NEWS
Pertanyakan Apakah Benar Kapal Tanker Gas Bisa Masuk? Jaya Negara Ngotot LNG di Pelindo
Denpasar, JARRAKPOS.com – Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara menjelaskan, di wilayah Sidakarya memang terdapat jaringan untuk tersus, namun harus dengan persyaratan khusus, yakni mendapatkan dukungan lingkungan dan memenuhi aspek sosial. Uniknya Sekretaris DPD PDI Perjuangan ini, malah ngotot tetap mendukung pembangunan Terminal LNG di lahan belasan hektar bekas hutan mangrove yang direklamasi untuk Damping II Pelindo di kawasan Pelabuhan Benoa. Anehnya, mantan Wakil Wali Kota Denpasar mendampingi Wali Kota Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra selama dua periode yang diusung penuh PDI Perjuangan ini, menolak penempatan Terminal LNG di Sidakarya karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kota Denpasar.
Meski menolak di Sidakarya, Jaya Negara menegaskan bahwa dirinya mendukung pembangunan terminal LNG asal sesuai dengan aturan tata ruang yang ada. Jaya Negara menjelaskan, prinsipnya Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar mendukung proyek LNG. Maka dari itu, pihaknya membuat jaringan, tidak hanya di Sidakarya saja, tetapi ada di wilayah Pedungan dan Sesetan. Jaringan-jaringan itu dibuat untuk terminal LNG bisa ditempatkan di kawasan Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III.
Terkait pernyataan Jaya Negera tersebut, Pakar dan Ahli Kelautan dan Perikanan Dr. Ir. I Ketut Sudiarta, M.Si., menanyakan soal masyarakat bukan menolak LNG-nya, tetapi zonasi-nya yang diubah di wilayah reklamasi Pelabuhan Benoa apakah benar kapal besar atau tanker gas akan bisa masuk ke wilayah pelabuhan itu? Apalagi sebenarnya bukan pengerukan (dredging) yang lebih berbahaya tetapi reklamasi yang saat melempar hasil kerukan itu yang berbahaya menimbulkan kekeruhan dan kerusakan terumbu karang.
“Pengerukan (dreging) yang dilakukan tidak dengan baik itu bisa terdampak pada terumbu karang baik itu yang berada di lokasi pengerukan atau disekitarnya, terutama terkait dengan kekeruhan, “tegasnya. Namun bila diterapkan dengan pengerukan yang menggunakan teknologi terkini tentu dapat mengeliminir kekeruhan yang akan menyebar.
Sedangkan zona yang rencana akan digunakan untuk melancarkan akomodasi kapal pengangkut LNG di kawasan Sidakarya nantinya merupakan zona pelabuhan, yang sejatinya sudah mengantongi izin dan kajian lengkap untuk melindungi habitat laut seperti terumbu karang. Ia juga mengatakan bahwa masyarakat yang mempermasalahkan terumbu karang dikatakan mungkin lupa bahwa pembangunan Terminal Khusus (Tersus) LNG Sidakarya ini adalah zona areal perairan yang dulunya bekas galian untuk reklamasi pulau Serangan proyek PT. Bali Turtle Island Development (BTID). “Reklamasi 400 ha di pulau Serangan materialnya mengambil dari situ. Dan kedalamannya sudah mencapai 9 meter saat ini (luas ± 50ha). Saya dengar informasinya akan diperdalam lagi 1 meter jadi total kedalaman 10 meter untuk bisa digunakan kapal pengangkut gas (LNG),” paparnya.
Selain itu, dalam proses realisasi perwujudan pemanfaatan ruang baik untuk lokasi lokasi terminal LNG, masih tetap diperlukan kajian-kajian untuk memastikan kelayakan teknis dan lingkungan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Hal itu itu disampaikan dalam sambutan Gubernur Bali Wayan Koster yang dibacakan Wagub Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati ketika menyampaikan jawaban dan penjelasan atas Pandangan Umum Fraksi DPRD Bali terhadap Raperda Provinsi Bali tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2022-2042 dan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2021 yang disampaikan pada tanggal 27 Juni 2022 di Denpasar, Senin (4/7/2022).
