PARIWISATA
Miris! Berkedok Shopping, Pariwisata Bali “Dijual” Murah
Denpasar, JARRAKPOS.com – Destinasi pariwisata Bali kini dijadikan kedok Shopping atau tempat berjualan produk-produk import Tiongkok. Pelaku Pariwisata Pulau Bali merasa perihatin akibat ulah para pemilik travel agent Tiongkok yang “menjual” pariwisata Bali dengan paket murah, sehingga nyaris dibawah standard sebuah nilai bisnis. Aktivitas itu merugikan citra pariwisata Bali, apabila dibiarkan terjadi berlanjut dikhawatirkan makin merusak harga pasaran. “Untuk itu, tata niaga wisatawan Tiongkok agar dibenahi agar bersaing dengan baik karena mereka telah melakukan praktik lebih dari 10 tahun yang menciptakan bisnis kurang sehat (unhealthy competition) yang cendrung mengarah pada monopoli dagang,” sentil Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASITA) Bali, I Ketut Ardana di Denpasar, Rabu (11/10/2018).
Ia semakin merasa heran bertebarnya promosi murah yang menawarkam paket datang ke Bali dengan adanya “tour fee” yang dijual sangat murah 5/4malam hanya ¥796 stera dengan Rp1.592.000. Padahal sebelumnnya dijual dengan harga ¥999 setera Rp1.998.000. Jika praktek tersebut tidak mendapatkan solusi bisa memicu penawaran penurunan harga yang lebih rendah. “Jangan sampai Bali dijual ¥1 seperti di Vietnam dan Tailand,” ungkapnya. Untuk itu, pemerintah setempat telah menutup secara resmi jual beli kepala dan “shopping” yang sudah atur sedemikian rupa. Oknum tersebut biasanya melakukan usaha menjual Bali dengan harga murah dengan menggunakan istilah “Bali zero tour fee”, Bali dijual per kepala, “Bali dijual minus tour fee”.
Buka polling :
[socialpoll id=”2522805″]
Begitu juga pariwisata nol dolar bekerja secara massif dan terstruktur untuk menarik calon wisatawan, calon wisatawan akan ditawarkan paket tour yang sangat diskon, termasuk semua paket yang mencakup akomodasi serta penerbangan, transportasi, makanan, dan penerjemah. Model pariwisata nol dolar sudah digunakan di negara-negara termasuk Thailand, Vietnam dan Rusia. Disamping itu, dalam jadwal wisata ke Bali tidak lagi menonjolkan perjalanan menuju obyek wisata yang dikenal dunia, namun lebih dipaksakan pada memasuki toko shopping yang sudah ditentukan. Sesungguhnya yang terjadi adalah memanfaatkan mekanisme Trade-off dimana wisatawan diajak berkunjung sebagaiamana bagian dari paket tour ke pantai dan restoran yang bagus, wisatawan juga dibawa ke toko-toko dan mendesak wisatawan untuk melakukan pembelian dengan harga mahal dalam beberapa kasus, bahkan dilaporkan diintimidasi untuk membeli barang-barang yang ditandai.
Selanjutnya, selisih uang dari belanja tersebut kemudian mengalir kembali ke operator tour dari pemilik toko, untuk menebus uang yang hilang dari paket perjalanan yang didiskon. Toko tersebut justru menjual barang-barang bukan prodak lokal sebaliknua menjual produk luar inport latex (bantal atau kasur terbiat dari karet), sutra, panci. Dengan menerapkan model pembayaran menggunakan WeChat (platform pembayaran di Tiongkok). “Model pembayaran ini, transaksi keuangan tidak masuk ke Indonesia, langsung kembali ke Tiongkok,” katanya.
Baca juga :
Kondisi itu diperkirakan akibat ketatnya persaingan antar jasa travel agent. Seharusnya, mereka tetap memperhitungkan harga dan profit sehingga kualitas layanan pariwisata Bali tetap terjaga. Upaya itu dalam menjaga citra positif Bali yang sudah dikenal oleh pelosok dunia, apalagi kini dipercaya sebagai tuan rumah ajang bergengsi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank Group (WBG) 2018 yang dihadiri 189 negara yang berlangsung selama 8-14 Oktober. Prestasi yang diraih Bali sebagai tuan rumah cukup membanggakan yang mampu menghadirkan peserta terbanyak hingga 34.000 orang yang melebihi perhelatan Wasington (AS) hanya 14.000 orang.
Menurutnya, pangsa pasar wisatawan Tiongkok besar cukup besar karena memiliki penduduk 1,4 Miliyar. Peluangnya bagus, karena penduduknya usia muda-muda sudah mampu berpergian ke luar negeri. Apalagi berlibur ke Bali yang merupakan tujuan utama datang ke Indonesia. Kedatangan kuantitas wisatawannya dari waktu ke waktu terus bertambah dan sulit dibendung karena sebagai negara besar. Potensi itu diharapkan dapat mendongkrak target pemerintah untuk menerima kunjungan wisatawan 20 juta orang pada tahun 2019. Disamping wisatawan yang banyak juga datang dari India.
Baca juga :
Sementara Bali, wiatawan asal Tiongkok 47 ribu orang per Juli 2018 masih dibawah Australia 86 ribu orang. Menurut statistik dari Badan Promosi Pariwisata Bali, Australia Market tidak lagi menjadi sumber utama bagi wisatawan ke Bali. Top visitor saat ini adalah Tiongkok Market. Pada 2017, 1,09 juta warga Australia mengunjungi Bali, turun dari 1,14 juta pada tahun 2016. Pada periode yang sama, jumlah pengunjung China meningkat dari 987.000 menjadi 1,39 juta. Ia mengharapkan, pemerintah berserta stackholder pariwisata bersatu membuat terobosan menangkal aksi travel agent nakal tersebut. Dalam mengoptimalkan nilai manfaatnya untuk menghasilkan devisa maupun penambahan pajak. aya/ama
Pingback: Page not found - Bersama Membangun Bangsa
Pingback: Dewan Minta Telusuri Oknum Toko “Shopping” Pembeli Kepala Market Tiongkok - Bersama Membangun Bangsa
Pingback: Pemuda Desa Asal Cau Gali Potensi Marga Utara Jadi Wisata Desa, Siapa Dia? - Bersama Membangun Bangsa
Pingback: 65 UMKM Binaan BPD Bali Ikuti Ajang Pameran MSP EXPO 2018 - Bersama Membangun Bangsa
Nyoman suparta
12/10/2018 at 8:52 am
Harus ditindak lanjut agent nakal dan jaga bali agar tetap bagus kwalitasnya di Dunia,karna tidak ada lagi bali di dunia,mari bersama sama jaga bali.