DAERAH
BPN Buleleng Diapresiasi Menteri Karena Dinyatakan Pelaksana Reforma Agria Terbaik Pertama
BULELENG – BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Buleleng menorehkan sejumlah prestasi. Bahkan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberikan piagam penghargaan khusus untuk BPN Buleleng sebagai Pelaksana Reforma Agraria Terbaik Pertama. Demikian pula, BPN Pusat mengapresiasi usaha BPN Buleleng yang dinyatakan sebagai pelaksana Reforma Agraria Terbaik se-Indonesia tahun 2021.
Namun, upaya meraih prestasi melalui perjalanan panjang berliku yang dipenuhi masalah dan musibah.
Pada tahun 1999, Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Buleleng mengalami kebakaran, yang mengakibatkan sejumlah sertifikat warga ludes. Pihak BPN Buleleng pun mengambil langkah taktis, agar warga mendapatkan sertifikat baru.
Walaupun kejadian lebih dari 20 tahun, namun BPN Buleleng berupaya mencari solusi terbaik lantaran tidak ada data pembanding yang mengontrol keberadaan tanah setelah kejadian kebakaran tersebut.
Oleh karena itu, warga dimohonkan untuk menyampaikan ulang data-data ke BPN terkait sertifikat tanah yang turut terbakar, pada saat itu.
“Sampaikan saja, baik melalui WA atau website kami. Nanti diproses. Itulah yang bisa kami lakukan. Jangan sampai tanah yang sudah terbit sertifikatnya, kemudian disertifikatkan lagi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dengan memanfaatkan celah ini,” kata Kepala BPN kabupaten Buleleng, I Komang Wedana, saat acara Jarrak Podcast yang dipandu Host I Putu Sudiartana di Buleleng, Selasa, 20 September 2022.
Menurutnya, sampai sekarang ini masih ditemui sejumlah warga yang belum menyampaikan dan melaporkan ulang data, sehingga hal ini berpotensi untuk terjadinya overlap sertifikat tanah.
Untuk itu, pihaknya menawarkan solusi, untuk mendaftarkan kembali ke BPN Buleleng untuk sertifikat tanah sebelum tahun 1999. Mengingat sertifikat baru, setelah tahun 2000 sudah terdata di BPN Buleleng.
“Sekali lagi, sertifikat lama, yang sebelum 1999, mohon dengan hormat sekali segera disampaikan kepada kami untuk disertifikatkan,” jelasnya.
Terkait dengan tanah Batu Ampar, pihaknya tidak menginginkan masuk terlalu detail untuk menanggapinya. Namun, langkah-langkah penyelesaian telah dilakukan secara jelas, yang sesuai ketentuan Peraturan Nomor 21 tahun 2020 tentang tata cara penyelesaian sengketa tanah.
“Itu sudah ditangani oleh Kakanwil. Bahkan, Kakanwil sendiri ikut pada rapat awal,” bebernya.
Disebutkan, prosedur penanganannya melalui tahapan pertama berupa pengumpulan data, kemudian gelar awal, yang dilanjutkan dengan cek lapang, barulah ekspose dan gelar akhir serta penyampaian hasil.
“Nah, sekarang ini di tahap gelar awal, baru nanti berikutnya cek lapang. Dalam proses ini, saya tidak berkomentar banyak, yang jelas sudah ditangani sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Terkait masalah pembangunan Bandara Bali Utara, kata Komang Wedana, awalnya, direncanakan lokasi Bandara di wilayah Buleleng Timur, tepatnya di Kecamatan Kubutambahan, yang sudah berproses pada saat itu, namun belum final. Namun, dilihat dari segi tata ruang dinyatakan sudah keluar RTRW, namun Penetapan Lokasinya atau Penlok belum keluar. Karena satu dan lain hal, kemudian sempat ada diterpa masa Covid-19 pada saat itu, atas kesepakatan bersama 4 Menteri, yang dilihat kajian hukum, lalu disimpulkan, bahwa sangat berat dilanjutkan pembangunan Bandara Bali Utara di Buleleng Timur.
Karena itulah, kemudian pembangunan Bandara Bali Utara diarahkan ke Buleleng Barat, tepatnya di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
Cuma tidak serta merta, kemudian dipindahkan Bandara ke Buleleng Barat ini, bisa berlangsung sampai tuntas, yang sekarang masih dalam proses.
“Saya tidak dalam kapasitas mengatakan, apakah sudah pasti? Barat atau balik lagi ke Timur dan sebagainya, sebab tantangan untuk pembangunan Bandara di Barat juga tidak kalah besarnya. Jadi, sementara Penlok belum terbit, tetap saja bahasanya kita, bisa jadi, bisa iya atau tidak,” ungkapnya.
