Connect with us

    DAERAH

    Masyarakat Banggai Harus Tahu, Bahaya Politik Uang Terhadap Kemajuan Daerah

    Published

    on

    Jarrakpos-Gorontalo – Politik uang beberapa tahun terakhir makin merajalela dan telah menjadi momok memalukan di Kabupaten Banggai. Hal itu dikuatkan, ketika Bawaslu RI merilis Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP), Banggai ditempatkan diurutan kedua nasional atas tingginya politik uang.

    Bagi yang belum tahu. Secara definisi, Politik uang adalah orang yang mencoba melakukan suap. Politik uang dapat diartikan juga, sebagai jual-beli suara pada proses politik serta tindakan membagi-bagikan uang, baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih.

    Mereka-mereka para elite politik yang tidak bisa mendahulukan Ide dan Gagasan, akan menggunakan cara tebar-tebar amplop berisikan uang, agar mendapatkan kekuasaan. Tak jarang, ada juga para calon Kepala Daerah atau Anggota Legislatif mengumbar janji manis kepada masyarakat.

    Tindakan tersebut, dilakukan dengan dalih mengatasnamakan kepentingan rakyat. Namun, sesungguhnya hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun partai politik.

    Advertisement

    Dampak Politik Uang Bagi Masyarakat

    Politik uang atau money politic adalah praktik yang sangat berbahaya bagi demokrasi. Output besarnya ialah akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang kualitasnya rendah, bahkan buruknya akan muncul ke permukaan pemimpin yang korup.

    Pertama, Politik Uang merendahkan rakyat. Para calon atau partai tertentu yang menggunakan politik uang secara nyata telah merendahkan martabat masyarakat. Pasalnya, para calon atau partai ini menganggap bahwa rakyat adalah makhluk yang tidak bisa diajak berfikir. Ini tentunya adalah kesalahan yang besar.

    Perlu diketahui bahwa, calon yang mengandalkan praktik Politik Uang adalah orang-orang yang hanya ingin mendapatkan suara tapi tidak akan menciptakan perubahan.

    Advertisement

    Kedua, Politik Uang Merugikan Rakyat. Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan membawa perubahan bagi masyarakat yang memilihnya.

    Mereka merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya akan sibuk selama 5 tahun atau periode untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.

    Ketiga, Politik Uang Akan Berujung Pada Korupsi. Korupsi yang marak terjadi adalah sebuah bentuk penyelewengan APBD dimana terjadi kerjasama antara eksekutif dan legislatif. Kehadiran legislatif dengan fungsi kontrol atau pengawasan tidak lagi berfungsi secara maksimal.

    Poin ini berkaitan dengan point kedua diatas. Di mana, motivasi dilakukannya korupsi adalah untuk mengembalikkan kerugian yang telah terjadi saat kampanye dimana sang calon telah melakukan politik uang.

    Advertisement

    Selain uang, agar para calon atau partai tertentu mendapat dukungan dari rakyat, para calon menebar simpati masyarakat di daerah, dengan memberikan bantuan pelayanan dan aktivitas terhadap kelompok-kelompok seperti, penganggaran pertandingan olahraga, forum pengajian, atau pengadaan perlengkapan lainnya seperti perlengkapan ibadah, peralatan pertanian, olahraga dan sejenisnya.

    Tak jarang juga, para calon tersebut membagi-bagikan proyek kepada masyarakat atau Kades, camat, dan lurah setempat. Ada juga modus lain yakni melakukan kontrak politik dengan birokrasi Pemerintah Desa (Pemdes) dengan memberikan bantuan yang mengatasnamakan pribadi Calon dan partai untuk di pilih.

    Pada dasarnya, jika para pemimpin yang terpilih berdasarkan Praktik Politik Uang, maka bisa dipastikan tidak akan ada perubahan dan kemajuan terhadap daerah tersebut. Karena, market para calon ini hanya ingin mengambil kekuasaan dan mendapatkan keuntungan. Sedangkan, para calon menanggalkan ide dan gagasan. (*)

    Penulis : Aktivis Gorontalo, Reza Saad

    Advertisement
    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply