EKONOMI
Organda Bali Tolak Anggaran Trans Sarbagita Jadi Cold Storage
Foto : Ketua DPD Organda Bali, Ketut Eddy Dharma Putra.
[socialpoll id=”2499781″]
Denpasar, JARRAKPOS.com – Ketua DPD Organda Bali, Ketut Eddy Dharma Putra tidak setuju dan menolak bila anggaran Trans Sarbagita dialihkan untuk cold storage (ruang pendingin, red) untuk menampung produksi hasil pertanian saat panen raya, alasannya kebutuhan Trans Sarbagita sudah menjadi bagian dari urat nadi bagi perekonomian dan aktivitas masyarakat di Bali. Menurutnya peningkatan kualitas layanan Trans Sarbagita sudah menjadi kebutuhan, sementara cold storege juga menjadi kebutuhan mendesak namun tidak harus diwujudkan dengan memangkas anggaran sektor lain yang sudah menjadi harapan masyarakat Bali dalam memerangi kemacetan dan tersedianya angkutan publik yang berkualitas. “Ide dari Ketua Komisi III Pak Nengah Tamba yang menyatakan cold storage itu diperlukan memang bagus, bagaimanapun juga potensi untuk mengawetkan buah-buahan dan sayur-mayur agar jangan cepat busuk. Namun juga harus difikirkan bahwa transportasi ini juga memegang peranan penting sekali, dan sudah merupakan urat nadi dari perekonomian. Kalau umpamanya transportasi itu tidak ada terus terjadi angkutan pribadi akhirnya yang menonjol pasti akan terjadi kemacetan di segala lini,” ungkap Ketut Eddy di Denpasar, Sabtu (5/5/2018).
Adanya anggapan keberadaan Trans Sarbagita mubazir karena telah menghabiskan anggaran Rp.13 miliar untuk tahun anggaran 2018 dan di tahun-tahun sebelumnya Rp.17 miliar justru harus menjadi evaluasi sejauh mana Trans Sarbagita sudah mampu menjawab kebutuhan transportasi publik yang menjadi impian masyarakat untuk dapat dinikmati sekaligus memecahkan masalah kemacetan. Perlu difikirkan lebih jauh bahwa Bali sebagai destinasi pariwisata, sehingga jika terjadi kemacetan maka bisa dibayangkan berapa banyak wisatawan akan mengurungkan niatnya untuk berkunjung. Tentunya keluhan akan tertuju pada kondisi jalan yang macet sehingga waktu yang semestinya dinikmati di objek wisata malah habis dalam perjalanan. Inilah yang menjadi dasar eksistensi Trans Sarbagita menjadi persoalan yang penting untuk terus ditingkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya, utama dari sisi tersedianya konekting trayek sebagai penyebab angkutan umum sebelumnya ditinggalkan masyarakat penggina jasa angkutan umum. “Tentunya pola pikir kita semestinya kalau kita berbicara sosial untuk umum kita tidak bisa berfikir untung atau rugi, itu satu. Kedua kita mesti melihat akar permasalahan dari Trans Sarbagita kenapa belum diminati masyarakat pemakai jasa, karena dinilai belum ada konekting trayek dari awal munculnya sarbagita. Angkutan umum kita ditinggalkan masyarakat pemakai jasa karena masalah itu,” tegasnya.
Hadirnya Trans Sarbagita sedikit tidaknya sudah mampu menjawab tersedianya jasa angkutan umum berkualitas, sekaligus menjawab dari sisi mahalnya tarif angkutan. Waktu keberangkatan juga sudah jelas hanya kini dihadapkan pada permasalahan belum tersedianya konekting trayek. Sehingga adanya anggapan Trans Sarbagita mubazir mestinya harus menjadi gayung bersambut untuk segera dicarikan solusi dengan membangun konekting trayek dari utama menuju trayek cabang hingga menuju traywk ranting, begitu pula sebaliknya. Inilah yang menjadi ganjalan karena tujuan membangun sistem transportasi bekum terbangun dengan baik, trayek oengumpan masih belum mampu menjawab seluruh kebutuhan masyarakat dan terkesan trayek utama berdiri sendiri dalam melayani masyarakat. Inilah yang menjadi kunci dari seluruh keluhan masyarakat yang semestinya dicarikan solusi untuk menghadirkan angkutan umum yang berkualitas di Bali. “Permasalahannya sekarang ini target Trans Sarbagita belum terlealisasi dengan baik sehingga trayek utama dari awal hingga akhir hanya menbawa masyarakat pengguna jasa rutin yang telah benar-benar menikmati fasilitas angkutan umum ini sehingga belum ada suplay dari trayek-trayek pengumpan. Nah ini titik-titik permasalahannya sehingga menjadi penyebab kurangnya minat dari pemakai jasa Trans Sarbagita. Semestinya Sarbagita mau menjawab dengan cara mensubsidi tarif, kedua interval waktu 15 menit sudah jelas, konekting trayeknya juga ada, angkutan trayek utama, trayek cabang dan ranting harus ada,” paparnya.
Melihat mulai munculnya polemik Trans Sarbagita dengan anggapan tidak optimal melayani masyarakat karena lemahnya tingkat pelayanan yang diberikan akibat tidak tersedianya sistem angkutan yang mendukung eksistensi Trans Sarbagita, menjadi moment yang baik bagi Pemerintah Provinsi Bali untuk melakukan evaluasi dan duduk bersama dengan pemerintah kabupaten/ kota dalam upaya menata kembali tersedianya jaringan trayek. Pengembangan 17 karidor Trans Sarbagita tentunya membutuhkan dukungan trayek pengumpan, seperti halnya trayek GWK menuju GOR Ngurah Rai dimana setelah sampai di ujung trayek masyarakat malah harus berjalan kaki menuju Terminal Kreneng. Hal- hal inilah yang semestinya disadari oleh seluruh kalangan utamanya oleh para wakil rakyat yang duduk di DPR agar mampu memberikan pemikiran dan evaluasi kenapa eksistensi Trans Sarbagita yang sudah berjalan cukup lama dinilai gagal dalam melayani kebutuhan transportasi publik sesuai harapan. “Sekarang tentunya diperlukan trayek pengumpan, nah ini diperlukan duduk bersama. Di halte-halte semestinya dia turun kebingungan dimana ada konektingnya lagi. Ini yang dinilai kurang dan semestinya dievaluasi kenaoa Trans Sarbagita kurang diminiti. Semestinya trayek utama menyuplai penumpang di cabang, cabang menyuplia kepada ranting, begitupun sebaliknya saling suplay menguatkan eksistensi transportasi publik,” tegasnya. Seraya menambahkan bila ada upaya memotong anggaran Trans Sarbagita justru dinilai akan melemahkan tujuan utama dibangunnya sistem transporyasi publik ini. Untuk itu Trans Sarbagita harus terus dioptimalkan menjawab harapan masyarakat, dan Bali harus bercermin dari Jakarta yang kini menggebu-gebu membangun angkutan massal yang memiliki konektifitas, bukan malah kembali membiarkan angkutan roda dua atau roda empat mengambil alih peran Trans Sarbagita dan mempercepat Bali terlihat lebih macet. eja/ama
You must be logged in to post a comment Login