Pada kesematan itu, ditegaskan sepakat terhadap perlunya pembahasan lanjutan terkait Terminal Khusus LNG sesuai dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh Komisi 3 DPRD Provinsi Bali. Dengan melakukan kajian yang lebih mendalam. Hasil kajian tersebut yang akan memberikan penjelasan lebih detail, termasuk lokasi Tersus LNG Sidakarya. Disisi lain, pentingnya LNG Sidakarya untuk memenuhi kebutuhan energi bersih seiring produktifitas semakin tinggi, akibat adanya peningkatan investasi yang dratis. Saat ini, momentum melakukan tranformasi energi dari penggunaan fosil yang lebih bersih. Hal itu sejalan dengan agenda utama pembahasan KTT G20 pada November mendatang di Bali. Dengan topik utama yang diangkat: 1. Sistem Kesehatan Dunia, 2. Transformasi Ekonomi dan Digital, dan 3. Transisi Energi.
Selain itu, isu transisi energi hangat menjadi pembicaraan pemimpin dunia. Bahkan dalam ajang KTT G7 yang dihadiri Presiden Jokowi pun topik yang dibahas yakni perubahan iklim, energi, dan kesehatan. Untuk itu, kemandirian energi yang bersih bagi Palau Dewata semakin diperlukan. Untuk itulah Bali memerlukan energi bersih yaitu LNG (Liquifiied Natural Gas) Sidakarya yang dilengkapi dengan terminal. Dimana perencanaan terminal tersebut dibangun Lokasi di di blok khusus kawasan Tahura I Gusti Ngurah Rai. Kehadiran terminal tersebut nantinya mendukung kemandirian energi Bali dan pariwisata yang ramah lingkungan. beban puncak kelistrikan Bali mengalami penurunan yang signifikan dari 900 MW menjadi 600 MW selama pandemik.
Namun ketersediaan kelistrikan Bali akan mengalami rebound dalam kurun 1 sampai 2 tahun ke depan. Sehingga perlu menyiapkan kapasitas dan daya mampu kelistrikan Bali dengan tepat. Mengingat Bali tidak memiliki Sumber Daya Alam dan Mineral untuk pembangkit listrik, sehingga diperlukan kerja sama kelistrikan dengan membangun berbagai insfrastruktur penunjang. Selain benefit, kerja sama kelistrikan ini diharapkan juga mendatangkan profit untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bahkan terminal LNG di kawasan blok khusus hanya memakai 3 hektar saja untuk pembangunan infrastruktur. Dan ada penanaman pipa untuk penyaluran gas di kedalaman 10 meter dari Jetty ke terminal yang melewati area mangrove. Dengan kedalaman 10 meter itu, pipa tak akan mengganggu akar mangrove yang hanya sampai di kedalaman sekitar 6 meter.
Kebutuhan Bali akan energi jelas akan semakin bertambah, hal tersebut dikarenakan populasi yang semakin meningkat, sejalan dengan kebutuhan energi, maka Bali harus menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan seperti halnya LNG (Liquifiied Natural Gas) yang dilengkapi dengan terminal. Dimana perencanaan terminal tersebut dibangun Lokasi di blok khusus kawasan Tahura I Gusti Ngurah Rai. Sebelumnya, Pakar dan Ahli Kelautan dan Perikanan Dr. Ir. I Ketut Sudiarta, M.Si., juga membuka fakta baru terkait rencana pembangunan Terminal Khusus Liquifiied Natural Gas (Tersus LNG) di Sidakarya. Proyek yang diinisiasi oleh Pemprov Bali itu, sangat disambut positif karena lokasinya paling tepat di Bali. Bahkan, ia menyambut baik rencana PT. PLN GG bersama Pemprov Bali segera merealisasikan Tersus LNG untuk mewujudkan Pulau Dewata mandiri energi dengan energi bersih dan energi baru terbarukan (EBT).
