GALUNGAN DAN KUNINGAN DI BULAN SUCI RHAMADAN: MOMEN MEMBANGUN HARMONI SOSIAL

Om Swastyastu. Salam kebajikan.

Indonesia penduduknya sangat beragam atas dasar etnisitas dan kebudayaan. Ada ratusan suku bangsa dengan ratusan bahasa yang setiapnya, menjunjung tinggi sebuah kebudayaan yang diayomi pemerintah.

Para pemeluk agama yang juga beragam: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khonghutsu dan kepercayaan lainnya diberikan kebebasan dalam melaksanakan ibadahnya dan dijaga keamanannya oleh pemerintah.

Tidak terkecuali, penduduk yang menganut Agama Hindu, yang jumlahnya di Indonesi sekitar 5 juta Jiwa (di dunia 1,2 juta jiwa) juga diberi keleluasaan dalam melaksanakan ibadah.

Salah satu tradisi ibadah keagamaan Hindu adalah Hari Suci Galungan dan Kuningan yang merupakan satu rangkian berdurasi sekitar 48 hari.

Umat Hindu di seluruh Indonesia, khususnya yang menganut tradisi Hindu Bali, melaksanakan Galungan dan Kuningan dengan suka cita yang ditandai dengan memasang Penjor di depan rumahnya.

Tidak ada hari suci Hindu yang semeriah Galungan dan Kuningan. Curahan kegembiraan bukan saja dirasakan oleh anak anak karena banyaknya penganan berupa kue dan makanan, tetapi juga dirasakan oleh remaja putra-putra (bazar wantilan), dewasa dan orang tua.

Galungan dan Kuningan disamping berupa kegiatan ibadah juga sebuah momen simakrama (silaturahim) yang sangat bagus membangun harmoni.

Bukan saja diantara pemeluk Hindu tetapi juga pemeluk lainnya dalam lingkungan tempat tinggal. Kegiatan ini digerakkan pemerintah dengan kegiatan Tri Kerunan Antar Umat Beragama.

Yang tujuannya menjaga harmonis sosial dalam upaya membangun NKRI.

Galungan dan Kuningan pada pase I (dalam setahun kalender 2 kali) bertepan dengan bulan Suci Rhamadan. Bulan yang penuh rahmat bagi saudara kita pemeluk Agama islam.

Mengawali Galungan pada tanggal 14 April di pagi subuh sementara menyiapkan upakara untuk persembahyangan bersama di Pura, terdengar sayup sayup lantunan “Sahur…Sahur…Sahur” di semua penjuru, kemudian dilanjutkan dengan Adzan Subuh.

Ketika keluar rumah untuk menuju Pura, di sepanjang jalan yang dilalui anak anak bergerombol dan bersendagurau berjalan santai.

Sungguh pemandangan yang indah, setidaknya di Kota tempat tinggal kami.

Keadaan sehari hari juga demikian, ketika kami mempersiapkan Puja Brahma Muhurta terdengar sayup sayup lantunan Adzan yang membuat terasa suasana kebatinan yang lembut, sebuah harmoni pagi yang bernuansa religius spiritualis.

Sebuah rasa yang mendamaikan dan menyenjukkan. Tentu saja sepanjang Galungan dan Kuningan yang keduanya berjarak 10 hari, masih dalam suasana bulan Rhamadan.

Momen yang bagus untuk saling membangun rasa hormat, membangun kemartabatan masing masing, menghargai untuk mencapai harmoni masyarakat di dalam negara yang menjadikan Panca Sila sebagai falsafah kehidupan sehari hari dalam berbangsa dan bernegara.

KONSEPSI DASAR MEMBANGUN HARMONI

Dalam ajaran Islam (dijelaskan oleh seorang sahabat KH, sama sama bikrokrat pada masa aktif) secara garis besar ada tiga katedori ajaran, yaitu:

(1) Hablum Minallah, tentang hubungan mahluk dengan Allah;

(2) Hablum Minannas, tentang hubungan baik antar manusia dengan manusia lainnya; dan

(3) Hablum Minal Alam, tentang hubungan dengan alam sekitar.

Penjelasan mengenai konsepsi tiga ajaran Islam ini dapat juga dilihat pada media digital. Konsepsi ini identik dengan ajaran Tri Hita Karana dalam Agama Hindu, yang terdiri atas 3 konsepsi hubungan harmonis, yaitu:

(1) Parahyangan, hubungan yang baik dengan Tuhan (Hyang Paramakawi);

(2) Pawongan, hubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya; dan

(3) Palemahan hubungan yang baik dengan alam sekitarnya.

Namun demikian tentu saja pemeluk agama yang satu dengan lainnya yang berbeda tidak boleh mencampuri ibadah mereka masing masing dan wajib memberikan kesempatan yang seluas luasnya (di Bali, pecalang-polisi tradsional ikut menjaga Idul Fitri).

Dalam membangun harmoni sosial umat Hindu juga dilengkapi dengan berbagai konsepsi ajaran yang dilaksanakan setiap hari.

Misalnya: Vasudewa Kuthumbakam, Tat Twam Asi, Ahimsa, Tri Paraartha dan lainnya serta 5 tingkatan cinta kasih yang melandasi hubungan baik mulai dari manusia sampai kepada Tuhan (kama, shringara, maitri, bhakti, atmaprema).

Yang seluruhnya mengajarkan agar umat manusia menjaga harmoni sosial antar sesama.

Sungguhlah beruntung hidup di Negara Indonesia yang memberikan kesempatan setiap warga negara yang memeluk sebuah agama saling melakukan hubungan yang baik dan telah terbangun sejak zaman dahulu.

Warisan leluhur ini tentu saja patut dilestarikan di tengah gerusan dinamika perkembangan TIK yang semakin maju.

Media digital telah memberikan ruang yang luas untuk menyebarkan berbagai informasi, termasuk upaya upaya membangun harmoni dalam kerangka Tri Kerukanan Umat Beragama.

PENUTUP

Semoga momen Galungan dan Kuningan yang berkenaan dengan Bulan Suci Ramadhan bulan yang penuh berkah dapat menjadi ajang silaturahim/simakrama untuk membangun hubungan yang semakin baik.

Suatu saat dalam perhitungan kosmologi, kemungkinan Perayaan Nyepi dan Idul Fitri berada dalam rentang yang saling berdekatan, seperti pernah terjadi di masa lalu.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia dan damai.
Om santih santih santih Om,

Penulis : I Ketut Puspa Adnyana
Editor : kurnia