HUKUM
Mobil Parkir di Badan Jalan, Warga Perumahan Batubara Ancam Lapor ke Polsek Sukawati
Denpasar, JARRAKPOS.com – Hidup bermasyarakat dan bertetangga tidak akan bisa lepas dengan segala permasalahannya. Salah satunya adalah soal parkir kendaraan di jalan kompleks perumahan dan bukan di garasi mobil. Hal itu juga dirasakan oleh I Wayan Eka Juniawan sebagai salah satu warga Perumahan Batubara di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Lewat pesan WhatsAppnya, Wayan Eka menuturkan masalah parkir di badan jalan perumahan tersebut kadang membuat hidup bertetangga tidak harmonis. “Sebab, kendaraan tersebut bisa membuat mobil kita susah lewat saat keluar rumah dan ketidaknyamanan lainnya. Apalagi itu lokasinya dekat tikungan perumahan,” ungkapnya kepada awak media, Sabtu (7/5/2022).
Terjadi permasalahan parkir di perumahan tersebut memang sudah sempat ditegur langsung kepada pemilik mobil. Namun sayangnya ketika ditegur malah diberikan perlakuan agak kasar dan seolah-olah ingin menantang. Bahkan, kepala lingkungan, kadus dan Babinsa juga sudah sempat menengahi dan mendamaikan. “Namun hari ini diulang kembali (Sabtu, red). Kemarin saya negur. Malah ditantang berkelahi,” sesalnya. Karena itulah, sesuai arahan Babinsa, Wayan Eka yang lahir di Banjar Kebon Kaja, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Bangli, mengancam akan segera melaporkan kasus ini ke pihak Polsek Sukawati agar segera mendapat penanganan serius. “Apakah saya bisa tuntut tetangga yang parki mobil di badan jalan perumahan? Sesuai arahan Babin saya sedang buat laporan di Polsek Sukawati. Tapi saya berharap nanti laporan saya segera ditindaklanjuti,” tegasnya.
Yan Eka sapaan akrabnya itu, berharap ke depan tetangganya tidak lagi memarkir mobil di badan jalan perumahan. “Parkirnya kan memakai badan jalan. Kebetulan di lokasi tersebut berada ditikungan sehingga agak sulit akses mobil lain yang ingin lewat. Bahkan beberapa kali mobil saya tergores di tembok kerena harus menghindari mobil tersebut,” sebut Yan Eka, seraya menegaskan apa jadinya kalau semua pemilik mobil di perumahan tetap bersikukuh parkir di depan rumah masing-masing, karena merasa berhak? “Tentu kendaraan lain tidak akan bisa lewat jalan perumahan kami. Apakah orang-orang seperti ini, kalau tidak bisa diajak bermusyawarah bisa dituntut secara hukum? Adakah undang-undangnya bagi penghuni perumahan yang tidak mau parkir di garasenya sendiri?,” sentilnya.
Sayangnya curhatan Yan Eka, belum bisa dikonfirmasi kepada pemilik mobil yang diduga meresahkan tetangganya, karena memakai badan jalan perumahan sebagai tempat parkir. Namun, ketika membahas terkait hak atas tanah, menurut Pengamat dan Pakar Hukum, Wayan Pasek Sukayasa, ST.SH., menegaskan ada aturan pokok yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 UUPA. “Pasal ini mengartikan bahwa tanah yang ada di Republik Indonesia sekalipun terdapat hak atas tanah berupa hak milik atau hak atas tanah yang lainnya tidak serta merta dapat dipergunakan sesuka hati,” tegas Lawyer senior yang juga Wakil Ketua Bidang Hukum dan Organisasi PHDI Provinsi Bali itu.
Sebab ketika kepentingan umum membutuhkan hal tersebut, maka negara melalui regulasinya dan aparat penegak hukum dapat memaksa Individu (orang perseorangan) dan Badan Hukum untuk merelakan tanah tersebut sesuai yang diatur dalam peraturan perundang – undangan. Jika tanah yang terdapat hak atas tanah saja dapat dilepaskan paksa pada pemiliknya oleh negara dengan alasan fungsi sosial (kepentingan umum), apalagi tanah yang tidak ada hak atas tanah yang membebaninya, maka tanah tersebut difungsikan untuk kepentingan umum yang siapa pun dapat mempergunakannya dengan layak dan bersama-sama serta tidak diperbolehkan seseorang mengklaim kepemilikan umum tersebut sebagai haknya. “Jalan perumahan atau jalan umum tidak ada hak atas tanah yang membebaninya, sebab jalan adalah fasilitas umum yang tidak akan terbit sertifikat hak atas atas tanah,” jelas Sekretaris Gerakan Rakyat Cinta indonesia (GERCIN) Provinsi Bali ini.