“Saya sepakat agar Bali mempercepat kemandirian energi dan dgn energi bersih & energi baru terbarukan (EBT),” ujar Sudiarta kepada awak media di Denpasar, Kamis (7/7/2022). Untuk realisasi tersebut, PLN sudah mendukung dengan memindahkan pembangkit listrik tenaga gas dari Jawa Timur ke Bali dengan lokasi di Pesanggaran. Pembangkit perlu didukung dengan penyediaan infrastruktur LNG. Tugas Pemprov. Bali menyediakan kebijakan sebagai payung hukum pembangunan infrastruktur LNG, termasuk dalam hal kebijakan perencanaan ruang laut. Menurutnya, kemandirian Bali terhadap energi bersih sangat penting dan segera. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk dapat menata kawasan pariwisata menjadi lebih modern dan kredibel.
Bali Era Baru, salah satunya adalah Bali memasuki era pemanfaatan energi bersih untuk memastikan masa depan pariwisata Bali yang berdaya saing seiring dengan mencuatnya konsumen “hijau” di tengah ancaman perubahan iklim yang menjadi perhatian dunia. Dalam konteks ini, kebijakan pengembangan pemanfaatan energi bersih akan berkontribusi terhadap peningkatan reputasi pariwisata Bali. Pemanfaatan energi bersih akan semakin menguatkan branding pariwisata Bali berbasis budaya dan berorientasi kualitas di mata konsumen karena Bali dinilai mencermati isu lingkungan terkini dan mendukung gerakan peduli lingkungan. Bali Mandiri Energi merupakan strategi inovatif mitigasi energi demi menjamin layanan terbaik, termasuk di bidang pariwisata untuk memastikan bisnis pariwisata tetap beroperasi meski saat terjadi blackout pada sistem pasokan energi listrik terpusat (di Jawa).
“Harus ada pengorbanan sedikit, ibarat membuang sampah ke tempat lain untuk tidak mengotori tempat sendiri itu tentu tidak elok dan fair,” ungkap Ketua Tim Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi Bali sejak tahun 2018 sampai 2020 ini. Rencana Tersus LNG seharusnya diintegrasikan dengan perencanaan kawasan secara menyeluruh, tidak parsial hanya kepentingan LNG disana dan potensi dampak lingkungan harus dipastikan upaya mitigasinya. Hal itu dalam menjawab semua keluhan masyarakat terhadap habitat laut terutama terumbu karang, atas rencana pembangunan Terminal LNG. Termasuk aksi demo dari Desa Adat Intaran yang melakukan pemasangan Baliho penolakan terhadap rencana pembangunan Terminal LNG pada Selasa, 5 Juli 2022.
Ia juga menegaskan, diseluruh zona pelabuhan itu dari Mertasari sampai Serangan bukan merupakan habitat terumbu karang. Begitu juga alur masuk kapal itu tidak ada juga habitat terumbu karang. Terumbu karang itu ada di wilayah menghadap laut pulau Serangan dan wilayah laut Semawang, itu masih diluar alur masuk pelabuhan. Tetapi Ia mengingatkan juga bahwa saat dredging nantinya di alur ada potensi dampak terhadap terumbu karang, tetapi itu dapat diatasi dengan teknologi. Seperti contoh pembangunan pelabuhan penyeberangan Bias Munjul di Pulau Nusa Ceningan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Ia mengatakan tidak adanya dampak kerusakan pada terumbu karang. “Kegiatan itu sama dengan pengerukan alur, jadi ada teknologi agar tidak menyebar dan dapat merusak terumbu karang. Saya pikir itu akan berhasil karena tidak akan ada sedikitpun terumbu karang yang kena kerukan, tetapi potensi kerusakan ada kalo tidak benar-benar memproteksi kekeruhan ini,” ujarnya.
Seraya mengatakan terumbu karang dibandingkan mangrove, justru membangun kawasan mangrove lebih mudah, karena terumbu karang ini tumbuhnya memerlukan waktu yang sangat panjang. ama/aya/tim/dx
You must be logged in to post a comment Login