SUARA PEMBACA
*Ade Armando* *5 Tahun Jadi Tersangka*
FENOMENA media sosial menjadi salah kaprah. Itu yang tengah dipertontonkan pengacara Ade Armando. Sarat intrik dan picik dalam menyikapi cuitan Sekjen DPP PAN, Eddy Soeparno.
Setara menciptakan “kegaduhan”. Diniatkan, disengaja dan berkelanjutan. Bila itu adanya, patut diduga — mereka sedang melakukan aksi “panjat sosial”. Mereka duet pengacara Ade Armando. Adalah Muannas Alaidid dan Aulia Fahmi. Keduanya tak cukup dikenal publik. Minim publikasi. Apalagi reputasinya, masih rata-rata. Seolah pengen mendadak sohor, yang sejatinya tekor. Itulah satu fenomena yang terekam. Mirip strategi “pansos” atau “panjat sosial”. Murah meriah dan ala kadarnya. Tak peduli manfaat, cenderung jalur sesat.
Dalam kesempatan pertama, penulis mencoba memaknai “Somasi Itu Solusi”. Pun sebutan initial AA yang tak mesti diartikan Ade Armando. Nyatanya dipaksakan sebagai Ade Armando. Bergulir di ruang publik. Makin jelas, upaya meniti “panjat sosial”.
Cara ini pula, agar mereka dibincangkan khalayak. Jalan pintas media sosial, pilihan kekinian. Menciptakan “Medan pertempuran”, bahkan memilih lawan yang tak seimbang. Mencakar rival berkaliber di atas dirinya. Bak terpojok, coba menohok lewat “jurus mabok”.
Ya, kadung terpojok. Lantas menindaklanjuti somasi ke polisi. Mengabaikan tragedi tak sedap Ade Armando sebagai akibat prilakunya. Babak belur di spasi aksi mahasiswa. Di depan Gedung DPR/MPR, 11 April 2022. Durasi pendek yang mengantarkannya ke ruang ICU rumah sakit. Justru, menggeser panggung sengketa cuitan Eddy Soeparno.
Lantas, sang pengacara klaim Ade Armando tak pernah dinyatakan tersangka. Kasusnya distop dengan SP3 (Surat Perintah Penghentian Perkara).
Terbukti, pengacara Ade Armando gagal literasi. Benar, Polda Metro Jaya pernah menerbitkan SP3. Itu terjadi pada 01 Februari 2017. Dosen Universitas Indonesia itu, diduga melanggar Undang-undang ITE atas kicauannya di Facebook. Tapi dalam enam bulan kemudian, cerita berubah. Penggugat Johan Khan melalui kuasa hukumnya, Juanda Eltari — mempraperadilankan SP3 tersebut.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima gugatan, tertanggal 28 Agustus 2017. Artinya SP3 atasnama Ade Armando dibatalkan. Konsekuensi pembatalan SP3, Ade Armando kembali dalam posisi sebagai tersangka, sejak 04 September 2017.
SUDAH hampir lima tahun. Tak ada kejelasan perkembangan tentang status tersangka Ade Armando. Hal senada dipertanyakan Sumadi Atmadja dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer. Ade Armando kembali berstatus tersangka. Kepolisian mesti menggunakan kewenangannya untuk menahan Ade Armando. Atas putusan itu, maka polisi wajib melanjutkan proses penyidikan. Semata demi kepastian hukum.
Seperti diketahui, Ade Armando dituduh melakukan penistaan agama dan membangkitkan kebencian atas dasar SARA. Ade mengungkapkan, “Tuhan bukan orang Arab, Tuhan pasti senang kalau ayat-ayatnya dibaca dengan langgam Minang, Jawa dan seterusnya”. Diposting di laman fB miliknya pada 20 Mei 2015.
Sudah hampir lima tahun, kasus tersangka Ade Armando bagai di”peti es”kan. Malah cenderung menjadi-jadi. Menerjang ke mana pun maunya. Semau gue. Lebih mengesankan unjuk kebal hukum. Padahal bebal. Tak tahu diri. Tak pandai introspeksi. Gemar menyerang dan menyalahkan pihak lain. Kali ini, dipertontonkan pengacara Ade Armando. Mengamplifikasikan kasus Ade 11 April 2022, dengan memilih topik “pertempuran” yang nyata mencederai aksi mahasiswa.
Mereka rela mengorbankan misi gerakan komunitas kampus yang demi kepentingan bangsa, menjadi kepentingan pribadi sang pengacara. Kuat dugaan, sang pengacara Muannas ingin katrol derajat sosialnya. Membangun (seolah) sisi ketokohan. Sayang nya, dengan cara instan. Picik dan licik.(red /kur)
You must be logged in to post a comment Login