NEWS
Adu Penalti : Untuk Rektor UI
JAKARTA-jarrakpos.com| Mundur itu sikap bijak. Selebihnya legawa. Utamanya, demi etika dan moral. Demi harkat martabat. Ari Kuncoro (mestinya) mundur juga dari kursi Rektor UI. Sebuah konsekuensi. Tak cukup meninggalkan jabatan wakil komisaris BRI. Justru, pelanggaran terjadi pada saat menjabat rektor. Sebagai rektor, lantas merangkap jabatan. Melanggar Statuta UI yang diberlakukan lewat PP 68/2013. Ditegaskan, dilarang rangkap jabatan — termasuk di perusahaan resmi negara.
Rangkap jabatan itu terjadi dalam posisi sebagai rektor. Maknanya, rektor melakukan pelanggaran. Bukan semata soal rangkap jabatannya. Itu produk pelanggaran. Dengan kata lain, pelanggaran sudah lebih dulu terjadi. Saya terpaksa mengulang kalimat itu.
Ari Kuncoro adalah Rektor UI. Saat menjabat rektor itu melanggar statuta. Maka, kesempatan pertama menyatakan (mestinya) mundur itu dari jabatan — saat terjadi pelanggaran. Andai mundur dari dari rektor. Lantas memilih jabatan (kedua) sebagai wakil komut BRI. Mungkin, soal jadi lain. Meski tetap saja, menyisakan perkara. Dibulak-balik sama.
Pelanggaran statuta itu coba “diredam”. Terbitlah statuta baru lewat PP 75/2021. Lagi-lagi, bahwa pelanggaran telah terjadi. Ya, terhadap statuta sebelumnya lewat PP 68/2013. Perubahan aturan tak berlaku surut. Secara universal, begitu adanya.
Tak kurang menarik yang sejatinya tidaklah menarik. Ketua Majelis Wali Amanah (MWA) UI, Saleh Husin berdalih. Bahwa perubahan Statuta UI sudah bergulir sejak 2019. Katanya, pembahasan melibatkan sejumlah menteri. Apa urusannya?Jaka sembung bawa golok. Sebatas bertutur “kisah di balik berita”. Abai substansial. Seolah ingin mengatakan, meski Ari tercantum dalam manifes penumpang — sejatinya dia tak niat berangkat. Angkutan itu terlanjur “crash”.
Faktualnya, Rektor UI atasnama Ari Kuncoro dilantik 04 Desember 2019. Masa bakti lima tahun, hingga 2024. Jelas, pelantikan itu berdasarkan Statuta UI dalam PP 68/2013. Ari lantas merangkap jabatan. Menjadi wakil komisaris utama BRI sejak Februari 2020. Pada posisi ini, telah terjadi pelanggaran terhadap PP 68/2013. Terkait sengkarut itu dilakukan perubahan aturan. Terbitlah PP 75/2021 tertanggal 02 Juli 2021. Dengan kata lain, meski sudah dilakukan pembahasan sejak 2019 — faktanya baru diterbitkan 02 Juli 2021.
Karuan lahirnya PP 75/2021 memicu kegaduhan baru. Tak sekadar polemik “rule of law”. Prinsip hukum bersifat universal. Kontroversi rangkap jabatan terekspresi di berbagai media publik. Menyusul itu, kiriman papan ucapan ke kampus UI. Antara lain bertuliskan, “Buruk Muka Cermin Dibelah — Buruk Tingkah Statuta Diubah”. Dikirim atasnama Ikatan Alumni Universitas Indonesia. Lainnya, Paguyuban Mahasiswa UI Abadi menuliskan: “Terimakasih Pak Presiden. Rektor Kami Sudah Boleh Rangkap Jabatan.” Sindiran menohok.
Ari Kuncoro dalam bingkai perguruan tinggi. Dikenal sebagai “tri dharma”. Pendidikan dan pengajaran; Penelitian dan Pengembangan; serta Pengabdian kepada masyarakat. Pun label berikutnya sebagai akademisi dan cendikiawan. Senantiasa fokus pada keilmuan. Terbungkus di dalamnya ikhwal etika dan moral.
Bak “buah simalakama”. Mundur juga dari posisi rektornya. Hasil akhir, belum tentu jadi seri. Mungkin juga draw. Wasit bertindak. Nah, butuh perpanjangan waktu. Saat hasil tetap sama, sesi “adu penalty” jadi pilihan terakhir.
Sumber: (Wartawan senior, Iman Wahyudi)
You must be logged in to post a comment Login