Connect with us

    HUKUM

    Anjing Peliharaan Menyerang Orang, Afri Ada: Pemilik Bisa Dipolisikan dan Digugat Perdata

    Published

    on

    Oleh: Afrianus Ada, S.H.

    Seminggu belakangan ramai pemberitaan di media sosial, perihal kejadian meninggalnya salah satu anak di Kabupaten Sikka yang diduga kuat akibat gigitan anjing rabies seperti diberitakan oleh media detik.com dengan judul ;https://www.detik.com/bali/nusra/d-6715876balita-di-sikka-tewas-digigit-anjing-rabies/amp dan beberapa media online nasional.

    Setelah kasus yang cukup heboh tersebut menyita simpati publik, muncul lagi beberapa kasus yang sama, yang terjadi di beberapa desa di wilayah kabupaten Sikka yang ramai-ramai dimuat di media sosial, sebagai bukti bahwa rabies di kabupaten Sikka telah menyebar dengan begitu masif dan cepat. Yang terbaru hari ini, seorang balita di kecamatan Talibura, diduga menjadi korban dari gigitan seekor anjing peliharaan. Dan ada beberapa lagi kasus yang sama terjadi seminggu belakangan.

    RESPON PEMERINTAH KABUPATEN SIKKA.

    Advertisement

    Menanggapi masifnya virus menular gigitan anjing rabies, Bupati Sikka mengeluarkan surat Himbauan kepada Camat, Kepala Desa dan Puskesmas Sekabupaten Sikka, dengan nomor:  Dinkes. P2P/812/V/2023, Tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Rabies.
    Menurut data Dinkes, kasus gigitan hewan penular rabies bulan Januari- April sebanyak 512 kasus, angka yang cukup tinggi dalam kurun waktu 4 bulan belakangan. Di mana, 10 dari 17 spesimen yang diperiksa, dinyatakan positif rabies, dan menyebabkan satu orang meninggal dunia.

    Ini adalah sebuah tragedi dan ironi, sebab kita tahu, bahwa rabies bukanlah penyakit menular baru seperti halnya Covid 19. Namun, realitanya masih saja ada yang harus jadi korban dari rabies dari tahun ke tahun di kabupaten Sikka, sama seperti Demam Berdarah dan Coronavirus. Satu nyawa saja yang jadi korban, sejatinya sangat berharga dan tidak bisa diterima dengan alasan apapun dan tidak boleh terulang.

    AKIBAT HUKUM HEWAN PELIHARAAN MENYERANG ORANG.

    Anjing atau hewan peliharaan yang menggigit orang lain, merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi pemiliknya.
    Dalam Ketentuan pasal 490 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi;

    Advertisement

    Diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah barang siapa tidak mencegah hewan yang ada di bawah penjagaannya, bilamana hewan itu menyerang orang atau hewan yang lagi ditunggangi, atau dipasang di muka kereta atau kendaraan, atau sedang memikul muatan.”

    Ketentuan pasal di atas menjadi perhatian, bukan karena sanksinya yang ringan, melainkan sebagai sebuah bukti, bahwa semenjak jaman penjajahan Belanda, sudah ada aturan mengenai hewan dan juga sanksinya bagi pemelihara apabila peliharaanny menyerang orang atau hewan lain.
    Menurut, S.R. Sianturi, S.H., dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 389) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “menyerang” tidak mesti sudah menimbulkan kerugian fisik kepada objek penderita tersebut.

    R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 321) memberi contoh perbuatan tidak mencegah binatang tersebut.

    Selain dalam ketentuan pasal di atas, pasal 359 dan 360 KUHP mengatur sanksi yang lebih berat, Bilamana serangan anjing atau hewan berupa gigitan yang menyebabkan kematian, maupun menyebabkan orang lain luka berat, menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu.

    Advertisement

    Pasal 359 KUHP menyatakan:

    Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”.
    Sedangkan Pasal 360 KUHP menyatakan:
    (1) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.
    (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. 

    Dengan dikeluarkannya surat Himbauan serta penetapan Kejadian Luar biasa (KLB) oleh Bupati Sikka, dengan ini secara hukum mengikat masyarakat maupun pemerintah untuk mengambil langkah cepat, tegas dan berkelanjutan guna penanggulangan Rabies di Kabupaten Sikka.

    Dengan diadakannya sosialisasi, maka seluruh masyarakat dianggap telah tahu akan adanya KLB rabies di kabupaten Sikka, hal ini secara hukum masyarakat sudah dianggap secara patut telah tahu dan diwajibkan memiliki rasa tanggungjawab yang lebih besar terhadap hewan peliharaan masing-masing.
    Sehingga, apabila kedepannya terdapat lagi kasus serupa, maka korban dapat melakukan proses hukum kepada pemilik hewan peliharaan.

    Advertisement

    Selain secara pidana, pemilik hewan juga dapat diminta ganti rugi secara perdata melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum ( PMH) melalui pengadilan Negeri. Seperti dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

    Pasal 1368 KUHPerdata menyatakan pula bahwa ‘pemilik seekor binatang, atau siapa yang memakainya adalah selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab terhadap kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya’.

    Selanjutnya Pasal 1371 KUH Perdata menyebutkan ‘penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan kepada si korban untuk, selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut’.

    Kita berharap bahwa kejadian yang menimbulkan korban tidak terjadi lagi, sehingga perlu kerjasama yang baik, antara masyarakat maupun pemerintah.

    Advertisement

    * Penulis adalah Aktivis Hukum dan HAM, serta Kendidat Advokat dan Seorang Jurnalis Media Online yang aktif memperjuangkan isu-isu kemanusiaan di Indonesia*

    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply