DAERAH
Hukum Diskriminatif, PADMA Indonesia Berikan Respon Tegas Kasus Roshni Sadhwani
NTT-Jarrakpos.com| Aksi global dalam rangka memperingati Hari Anti Kererasan Terhadap Perempuan Internasional terus bergema. Selama 16 hari, setiap tahun sejak 25 November hingga 10 Desember, banyak negara melakukan beberapa kegiatan, misalnya melakukan kampanye global yang mempromosikan penghormatan terhadap perempuan.
Pada 7 Februari 2000, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 54/134 yang secara resmi menetapkan 25 November sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional. Sejak saat itu, tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional tiap tahunnya.
Situs resmi PBB menyatakan kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling banyak dilakukan saat ini. Sekitar 1 dari 3 perempuan pernah mengalami kekerasan fisik dalam hidup mereka, biasanya hal tersebut dilakukan oleh pasangan mereka.
Di dalam negeri, Komnas Perempuan mencatat telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode Januari-Juli 2021. Angka itu melampaui catatan 2020 yang tercatat 2.400 kasus.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyebut kasus kekerasan terhadap perempuan kembali mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19. Hanya dalam enam bulan pada 2021, kasus sudah melebihi total kasus tahun sebelumnya. Padahal , total kasus pada 2020 tersebut meningkat hingga 68 persen dibanding 2019. Sejak 2009, Komnas Perempuan sudah mengajukan perbaikan hukum dan kebijakan yang diskriminatif tersebut, namun tidak kunjung menemukan titik terang.
Kebijakan yang dinilai diskriminatif tersebut bahkan meningkat dari 154 kebijakan di 2007 menjadi 400-an kebijakan di 2021. Lebih lanjut,proses penanganannya itu yang sangat berlarut-larut.
Sudah 12 tahun isu kebijakan diskriminatif sebetulnya menggerogoti demokrasi kita dan juga integritas hukum nasional. Di sinilah komitmen politik yang tegas dari para pemangku kebijakan untuk menghapus faktor penyebab kerentanan perempuan pada kekerasan maupun diskriminasi yang bersifat struktural ini. Kini dan di sini, di saat perayaan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Internasional, kita masih menyaksikan perlakuan hukum yang diskriminatif terhadap Roshni Lachiram Parvani Sadhwani.
Korban dugaan Tindakan Kekerasan Rumah Tangga yang dilakukan oleh pasangan/suaminya, Prithvi Suresh Vaswani.
Penegakan hukum yang berlarut-larut atas kasus dugaan KDRT dan perlakuan hukum yang diskriminatif serta pemisahan/ deportasi tersebut mengakhibatkan Korban dugaan KDRT mengalami tekanan-tekanan psikologis yang berat dan berdampak pada pengasuhan tumbuh kembang anak-anak di bawah umur.
Pada sisi lain, Perlakuan hukum yang diskriminatif terhadap perempuan khususnya terhadap Roshni Lachiram Parvani Sadhwani terus menjadi hambatan untuk mencapai kesetaraan, pembangunan, perdamaian serta pemenuhan hak asasi perempuan.
Merespon hal ini, Lembaga Hukum dan HAM PADMA Indonesia melalui Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa menyatakan sikap dengan tegas yang tertuang dalam beberapa poin, sebagai berikut:
Pertama : Memberikan perlindungan Hukum kepada Ibu Roshni Lachiram Parvani Sadhwani.
Kedua : Memohon agar Penggantian Sponsor Penerbitan KITAP Baru dapat dilaksanakan di Jakarta atau jika harus ke luar nenegeri sementara, maka kedua Orang anak tersebut diasuh oleh Ibu Gulu Hiro Sadhwani (Ibu Kandung dari Ibu Roshni)
“Ketiga : Memohon agar dalam proses penggantian Sponsor supaya ibu Roshni tidak dipisahkan dengan kedua Anaknya yang masih kecil ( di bawah umur), dan
masih sangat memerlukan kasih saying serta pengasuhan dari ibu Roshni,” tegas Gabriel, (3/12/2021). (Mar/jp/*).
You must be logged in to post a comment Login