Bali
Purwa Arsana Gugat 4 Warga Bugbug, Polres Karangasem Digrudug Ratusan Masyarakat Menolak Proyek di Areal Suci Pura Gumang
Karangasem, JARRAKPOS.com – 4 warga Desa Bugbug, Karangasem, atas nama I Wayan Reta (51), I Ketut Wijana (53), I Komang Wahyu Aditya Divayana (22) dan I Wayan Purna (55) dilaporkan terkait spanduk yang berisikan pendapat terkait lingkungan hidup sebagaimana laporan polisi No. LP/B/13/III/2023/SPKT/POLRES KARANGASEM/POLDA BALI atas nama pelapor I Nyoman Purwa Ngurah Arsana pada Jumat, 14 Maret 2023. Isi spanduk tersebut, “Kami Masyarakat Desa Bugbug Menolak Proyek Pembangunan di Areal Suci Pura Gumang. Mari Lindungi Habitat Kera dan Areal Suci Pura Gumang”. Atas laporan tersebut, pada Minggu, 2 April 2023 penyidik Polres Karangasem memanggil 2 terlapor, yakni I Wayan Reta dan I Ketut Wijana yang berstatus sebagai saksi dipanggil oleh untuk diminta klarifikasi atas dugaan tindak pidana penghasutan.
Untuk menghadapi laporan Purwa Arsana yang juga Kelian Desa Adat Bugbug itu, ratusan masyarakat Desa Bugbug ikut turun langsung menggerudug Kantor Polres Karangasem, pada Minggu (2/4/2023) sekitar pukul 11.00 WITA untuk mendukung penolakan proyek pembangunan resort mewah di areal Pura Gumang, sekaligus memberikan dukungan moral terlapor agar semua proses bisa berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Pada kesempatan itu, kuasa hukum terlapor dari Bantuan Hukum Karangasem Bersatu, I Komang Ari Sumartawan, SH., bersama Ida Bagus Putu Agung, SH., menegaskan tindakan warga Bugbug ini hanya untuk menyampaikan pendapat baik lewat tulisan maupun lisan melalui pemasangan spanduk di Jalan Raya Candidasa, Banjar Samuh, Desa Bugbug untuk menolak proyek di areal suci Pura Gumang adalah hak masyarakat sebagaimana ketentuan Pasal 70 Undang Undang Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Tapi jelas bagi kami penasehat hukum. Apapun pendapat masyarakat terkait lingkungan hidup wajib mendapat perlindungan negara sesuai Undang Undang PPLH dimaksud,” jelas Komang Ari Sumartawan yang juga selaku Jubir Warga Desa Bugbug, seraya menjelaskan Pasal 70 Undang Undang Tentang PPLH, yaitu (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Peran masyarakat dapat berupa: a.pengawasan sosial; b.pemberian saran,pendapat,usul, keberatan, pengaduan; dan/atau c.penyampaian informasi dan/atau laporan. (3) Peran masyarakat dilakukan untuk: a.meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b.meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; c.menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; d.menumbuh kembangkan ketanggap segeraan masyaraka tuntuk melakukan pengawasan sosial; dan e.mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Menurut penasehat hukum terlapor bahwa masyarakat berhak menyampaikan pendapat, keberatan dan bahkan pengaduan. Bahkan hak masyarakat ini, juga dilindungi sesuai Pasal 66 Undang-undang dimaksud juga memberikan imunitas kepada masyarakat dalam memeperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat digugat ataupun dituntut secara pidana. “Apa dasar laporan ini? kami penasehat hukum malah bingung bagaimana bisa laporan ini diterima?,” sentilnya.
Karena itulah, sebagai penasehat hukum akan melakukan langkah langkah hukum terkait hal ini, baik bersurat dan berkoordinasi dengan Komnas Ham dan jajaran penegak hukum lainnya, serta sedang mendalami kemungkinan untuk melakukan upaya hukum, yaitu sesuai Pasal 318 ayat (1) KUH Pidana menyebutkan, “Barangsiapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. “Namun untuk hal ini kami akan berkoordinasi lebih lanjut kepada klien kami,” ucapnya.
Di sisi lain, Purwa Arsana yang kabarnya tidak diakui sebagai Kelian Desa Adat oleh sebagian warga Bugbug membantah keras tudingan pembangunan resort atau hotel di wilayah Candidasa memanfaatkan areal suci Pura Gumang. Akomodasi wisata bergaya mewah dan berkelas dengan mendatangkan investor dari Ceko, negara Eropa tersebut, menurutnya sudah dibangun sesuai ketentuan, maupun aturan dan mekanisme awig-awig di Desa Adat Bugbug. Bahkan, ia mengaku proyek itu sudah mendapat persetujuan dari Prajuru Desa Adat Bugbug. “Jadi lokasi hotel (resort, red) tersebut tidak ada malanggar, baik itu tata ruang hutan lindung, maupun areal kesucian Pura Gumang. Karena pura itu berada di atas, sedangkan hotelnya di bawah,” kata Purwa.
Untuk itulah, Anggota DPRD Bali ini mengaku langsung melaporkan pemasangan spanduk yang sifatnya provokatif tersebut. “Apakah sudah mencari ijin ke Pemerintah untuk memasang baliho (spanduk, red) itu? Apakah sudah ada ijin dari desa adat? Jangan sewenang-wenang, karena negara ini adalah negara hukum. Ada awig-awig, tata titi, perarem. Ikuti dong itu,” pungkasnya.
Sayangnya saat dihubungi terpisah, Kasi Humas Polres Karangasem, IPTU. Gede Sukadana mengaku belum mengetahui tentang laporan Purwa Arsana terkait dugaan tindak pidana pengasutan yang dituduhkan terhadap 4 warga Desa Bugbug. “Saya belum cek. Saya cek dulu kok LP-nya itu bulan Maret ya?,” jawabnya singkat. Sementara itu, Kasatreskrim Polres Karangasem, AKP Reza Pranata belum bisa diminta klarifikasi terkait kasus tersebut.
Sebelumnya diketahui, aksi penolakan areal suci Pura Gumang disulap menjadi resort mewah untuk akomodasi pariwisata kian memanas. Bahkan, aksi penolakan sampai berujung dengan turunnya warga Desa Bugbug, Karangasem dengan memasang spanduk berukuran jumbo di depan tembok rumah salah satu warga desa setempat. Masyarakat yang menolak proyek pembangunan di areal suci Pura Gumang, pada Minggu, 12 Maret 2023 telah memasang spanduk bertuliskan “Kami Masyarakat Desa Bugbug Menolak Proyek Pembangunan di Areal Suci Pura Gumang. Mari Lindungi Habitat Kera dan Areal Suci Pura Gumang”. tim/jp
You must be logged in to post a comment Login