EKONOMI
Pelaku Pariwisata Geram, Demo Tolak LNG dan Baliho Tolak Tersus Bertebaran Rusak Citra Pariwisata Bali
Denpasar, JARRAKPOS.com – Imbas adanya Demo Penolakan Tersus LNG di Lahan Manggrove yang dilakukan oleh Desa Adat Intaran dan para penggiat lingkungan hidup, bahkan bertebaran spanduk maupun baliho yang bertuliskan berbahasa Inggris bertuliskan “Rejecting The LNG Terminal’s Plan Over The Mangroves Area”, dengan adanya hal tersebut membuat geram Pelaku Pariwisata Bali, Drs I Wayan Suata, menurutnya Bali yang baru akan pulih dari ekonomi, akibat pandemi yang berkepanjang sudah harus menghadapi demo. Sudah barang tentu dengan sering adanya demo bisa membuat citra pariwsata di Bali menjadi rusak.
Suata yang hidupnya hanya mengandalkan pariwisata, sangat kecewa dengan adanya demo dan baliho serta billboard tolak LNG, apalagi ada dugaan gerakan tersebut ada yang mesponsori. Sehingga pihaknya menilai ada kepentingan apa? “Kalau dilihat biaya pasang billboard sangat mahal ditafsir harganya bisa mencapai Rp120 juta, darimana mereka mendapatkan dana tersebut,” herannya Suata ketika dihubungi pada Senin (25/7/2022).
Suata menambahkan, sejatinya kehadiran Tersus LNG untuk kepentingan rakyat Bali, dan menjadikan Bali mandiri energi hijau kenapa harus ditolak oleh Desa Adat Intaran, padahal kalau dilihat dari teritorial desa, Tersus LNG berada di Desa Adat Sidakarya bukan di wilayah Desa Adat Intaran. “Kan ini aneh ya, sudah jelas Tersus LNG berada di wilayah Desa Adat Intaran, koq yang nolak Desa Adat Sidakarya kan lucu namanya, apa maksudnya? Ada permainan apa ini? Saya dukung pihak kepolisian atau yang berwajib, segera usut tuntas dari mana sumber dana yang membiayai penolakan Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya. Soalnya kan program ini sangat baik dan jangka panjang, sebab kita butuh energi yang ramah lingkungan.
“Apalagi saya sampai mendengar isu ada LPD yang membiayainya, emang ada yah aturan LPD yang mebiayai demo, pasang billboard itu gak murah, biaya sewa perbulannya sampai ratusan juta, darimana sponsornya, dan yang mendanai tersebut harus di usut,” geramnya.
Lebih lanjut Suata menegaskan, pada dasarnya di Bali pariwisata baru pulih, pihaknya sangat berharap sekali jangan ada lagi demo-demo. “Saya selaku penggerak pariwisata khususnya dibidang transport, sangat menyayangkan adanya demo, sebab demo bisa menghancurkan pariwisata di Bali. Seharusnya yang demo hendaknya bisa berpikir, kan pariwisata baru bangkit 35 persen bagaima caranya mendatangkan tamu ke Bali agar ekonomi di Bali bisa bangkit lagi, jangan hanya mementingkan satu Desa Intaran saja, kan lebih baik biaya demonya bisa gunakan untuk pemulihan pariwisata di Bali,” pungkasnya.
Suata juga mendesak aparat hukum, khususnya Polda Bali segera membongkar adanya dugaan kasus jembatan jetty kapal bodong atau tanpa ijin, termasuk praktek pungutan liar (Pungli) yang disinyalir berlangsung selama bertahun-tahun di Kawasan Muntig Siokan, Desa Adat Intaran, Sanur. Saat dikonfirmasi terpisah, pihak Penyidik Ditreskrimsus Polda Bali sudah memanggil pihak terkait dalam kasus tersebut. Bahkan pada minggu lalu, pihak yang diduga terlibat kasus di Muntig Siokan sudah memberikan klarifikasinya melalui pengecaranya Gendo CS, sehingga masih terus dianalisa. Diketahui sebelumnya, setelah begitu lama mendalami dugaan kasus bangunan jembatan jetty kapal tanpa ijin alias bodong, beserta praktek pungutan liar (Pungli) di kawasan Muntig Siokan, Desa Adat Interan, Sanur, Denpasar Selatan, Denpasar, akhirnya Polda Bali menemukan titik terang. Bahkan tidak tanggung-tanggung, karena tidak kurang dari 4 pengusaha diduga akan terjerat pidana khusus dalam kasus ini, karena telah mendapatkan uang masuk dari properti yang tidak sesuai ijinnya.
“Sudah dilidik 4 pengusaha itu terlibat. Mereka segera dipanggil. Karena sudah jadi berita di media kasus ini tidak akan bisa berakhir 86 (damai, red),” ungkap sumber di lingkaran Polda Bali itu, seraya mewanti-wanti identitasnya terus disamarkan. Melalui sejumlah informasi yang dikirim via WhatsApp beberapa waktu lalu, salah satu yang disebutkan adalah bos pemilik Akame yang juga sempat membangun usaha di Pelindo yang menjadi wilayah Pelabuhan Benoa. Pemilik Akame ini telah disinyalir menjadi salah satu pengusaha sebagai investor di kawasan Muntig Siokan sebelum diberhentikan kerja samanya secara langsung oleh Bendesa Adat Intaran saat ini. “Dari empat nama itu, salah satunya adalah bos pemilik Akame. Nanti akan diperiksa semuanya, termasuk Pak Bendesa (Desa Adat Intaran, red). Karena kerja sama investor ada di sana,” imbuh sumber itu lagi. tim/tra/ama
You must be logged in to post a comment Login