NEWS
Badung Harusnya Bisa Mencontoh Negara Maju Jepang, Bersihkan “Mafia Sampah”
Denpasar, JARRAKPOS.com – Permasalahan sampah di Bali tidak akan pernah berakhir bila masyarakat masih dimanjakan dengan lemahnya penerapan aturan, terlebih dinilai belum mampu melakukan pengaturan yang tepat. Disamping itu pengelolaan sampah di Bali, khususnya di Badung yang masih kelimpungan menangani sampah masyarakat, juga diduga banyak dimainkan oleh para “Mafia Sampah”. Padahal para mafia ini banyak mendapat keuntungan dari pengelola sampah tersebut. Namun di sisi lain, para petugas kebersihan yang sudah banyak memberikan keuntungan sangat jauh dari ukuran sejahtera. Hal itu dituding oleh Pelaku Pariwisata Bali, I Komang Takuaki Banuartha yang menyebutkan masalah sampah adalah masalah global, sehingga pemerintah di Bali tidak perlu berfikir pusing, karena sebenarnya cuma cukup mencontoh negara maju seperti Jepang. “Di sini ada oknum (Mafia Sampah, red) yang sengaja bermain di dalamnya, sehingga masalah ini seolah-olah tidak ada jalan keluarnya,” tegasnya di Denpasar, Senin (18/11/2019).
Ketua Dewan Pengawas Tata Krama (Depeta) ASITA Bali yang sejak lama malang melintang di Negara Sakura ini menambahkan, penanganan sampah di Bali tidak akan kunjung selesai ditengah lemahnya upaya pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir. Terlebih semakin banyaknya akomodasi pariwisata yang terbangun, utamanya di kawasan Badung, sehingga jika permasalahan sampah tidak dipikirkan secara maju mustahil pemerintah mampu mengambil solusi yang tepat. Dicontohkannya, penggunaan kantong plastik di Jepang tidak ada larangan, namun warga di sana sangat memahami bahwa membuang sampah sembarangan adalah perbuatan tercela, apalagi juga diancam sanksi denda yang sangat tinggi. “Contohlah negara maju, seperti di Jepang tidak ada larangan penggunaan plastik. Penggunaan ini, penggunaan itu. Hanya kesadaran masyarakat yang ditekan terus kalau kita memang mau. Ya kita harus hajar dengan aturan,” jelas pria berdarah campuran Jepang ini.
Baca juga : Bupati Giri Prasta Kelimpungan Tangani Sampah, Tetap Ditolak di TPA Suwung
Komang Takuaki juga mengkritisi sistem pemilahan sampah yang tidak nyambung antara hulu dan hilir, karena sistem pengangkutan dilakukan di waktu yang sama. Dimana masyarakat diminta memilah sampah, namun digabungkan kembali saat diangkut menuju TPS atau Bank Sampah, bahkan TPA. Kekonyolan ini menurutnya sangat tidak mendidik terlebih petugas kebersihan harus membayar sampah masyarakat, karena dinilai memiliki nilai ekonomi. “Sebenarnya masyarakat tidak perlu menerima uang untuk membuang sampahnya di bank sampah, seperti botol dan plastik, hingga sisa makanan. Kadang-kadang orang membeli sampah kita agar sadar. Menurut saya itu tidak perlu dilakukan kalau kita ingin Bali ini bersih,” tegasnya seraya menyebutkan potensi ekonomi dari pengolahan sampah sebenarnya menjadi keuntungan bagi petugas kebersihan. “Berikanlah kesejahteraan kepada petugas kebersihan ini dari penjualan botol, plastik dan lain sebagainya yang bisa diuangkan,” imbuhnya.
Pengusaha travel yang juga Bendahara Umum DPD Partai Golkar Bali ini, juga mengkritik keberadaan bank sampah yang awalnya dinilai sangat membantu, namun ketika mengelola sampah dengan volume besar malah justru bergerak pada sisi bisnis saja dengan melakukan pemilahan sampah tertentu. Dimana sampah yang dinilai memiliki nilai ekonomi rendah, justru dikirim ke TPA Suwung. Disinilah ia menilai lemahnya peran pemerintah dalam mengoptimalkan bank sampah, karena belum mampu mengubah semua bentuk sampah memiliki nilai ekonomi tinggi. Padahal jika pengaturan membuang sampah bisa dilakukan sesuai dengan jenis sampah berdasarkan hari, maka masyarakat yang melanggar bisa dikenakan sanksi denda. “Selain mengoptimalkan pengolahan sampah, denda juga harus tinggi bila ada masyarakat melanggar,” tegasnya. eja/ama