PARIWISATA
Partisipasi Krama Lokal Rendah, Pariwisata Bali Makin Tergilas
DENPASAR, JARRAK POS – Bali sering bahkan selalu mendapat predikat the Best Tourist Destination in the World tentu karena memiliki keunikan budaya yang adiluhung yang bersumber dari nilai-nilai luhur agama Hindu didukung keindahan alam dan keramahtamahan penduduknya. Bali mendapat kunjungan wisatawan mancanegara sekitar 40 persen dari total kunjungan Wiswan ke Indonesia, dan meyumbang pendapatan nasional hampir mencapai 50 percen. “Namun gemerincing dolar di Pulau Dewata ini belum bisa dinikmati secara merata oleh masyarakat lokal Bali. Hal ini terlihat dari nilai Gini Ratio masih diatas 0,3 persen,” ungkap Ketua ICPI (Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia) Wilayah Bali I Putu Anom di Denpasar, Selasa (20/3/2018).
Pariwisata Bali masih terkosentrasi di Bali Selatan khususnya di Kabupaten Badung, dengan jumlah kamar hotel sekitar 80 percen dari total jumlah kamar hotel di Bali. Kondisi ini membuat Badung memperoleh PHR (Pajak Hotel & Restauran) tertinggi dan disikapi kebijakan Pemda Badung untuk merealisasikan sharing pendapatan PHR tersebut ke-6 kabupaten di Bali yang meliputi Kabupaten Tabanan, Jemberana, Buleleng, Bangli, Klungkung dan Kabupaten Karangasem. Sayangnya akibat partisipasi krama atau masyarakat lokal rendah, justru bisa menggilas masyarakat Bali.
Selain itu, Industri Pariwisata di Bali lebih banyak dimiliki investor luar, sehingga dengan sendirinya pendapatan tersebut tidak banyak dinikmati masyarakat lokal Bali. Kendatipun ada hanya sebatas sebagai karyawan, sehingga semakin melemahkan daya saing pengusaha lokal dalam persaingan bisnis pariwisata. Melihat kondisi ini diperlukan kebijakan dari pemerintah daerah untuk meningkatkan keberpihakan kepada pengusaha dan masyarakat lokal sebagai pendukung budaya Bali. “Sekarang saja industri kerajinan masyarakat Bali semakin meredup dan hampir mati suri kalah bersaing. Hal ini perlu menggiatkan UMKM yang dimiliki masyarakat lokal Bali, agar bisa kembali menggeliat bangkit seperti masa jayanya di tahun 80-an,” paparnya.
Akademisi dan mantan Dekan Fakultas Pariwisata Unud ini menambahkan, obyek-objek wisata sebaiknya lebih banyak melibatkan peran masyarakat lokal untuk pengelolaannya. Termasuk didalamnya untuk terus mendorong berkembangnya penginapan skala kecil yang dimiliki masyarakat lokal di desa-desa wisata. “Kondisi ini bertujuan agar jangan sampai investor besar masuk ke desa wisata, namun para investor diharapkan menjadi bapak angkat yang mampu membina pengusaha lokal termasuk didalamnya ikut serta memasarkan usaha lokal,” katanya.
Sementara itu, para seniman Bali juga harus diberdayakan agar mendapat prioritas pentas dan ditonton wisatawan diimbangi pendapatan atau gaji sesuai standar. Percepatan pembangunan infrastruktur menuju Bali Utara, Timur dan Barat juga harus segera diwujudkan. Begitu pula pengembangan fasilitas obyek wisata dengan keunikan dalam mendorong diversifikasi produk agar tidak monoton dan sama dengan apa yang disajikan di Bali Selatan, dengan catatan tidak menyimpang dari ikon pariwisata Budaya Bali. “Perlu juga dibarengi peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat lokal Bali, agar mampu bersaing di era global, tanpa meninggalkan jati diri sebagai orang Bali,” paparnya. eja/ama
You must be logged in to post a comment Login