PARIWISATA
Bali Mau Diobral, Tega Terima Paket Wisatawan Tiongkok Seharga Rp198 Ribu
[socialpoll id=”2522805″]
Denpasar, JARRAKPOS.com – Bali hampir menerima kedatangan wisatawan Tiongkok dengan paket wisata seharga 99 RMB setara dengan Rp 198.000. Hal itu terjadi setelah adanya pelarangan dari Asosiasi Pariwisata Shen Zhen Negara Tiongkok yang mengeluarkan surat larangan penjualan paket wisata murah tersebut pada tanggal 11 Oktober lalu. Keberadaan asosiasi tersebut merupakan bagian dari pemerintah setempat yang ikut mengontrol biro perjalanan karena dikhawatirkan merusak persaingan usaha yang sehat. Buruknya persaingan harga itu akibat ulah oknum Pemilik Toko “Shopping” yang berani membeli per kepala wisatawan yang akan datang, sehingga terkesan Bali diobral murah.
Eksisnya praktek itu, disebabkan oleh adanya imbalan subsidi hingga USD 170 per kepala kepada travel agent Tiongkok. “Memang harus ada campur tangan dan regulasi yang mengatur dari pemerintah dalam menuntaskan permasalahan oknum Pemilik Toko ‘Shopping’ yang memicu para travel agnet lokal tak berkutik harus menghendel tamu Tiongkok berpaket harga murah jika tetap mau bertahan berbisnis,” kata Ketua Komite Tiongkok DPP Asita Pusat, Hery Sudiarto usai audensi ke Konsulat Jendral (Konjen) Tiongkok mengani permasalahan tersebut, Senin (15/10/2018).
Baca juga :
Ia meminta, adanya respon cepat dari pemerintah sehingga citra Bali yang telah dibangun susah payah tidak hacur oleh segelintir orang (pemilik toko ‘shopping’). Dengan paket murah itu, tentunya pelayanan yang diberikan tidak mungkin prima. Justru akan memicu adanya unsur paksaan kepada wisatawan yang dipaksa berbelanja pada tempat-tempat “shopping” yang ditentukan. Sesungguhnya yang terjadi adalah memanfaatkan mekanisme Trade-off dimana wisatawan diajak berkunjung sebagaimana bagian dari paket tuor yang hanya sebagai kedok memuluskan rencananya.
Wisatawan hanya sesaat atau beberapa jam saja diajak ke obyek wisata, selanjutnya wisatawan dibawa ke toko-toko dan mendesak wisatawan untuk melakukan pembelian dengan harga mahal akan produk tertentu. Contohnya tongkat ali, sutra, panci, kasur, jewelery. Dalam beberapa kasus, ada wisatawan yang melaporkan bahwa dirinya diintimidasi untuk membeli barang-barang yang ditandai. Selanjutnya, selisih uang dari belanja tersebut kemudian mengalir kembali ke operator tour dari pemilik toko, untuk menebus uang yang hilang dari paket perjalanan yang didiskon (subsidi USD 170).
Baca juga :
https://jarrakpos.com/2018/10/16/praktek-oknum-toko-shopping-ancam-eksistensi-market-tiongkok/
Toko tersebut justru menjual barang-barang bukan produk lokal sebaliknya menjual produk luar import latex (bantal atau kasur terbuat dari karet), logikanya wisatawan tersebut tidak mungkin membawa hasil belanjaanya ke negaranya, karena berdampak kelebihan membawa barang naik ke pesawat. Namun sebaliknya, barang yang dijual pada toko “shopping” tersebut hanya contoh-contoh barang, kemudian hasil belanjaan diambil di Tiongkok. Dengan menerapkan model pembayaran menggunakan WeChat (platform pembayaran di Tiongkok). “Model pembayaran ini, transaksi keuangan tidak masuk ke Indonesia, namun langsung kembali ke Tiongkok,” katanya.
Pada kesempatan itu, pihaknya menunjukkan video toko “shopping” mamarahi wisatawannya yang tidak mau berbelanja. Pemaksaan itu dilakukan agar mereka berbelanja dan hasilnnya digunakan mensubsidi perjalan wisatawannya kembali. Disinyalir penjual toko “shopping” merupakan warga negara Tiongkok. Oleh karena, tidak masuk hitungan bisnis jika dijual paket wisata sebesar 99 RMB selama 5 hari 4 malem. “Segi hitungan bisnis, mana mungkin dengan biaya 99 RMB setara dengan Rp 198.000 ribu bisa dapat tiket ke Bali dan balik lagi ke Tiongkok. Serta dapat makan dan hotel selama 5 hari 4 malam, tranportasi maupun pramuwisata,” ungkapnya.
Baca juga :
Menurutnya, apabila praktek itu tidak segera dilarang oleh pemerintah, diperkirakan terjadi persaingan harga antar travel agent baik lokal maupun dengan operator agent Tiongkok sehingga kedepan paket wisata akan dijual lebih murah hinggal nol dollar. Akhirnya membuat citra Bali terpuruk lebih dasyat dari adanya BOM. Hal itu dapat terlihat, dimana paket wisata ke Bali sebelumnya dijual sebesar 999 RMB atau sekitar Rp2 Juta kemudian turun menjadi 777 RMB atau sekitar Rp 1,5 Juta, selanjutnya 499 RMB atau sekitar Rp 1 Juta bahkan sudah mencapai titik nadir 299 RMB atau sekitar Rp600 Ribu.
Untungnya wisata paket 99 RMB dibatalkan terbang ke Bali oleh asosiasi pariwisata setempat. Seandainya ini tidak dilarang maka Bali akan menerima “mass toursm” yang kurang berkualitas. Harga tersebut sudah termasuk tiket pesawat pulang pergi, makan dan hotel untuk 5 hari 4 malam. “Wisatawan diiming-imingi harga murah, tapi sampai di Bali diwajibkan belanja ke toko ‘shopping’ yang sudah tentukan,” ungkapnya. Pemerintah harus segera menindaklanjuti dan membuat peraturan menata tata niaga market Tiongkok dan mengontrol serta mengawasi toko-toko “shopping” yang disinyalir merusak harga pasar (mmebuat persaingan tidak sehat, jor-joran subsidi kepada operator agent di Tiongkok) dan mencoreng pariwisata Bali.
Baca juga :
https://jarrakpos.com/2018/10/11/miris-berkedok-shopping-pariwisata-bali-dijual-murah/
Untuk itu, praktek itu benar-benar merugikan dan merusak nama Bali yang selama ini dikenal dunia akan keramahtamahan dan sopan santun terhadap para tamu. aya/ama
You must be logged in to post a comment Login