Untuk lokasi pembangunan Bandara di Buleleng Barat, kata Komang Wedana, telah dilakukan suatu penjajagan terhadap kemungkinan status tanahnya, yang ternyata, termasuk HGU 1 HGU 2 dan HGU 3 milik Pemprov Bali.
Namun, terlepas dari adanya rencana pembangunan Bandara Bali Utara di Buleleng Barat, tepatnya di Desa Sumberklampok, jauh sebelumnya, masyarakat di Desa Sumberklampok sudah menjajagi untuk memperoleh haknya.
Bahkan, menurutnya, Gubernur Bali, Wayan Koster ikut memediasi, karena pemerintahan sebelumnya belum diambil sebuah solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Barulah, di zaman Gubernur Koster diambil satu langkah kebijakan, dimana masyarakat diberikan 70 persen dan Pemprov Bali 30 persen.
“Berarti sudah selesai itu? Belum, karena barulah setelah itu, BPN masuk, karena sudah jelas, yang 70 persen inilah yang diberikan kepada masyarakat. 70 persen ini, kita memakai retribusi tanah. Jadi, ada lahan pekarangannya dan ada lahan garapannya,” jelasnya.
Bahkan, pihaknya membentuk suatu tim yang disebut Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dengan Ketuanya, Bupati Buleleng sendiri dan ada Sekda Buleleng serta BPN Buleleng.
Proses ini terus berjalan. Astungkara, kita diapresiasi BPN Pusat, bahwa BPN Buleleng dinyatakan sebagai pelaksana Reforma Agraria Terbaik se-Indonesia tahun 2021,” ungkapnya.
Lanjutnya, hal ini tidak terlepas dari peran serta seluruh komponen Gugus Tugas tersebut, dimulai dari masyarakat itu sendiri yang sangat proaktif dalam penyelesaian ini, BPN Buleleng, Pemkab Buleleng beserta OPD terkait. Bahkan, peran serta LSM ikut terlibat bahu membahu hingga selesai pensertifikatan tanah tersebut.
Namun, imbuhnya, masih di lokasi Sumberklampok diseberang jalan, ada satu banjar, yang warganya sekitar 107 KK sebagai eks Transmigran Timtim. Mereka ini masyarakat atau semeton eks Trans Timtim menempati kawasan hutan.
“Belum selesai, masih dalam proses. Jadi, bukan HGU 1, HGU 2 dan HGU 3. Seandainya, semeton Trans Timtim ini menempati di HGU 1,2 dan 3 tentu juga akan ikut dalam penyelesaian tanah tersebut,” paparnya.
Karena asal hak tanahnya ini berbeda berupa yaitu kawasan hutan,, maka diperlukan suatu proses yang berbeda dengan HGU 1, HGU 2 dan HGU 3 layaknya permohonan yang sudah berproses. Sempat direncanakan di bulan Agustus lalu dan keluar SK pelepasan.
Harapan masyarakat di Sumberklampok yang 107 KK tersebut, 136 hektar lebih yang dimohonkan.
“Kita doakan, mudah-mudahan 136 hektar untuk masyarakat. Seandainya SK ini sudah terbit, barulah itu menjadi ranah BPN Buleleng untuk melakukan proses verifikasi,” ungkapnya.
Atas prestasi tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberikan piagam penghargaan nomor 224 PJM KP 04/2022 khusus untuk Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng sebagai pelaksana Reforma Agraria Terbaik Pertama.
“Ini kebanggaan juga bukan milik saya pribadi, tapi tentunya kebanggaan seluruh Gugus Tugas Reforma Agraria sebagai Pelaksana Reforma, dimulai Bupati Buleleng dan masyarakat bahkan juga teman-teman di LSM yang ikut mendorong proses ini,” sebutnya.
Tidak berhenti disana saja, imbuhnya, kebetulan pada saat itu, juga dikawal langsung Moeldoko, untuk pemberdayaan masyarakat dengan mengundang instansi Kementerian terkait, seperti Kementerian Pertanian dan sebagainya, sehingga dapat disumbangkan 100 ekor ternak sapi dan bantuan bibit jagung. Untuk hal itulah, Desa Sumberklampok ditetapkan sebagai Kampung Reforma Agraria.
“Artinya, jangan sampai berhenti pada proses sertifikasi saja. Jangan sampai setelah mendapatkan sertifikat, malah sertifikatnya digadaikan dan dijual. Jadi, pemerintah dalam hal ini, mengawal terus sehingga tujuan akhirnya peningkatan taraf hidup masyarakat dan sosialnya menjadi lebih baik,” pungkasnya.
You must be logged in to post a comment Login