DAERAH
Polsek Alok : Tebang Pilih Proses Hukum Pelaku Pemukulan Pekerja Hiburan Malam
Oleh Marianus Gaharpung Dosen FH Ubaya Surabaya
MAUMERE|JarrakPos.Com|Institusi Polri sejatinya menjadi garda terdepan dalam penindakan terhadap tindak pidana umum serta ketertiban masyarakat. Itu artinya setiap peristiwa pidana yang terjadi dan merugikan, baik orang, barang atau badan hukum, wajib hukumnya diproses danbdiselesaikan secara transparan jujur dan tanpa tebang pilih.
Polisi yang presisi jangan hanya jadi simbol untuk gagah- gagahan semata, tetapi harus meresap dalam perilaku para polisinya sebagai institusi Penegak Hukum dalam mengemban tanggungjawab seperti amanat Undang-undang Kepolisian, Kode etik dan juga prinsip-prinsip negara hukum dan Pancasila.
Tagline Polisi yang PREdiktif, Responsif Stabilitas, dan transparanSI berkeadilan, mengandung makna bahwa kerja polisi harus obyektif berdasarkan data dan fakta-fakta hukum, bukan berdasarkan siapa yang lapor, siapa yang jadi korban dari peristiwa pidana.
Warga Masyarakat Sikka sangat merasakan betul, bahwa tagline dan visi polisi yang presisi masih jauh dari harapan, karena warga masih merasakan jika orang kecil yang jadi korban tindak pidana, kemudian melapor atau mengadu adanya dugaan perbuatan pidana, maka laporannya seakan -akan dipimpong tidak jelas arah dan penyelesaiannya.
Apalagi yang terduga pelakunya adalah orang berduit atau berkuasa serta memiliki relasi. Sebaliknya, jika korbannya orang berduit atau berkuasa sedangkan pelakunya orang kecil sudah pasti pelakunya diplokoto oleh polisi diproses ditahan tanpa memakan waktu yang panjang.
Itu realita yang sedang dipertontonkan oleh Polres Sikka. Sehingga tingkat kepercayaan publik Sikka terhadap polri di Sikka sangat rendah dan kecil. Terbaru,Peristiwa pemukulan pekerja wanita di tempat hiburan malam di Maumere sudah sebulan lebih laporan oleh korban melalui kuasa hukumnya tidak diproses, padahal sesaat setelah kejadian langsung divisum di RS T.c Hillers Maumere, karena mengalami luka bibir yang serius.
Polsek Alok yang menerima laporan tersebut sudah pasti memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan, yang selanjutnya disingkat SP2HP, yang intinya adalah surat yang diberikan kepada pelapor/pengadu tentang perkembangan hasil penyidikan yang ditandatangani oleh atasan penyidik.
SP2HP adalah sebagai sarana hukum untuk memantau perkembangan perkara dan oleh penyidik wajib memberitahu perkembangan penanganan perkara tersebut. Jika selama ini Polsek Alok diam atau tidak ada perkembangan penanganannya artinya ada dugaan sesuatu yang tidak beres. Apakah karena pelakunya orang berduit? Apakah keadilan dan kepastian hukum milik “the have” sehingga bisa memplokoto moralitas oknum penyidik?
Polisi harus berdiri di atas semua kepentingan dengan obyektif dan transparan. Alat ukut kerja polisi adalah KUHP, KUHAP dan UU Polri, bukan dugaan dipengaruhi uang dan kekuasaan.
Oleh karena itu, segera proses laporan korban penganiayaan sesuai Pasal 351 KUHP:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Faktanya bibir korban harus dijahit artinya luka serius sehingga alasan obyektif pelakunya harus ditahan bukannya bebas berkeliaran. Tolong transparan alasan apa sehingga pelaku tidak ditahan? Karena bukti sudah cukup ada visum juga CCTV yang merekam semua peristiwa tindak pidana yang terjadi.
Apa lagi yang menjadi kendala sehingga berlama- lama sampai sekarang?
Apa sudah menjadi “habit” di kalangan oknum penyidik bahwa jika korbanya orang berduit sudah pasti pelakunya ditahan dan sebaliknya korbannya orang kecil tidak berduit, maka siap -siap korban akan mendapatkan perlakuan yang sangat tidak obyektif.
Itulah realita tebang pilih dalam proses tindak pidana. Keadilan dan kepastian hukum hanya milik orang yang berduit.
You must be logged in to post a comment Login