Bagi penghuni yang memanfaatkan jalan di muka pemukimannya, maka sifat pemanfaatan ini adalah penggunaan untuk akses keluar masuk hunian tanpa dapat mengklaim bahwa jalan di muka pemukimannya adalah haknya. Pemakaian bersama ini adalah wujud fungsi sosial yang diamanatkan oleh UUPA, maka yang dilarang adalah memarkir kendaraan di muka pemukiman orang lain (depan pintu/ gerbang) hingga pemilik rumah tidak memiliki akses keluar masuk pemukimannya. Apabila masih memiliki akses, maka perbuatan tersebut tidak masuk kategori merugikan orang lain dan tidak dapat ditutut suatu ganti kerugian sesuai pasal 1365 KUHPerdata. Apabila dalam suatu jalan tersebut terdapat dua kendaraan yang menutup akses orang lain untuk melewatinya, maka yang merasa dirugikan akibat tidak dapatnya akses melewati jalan ialah yang berhak menuntut ganti kerugian (masing – masing bersikukuh menghaki ruas jalan di muka pemukimannya).
Lebar carport/ garasi rumah yang kurang memadai untuk jumlah kendaraan, atau bahkan pemilik mobil yang tidak memiliki carport/ garasi rumah memang akan memicu sebagian pemilik mobil untuk memanfaatkan ruang publik, yaitu pinggir jalan untuk memarkir mobilnya. Bahkan, seringkali pinggir jalan yang digunakan untuk memarkir mobil adalah pinggir jalan depan rumah/ halaman tetangga. Tentu saja hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dari pemilik rumah. Apalagi jika hal tersebut dilakukan secara berulang atau terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik rumah/ halaman serta sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pemilik mobil yang memarkir kendaraannya dipinggir jalan depan rumah/ halaman tetangga. Upaya hukum yang dapat dilakukan dari tetangga yang memarkir kendaraannya di pinggir jalan atau di depan rumah/ halaman milik tetangga adalah menggugat secara perdata dengan perbuatan melawan hukum dan dapat diberikan sanksi secara pidana. “Untuk itu perlu adanya sosialisasi peraturan pada masyarakat terkait aturan parkir kendaraan di jalan serta penegakkan hukum yang tegas bagi pelanggarnya,” bebernya.
Dari pengertian parkir dapat diketahui bahwa pengemudi yang meninggalkan kendaraan dalam keadaan berhenti atau tidak bergerak telah melakukan perbuatan parkir, tidak masalah apakah mesin kendaraannya menyala atau dalam keadaan mati, ataupun ditinggalkan dalam waktu beberapa saat, sebentar atau dalam waktu yang lama. Pasal 43 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Perparkiran (1) Penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan izin yang diberikan; (2) penyelenggaraan fasilitas parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan oleh perseorangan parkir ini terutama bagi Polisi karena orang yang parkir seenaknya di jalan sevara kasat mata tidak melanggar rambu lalu lintas dan/ atau marka jalan. Untuk memahami pasal ini, Pasal 43 Ayat (3) mengamanatkan bahwa parkir di dalam ruang milik jalan harus di tempat tertentu dan dinyatakan dengan rambu lalu lintas dan/atau marka jalan, sehingga dengan tidak adanya rambu lalu lintas dan/atau marka jalan maka parkir di dalam ruang milik jalan adalah terlarang.
Dengan pemahaman ini maka orang yang parkir di jalan seenaknya dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sehingga memenuhi delik Pasal 493 KUHP sesuai uraian sebelumnya. Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Perparkiran Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan: a. Rambu perintah atau rambu larangan; b. Marka jalan; c. Alat pemberi isyarat lalu lintas; d. Gerakan lalu lintas; e. Berhenti dan parkir; f. Peringatan dengan bunti dan sinar; g. Kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain. Pasal 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Perparkiran Ayat (3) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Dari Pasal 106 Ayat (4) huruf e dan Pasal 287 Ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Perparkiran dapat dilihat bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang melanggar ketentuan parkir dapat diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Dapat disimpulkan bahwa sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pemilikm kendaraan yang parkir di pinggir jalan atau depan rumah/ halaman milik tetangga dapat di gugat sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur pada pasal 1365 KUH Perdata, di pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang hukum Pidana, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Perparkiran Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap tetangga yang parkir di pinggir jalan atau depan rumah/halaman tetangga adalah dengan menggunakan dulu cara kekeluargaan, yaitu dengan mendatangi ketua RT/RW atau kelian dusun/ banjar untuk menyampaikan keluhan dan meminta solusi. Langkah awal yang akan dilakukan ketua RT/RW atau kelian dusun/ banjar biasanya adalah menegur pemilik rumah yang memarkir kendaraannya di depan rumah tetangga.
“Jika si pemilik rumah memahami tata cara bertetangga yang santun, teguran ini pasti diterimanya dengan lapang dada serta merubah perilaku. Namun, jika cara kekeluargaan tidak berhasil dilakukan, maka cara lainnya yaitu dengan mengajukan surat gugatan secara perdata untuk meminta ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Sanksi hukum yang dapat dikenakan selain Pasal 1365 KUH Perdata adalah juga Pasal 193, Pasal 493, Pasal 494 KUHP, dan Pasal 43, 106, 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Perparkiran,” tutup Pasek Sukayasa. tim/jp
You must be logged in to post a comment Login