PARIWISATA
Bandara Buleleng Diganjal, Pariwisata Bali Tak Berpengaruh
[socialpoll id=”2481371″]
DENPASAR, JARRAK POS – Apapun arah pembangunan yang akan dilakukan harus ada solusi untuk keseimbangan pariwisata kedepan. Termasuk pembangunan bandara, jika memang kajian tidak memenuhi syarat jangan sampai dipaksakan dan diimbangi dengan solusi yang tepat. Intinya kalau Bandara Buleleng diganjal, maka Bandara Ngurah Rai dipastikan akan diperluas, namun akses menuju Bali Utara juga harus dibangun sesuai kebutuhan mempercepat daya akses.
“Solusi transportasi terbangun baik tetap menjadi catatan adanya dua Bandara lebih baik dalam upaya pemerataan. Intinya bagaimana cara memasarkan dan menjual produk pariwisatanya melalui pemasaran. Misalnya menjual paket Bali Utara dan pemerintah harus mendukung dengan pembangunan infrastruktur agar tidak macet. Kajian jangka panjang harus dilakukan secara konfrehensif karena bagaimana pun airport memang mempercepat pembangunan di Bali Utara,” ungkap Pelaku Pariwisata Bali Anak Agung Bagus Tri Candra Arka, SE ditemui di Denpasar, Senin (5/3/2018).
Pihaknya menilai informasi pembatalan pembangunan Bandara di Buleleng harus didukung dengan solusi yang tepat dan kajian perluasan Bandara Ngurah Rai. Selain itu juga harus didukung kajian yang sama. Menurutnya rencana pembangunanan bandara di utara sangat sesuai dengan visi pengembangan dan pemerataan pembangunan pariwisata Bali. Namun adanya informasi bahwa pembangunan Bandara di Buleleng akan dilakukan melalui reklamasi juga harus dijernihkan apakah harus dilakukan dengan cara itu atau masih ada daratan yang mampu dikembangkan sebagai bandara.
“Jangan sampai ada nuansa politik yang sengaja menghambat dan membatalkan rencana pembangunan bandara di Bali Utara. Dilihat dari skema gambar airport akan mereklamasi laut, apakah memang reklamasi laut, apa tidak ada cara lainnya memamfaatkan daratan yang bisa dipakai. Mungkin karena reklamasi dibatalkan kita tidak tau apa ada nuansa politis . Karena saya lihat gambarnya full reklamasi apa memang tidak ada luasan daratan yang diperlukan jangan sampai dipaksanakan untuk reklamasi kan gitu. Kita kan gak tau alam. Melawan alam dalam arti sekian luas laut direklamasi. Untuk airpot kita tidak tahu dampaknya,” jelasnya.
Kalau benar pembangunan Bandara Buleleng memang tidak memungkinkan untuk diwujudkan maka solusi yang diperlukan yakni memoerluas Bandara Ngurah Rai sesuai kebutuhan jangka pendek namun tetap mengembangkan infrastruktur menuju Bali Utara agar transportasi mendukung kepariwisataan Bali terbangun dan terkoneksi dengan baik. “Kalau keseimbangan pariwisata kita sangat perlukan bandara di Buleleng atau Jembrana. Namun jangan dipaksakan, dalam arti kalau tidak ada kajian tepat yang merusak alam atau tidak didukung alam,” tandasnya.
Secara terpisah, Pengamat Pembangunan I Made Dauh Wijana, ST.MM mempertanyakan perluasan Bandara Ngurah Rai apakah sudah memperhatikan aspek lingkungan, studi kelayakan dan izin terkait lainnya. Ini menjadi pertanyaan mengapa memilih memperluas bandara yang sudah ada, sementara rencana pembangunan bandara di Bali Utara seakan diberi sinyal pembatalan. “Bagi saya sebenarnya ingin bagaimana rencana bandara di Buleleng tetap bisa diwujudkan. Seluruh stake holder baik pemerintah di Bali serta berbagai tokoh selalu mewacanakan bagaimana konsep pembangunan mampu menyeimbangkan pembangunan antara Bali Selatan dan Bali Utara,” paparnya.
Aspek untuk keseimbangan Bali Utara dan Selatan adalah bagaimana pembangunan infrastruktur seperti jalan raya untuk memperlancar akses. Begitu juga infrastruktur lapangan terbang yang harus tetap diupayakan pembangunannya. Pembangunan Bandara di Buleleng yang rencananya menggunakan dana dari investor dirasa sebuah solusi untuk mewujudkan visi menyeimbangkan pemerataan pembangunan Bali. Terkecuali membangun dengan menggunakan APBD baru dinilai perlu pertimbangan lebih matang karena harus ditunjang kemampuan keuangan dari pemerintah di daerah. “Kalau misalnya pembangunanan itu menggunakan dana investor dan secara teknis kelayakan sudah memenuhi persyaratan, kenapa tidak dilanjutkan di Buleleng,” harap Mantan Anggota DPRD Bali itu.
Informasi pembatalan mega proyek pembangunan bandara di Buleleng dinilai harus dijelaskan secara jernih agar tidak mengkandaskan keinginan masyarakat dan Pemerintah Provinsi Bali untuk mempercepat keseimbangan pembangunan tetap dijalankan selama dalam catatan secara teknis layak untuk diwujudkan. Dauh Wijana juga memandang ketika proyek Bandara di Bali Utara dibatalkan maka dipastikan akan menimbulkan berbagai dampak lanjutan yang dalam waktu panjang akan menimbulkan spikologis bagi investor untuk enggan berinvestasi di bidang infrastruktur lainnya.
Dikatakan bandara diibaratkan layaknya ayam yang sedang bertelor sehingga menjadi magnet yang kuat merangsang pertumbuhan pembangunan dan ekonomi daerah yang dikembangkan. Rencana pembangunan bandara di Bali Utara dituntut harus didasari fakta teknis dan izin yang jelas, karena bila tidak bermasalah untuk dikerjakan, terlebih investor sudah sangat berminat tinggi yang seharusnya pemerintah memediasi secara baik sesuai aturan yang ada. Sementara untuk menjawab kebutuhan pelayanan Bandara untuk IMF dan World Bank yang mengalami peningkatan, pengembangan bandara memang dinilai lebih visibel sesuai kebutuhan jangka pendek.
Kendati demikian semestinya target keseimbangan pembangunan Bali antara kawasan utara dan selatan tetap harus dikedepankan agar jangan sampai mega proyek malah disubtitusikan dengan pengembangan Bandara Ngurah Rai. “Bandara Ngurah Rai silahkan mau dikembangkan, tetapi Bandara Buleleng harus dilanjutkan. Kalau Buleleng memakan waktu 10 tahun misalnya kan memang kita maklum. Kalau pengembangan Bandara Ngurah Rai bisa dibatasi dalam rangka menghadapi IMF dan World Bank saja,” saran Ketua DPD Partai Golkar Gianyar ini. eja/ama
You must be logged in to post a comment Login