PARIWISATA
Bali Banyak Kehilangan PAD, Pelaku Pariwisata Desak Terbitnya Perda Pajak Berbasis Online
Badung, JARRAKPOS.com – Pemerintah Provinsi Bali diharapkan segera membuat sebuah regulasi untuk pengaturan wisatawan. Harapan ini perlu diwujudkan agar meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahunnya ke Bali benar-benar memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD). Regulasi juga diperlukan untuk mencegah terjadinya perang tarif saat low season (musim liburan yang sepi pengunjung, red). Belum adanya aturan tegas dari pemerintah daerah inilah yang termasuk didalamnya belum tersedianya sistem Pajak Hotel dan Restoran (PHR) online membuat Bali banyak kehilangan PAD dari sektor pariwisata,” papar Ketua Kadin Badung, I Made Sujana, Selasa (30/10/2018).
Praktisi pariwisata ini menjelaskan, kelemahan kepariwisataan Bali bisa dilihat dengan membandingkan kondisi yang sama dengan negara lain seperti Cina. Disaat high season harga kamar di sana serentak mencapai angka maksimun namun setelah terjadi penurunan hingga low season maka harga akan turun pada angka normal yang disepakati. Inilah yang harus menjadi pembelajaran bagi Bali akan pentingnya regulasi untuk pengaturan wisatawan dan tarif standar bagi akomodasi pariwisata. Lemahnya pengawasan dan regulasi kepariwisataan Bali termasuk didalamnya belum adanya sistem PHR online membuat Bali hanya mendapatkan ampas saja. “Itu yang saya tahu saat saya berkunjung ke Cina nanun permasalahannya sekarang begini, disaat ada acara besar harga kamar tinggi setelah acara selesai otomatis harga itu diturunkan. Tanpa kita minta diturunkan oleh pihak hotel. Berarti kira-kira menurut saya harus ada regulasi pemerintah terkait standar batasan harga kamar hotel,” jelasnya.
Baca juga : Direct Flight Bali-Rusia di Buka, Dongkrak Kunjungan 140 Ribu Wisman
Menurutnya yang sangat memprihatinkan saat ini yakni masalah hilangnya pajak dari sektor pariwisata sebagai sumber PAD. Seperti halnya yang ditimbulkan adanya paket kunjungan wisatawan Tiongkok ke Indonesia khusuanya Bali dimana transaksi terjadi secara online di negara asal wisatawan bahkan barang-barang yang dijual toko shopping yang dinilai tidak berijin lengkap di Bali nya display (pajangan, red) saja. “Sekarang dia punya usaha di negaranya, produksi di negaranya. disini tamu diajak ketempat usahanya, disini hanya transaksi kertas namun secara finansial selesai di Cina nah inilah yang perlu diatur,” ungkapnya. Seraya menambahkan Cina sedang mengalami kemajuan pusat dengan berbagai hasil produksi. Karena Cina sangat luas menjadi pelungan bisnis bagi biro perjalanan untuk memilih Bali sebagai destinasi wisata namun untuk menjual barang di negeri sendiri. “Hanya sebatas tamunya ramai di Bandara tapi tidak mengucurkan duit disini. Sekarang semua sistem online, ya efeknya kita sewakan selendang, tiket masuk, mungkin itu saja yang lainnya sudah menjadi paket kunjungan mereka,” paparnya.
Melihat kondisi ini pemerintah diharapkan duduk bersama dengan seluruh stake holder pariwisata termasuk didalamnya PHRI DAN Kadin Bali. Untuk membenahi sistem kepariwisataan ini segala aspek harus kembali ditata termasuk didalamnya pramuwisata agar benar-benar berkualitas dan membawa pariwisata Bali semakin baik. Sujana juga menuding keberadaan wisatawan berkelas backpacker juga harus tersentuh regulasi. Jangan sampai wisatawan dengan budqet minim ini bisa memamfaatkan rumah kos sebagai tempat menginap. Hal ini juga perlu ditertibkan baik dqri siai wisatawannya maupun rumah kos atau akomodasi lainnya yang tidak berizin. Semua regulasi yang terkait pengaturan wisatawan harus ada dan jelas sehingga upaya penindakan bisa dilakukan sesuai aturan yang ada. Pemerintah juga tidak bisa melarang sebuah usaha terbangun dari hulu hingga hilir sepanjang memenuhi aturan yang berlaku. Namun pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar agar mampu menyelamatkan pariwisata Bali yang berlandaskan budaya dan agama Hindu.
Baca juga : Deklarasi kbc ynci promosikan pariwisata bukit-asah karangasem
“Kalau Bisnis biasanya dari hulu hingga hilir dikuasai tapi kalau sudah mengacu pada aturan kita tidak bisa menyalahkan siapapun untuk bisa berinvestasi ke Bali. Semua orang berhak karena kita perlu tamu. Tamu ramai di Bali tapi duitnya tidak di Bali itu yang celaka. Akhirnya PAD tidak masuk, sementara kita harus menjaga pariwisata budaya,” imbuhnya. Seraya meminta pemerintah segera melahirkan regulasi yang selama ini dipandang belum ada untuk meningkatkan kualitas kepariwisataan. Seperti halnya pajak PHR yang hingga saat ini masih dipungut secara konvensional sehingga sangat berpotensi terjadinya kehilangan pajak. Penindakan juga harus dilakukan lebih berani dengan melihat langsung kelapangan apakah jumlah wisatawan berbanding lurus dengan kontribusi atau rasik pajak yang dibayarkan. Bila disinyalir ada penyimpangan maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk melakukan penertiban. “Kalau sudah punya izin, bayar pajak berapa?. Sama dengan restaurant 24 jam buka, kita lihat rasio dia menyetor pajak apa sudah sesuai aturan. Kita belum bisa online, seperti Singapura masih jauh,” tutupnya. eja/ama
Pingback: Ciptakan Budaya Perhotelan Indonesia, DHM Gelar Corporate & GM Workshop 2018 - Bersama Membangun Bangsa
Pingback: Berkat Puspanegara, Prajuru Banjar Legian Kelod Jaring Ratusan Juta Rupiah Bangun Bale Kulkul - Bersama Membangun Bangsa