subsidi uang banyak. Lebih baik kita juga diperhatikan dengan baik, agar setelah Covid ekonomi cepat menggeliat,” sarannya ke pemerintah.
Terkait dengan OJK telah mengeluarkan kebijakan pemberian stimulus bagi industri jasa keuangan (IJK) untuk industri perbankan dan lembaga jasa keuangan non bank, harus kembali dikaji agar harapan pemerintah khususnya kalangan pengusaha bisa terpayungi dengan baik. Jangan sampai kesulitan membayar hutang bagi pengusaha justru menambah daftar tenaga kerja yang dirumahkan atau PHK. Tentunya jika kondisi ini terjadi dan terus meningkat malah beban pemerintah akan menjadi lebih berat karena dampak sosial menanggung masyarakat terdampak Covid-19.
“Ketegasan saat ini membuat pengusaha jadi repot. Kita menunda bukan tidak mau bayar, justru pemerintah memberi bantuan kepada pengusaha karena kita bukan musuh. Pengusaha juga rakyat yang banyak menghidupi masyarakat atau pekerja. Pengusaha bertahan untuk hidup saja dulu, karena tidak ada aset atau barang yang bisa dijual. Terlebih di properti yang stagnan dan ditambah Corona. Termasuk beberapa usaha dagang 90 persen tidak ada hasil,” ungkapnya menjelaskan situasi beberapa pengusaha. eja/ama