POLITIK
Coblos “Kotak Kosong” itu Sah, Jika Menang Ditunjuk Penjabat Bupati Punya Kualitas dan Kompetensi Memadai
Badung, JARRAKPOS.com – Pilkada Badung sudah melakukan pengundian yang dilakukan oleh KPU Badung dan menerapkan pasangan petahana I Nyoman Giri Prasta dan I Ketut Suiasa (Giri-Asa) menempati posisi kanan dalam surat suara. Sedangkan kolom kosong yang biasa dikenal “kotak kosong” atau “KoKo” ada di posisi kiri. Pasangan calon tunggal yang pertama kalinya di Badung, bahkan di Bali tersebut diusung oleh tiga partai papan atas, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar dan Partai Demokrat.
Hal ini menarik, sehingga menjadi perbincangan di masyarakat jika kotak kosong menang. Namun ketika pasangan calon ini bisa tumbang, terus siapakah yang memimpin Kabupaten Badung hingga Pilkada serentak berikutnya yang direncanakan pada April 2024? “Ini cukup menarik bagi saya di era keterbukaan politik saat ini meskipun bukan hal yang pertama di Indonesia kotak kosong adalah sah secara konstitusi, sehingga perlu adanya sosialisasi,” ungkap pengamat hukum yang juga lawyer kondang asal Bali I Kadek Agus Mulyawan, SH., MH., dihubungi Rabu (2/12/2020).
Menurutnya, hal itu terjadi bisa karena krisis kader akibat kegagalan Parpol dalam kaderisasi. Atau kemungkinan lain, akibat mahar politik menjadi syarat mendapatkan dukungan parpol. “Perlu juga diketahui, jika kemenangan kotak kosong akan menjadi hukuman atas kegagalan Parpol. Karena masyarakat yang memilih atau mencoblos kotak kosong adalah merupakan pilihan legal yang diatur undang-undang,” beber Agus seraya menjelaskan, jika kotak kosong akhirnya menang, maka kepemimpinan tentunya akan terjadi kekosongan kepemimpinan. Untuk itu secara konstitusional akan ditunjuk pelaksana tugas (Plt) atau penjabat kepala daerah hingga periode pemilihan serentak berikutnya.
“Nantinya yang menjalankan roda pemerintahan adalah pelaksana tugas dan bagi saya ini adalah bentuk hukuman parpol secara politik, karena semakin kelihatan kedaulatan yang sejati dipegang oleh rakyat bukan elite politik. Sisi lain kan bisa saja penjabat bupati yang ditunjuk nanti sosok dari birokrasi yang pemimpin punya kualitas, serta kompetensi yang memadai. Tentu hal ini sesuatu yang tidak bisa juga kita ingkari. Nah kembali kepada kepercayaan masyarakat nantinya memilih kotak kosong adalah bagian dari hak berdemokrasi,” tegasnya.
Agus juga menegaskan, inilah saatnya agar semua masyarakat lebih jeli dalam memilih pemimpinnya. Apakah mereka yang dipilih benar-benar berkualitas dan mampu membangun daerahnya? “Harusnya di era keterbukaan sekarang masyarakat lebih tahu siapa pemimpinnya yang pantas untuk dipilih. Karena itu bagian dari wujud kedaulatan rakyat,” tutupnya. ama/ksm