Connect with us

    EKONOMI

    Bank Indonesia Gandeng MDA Ubud Tertibkan Usaha Money Changer Tanpa Izin

    Published

    on


    Ubud, JARRAKPOS.com – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali kali ini menggandeng Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Ubud untuk ikut membantu menertibkan usaha penukaran valuta asing atau money changer tanpa izin. Kerjasama dan Koordinasi terkait Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank tersebut dilakukan di sela-sela Sosialisasi Ketentuan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank Money Changer di Ubud, Gianyar, Senin (10/2/2020) pagi. Penandatangan MoU untuk menjaga penyelenggaraan KUPVA BB agar berjalan dengan baik dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bekerjasama Asosiasi KUPVA Bali, Penyelenggara Pemerintahan dan Pemangku Adat di Kecamatan Ubud.

    1bl-ik#9/2/2020

    Pada kesempatan itu, mewakili Kepala KPw BI Provinsi Bali, Kepala Divisi SP PUR, Layanan dan Administrasi KPwBI Prov Bali, Agus Sistyo Widjajati menegaskan akan terus melakukan sosialiasasi terkait ketentuan KUPVA BB/Money Changer baik dari ketentuan perizinan, pengawasan termasuk di dalamnya upaya pencegahan penertiban KUPVA Tidak Berizin. “Bank Indonesia sangat mendukung sekali atas terselenggaranya kegiatan ini, karena Bank Indonesia sangat menyadari bahwa Pertumbuhan ekonomi Bali sangat bergantung dengan sektor wisata, sehingga apapun yang terkait dengan dunia wisata maka pengelolaannya harus dilakukan dengan baik, dan salah satunya adalah pengelolaan kegiatan usaha penukaran valuta asing yang dilakukan oleh perusahaan bukan bank,” ujarnya.

    Baca juga: Gubernur Koster Fokus Gairahkan Ekonomi Kerakyatan

    Oleh karena itu, melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh stakeholders terkait dapat memiliki pandangan dan pemahaman yang sama, bahwa pengelolaan KUPVA Bukan Bank yang baik akan dapat menjaga citra positif Pariwisata Povinsi Bali, khususnya di Kabupaten Gianyar. Dijelaskan pada akhir bulan Januari 2020, jumlah jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB Berizin di Provinsi Bali tercatat sejumlah 627 kantor, yang terdiri dari atas 127 Kantor Pusat dan 500 Kantor Cabang. Jumlah ini meningkat 3,35% (yoy), dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 606 kantor, yang terdiri dari 123 kantor pusat dan 483 kantor cabang. Sementara itu, dibandingkan nasional jumlah jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB di Provinsi Bali mencapai 29%.

    1bl-ik#8/2/2020

    Sementara itu, cara spasial jaringan kantor di wilayah Provinsi Bali, jumlah kantor yang paling banyak berada di wilayah Kabupaten Badung, yaitu sebanyak 67%, 12% berada di Kota Denpasar, 11% di Kabupaten Gianyar dan 10% tersebar di kabupaten lainnya. Jaringan kantor KUPVA BB yang berlokasi di Kab.Gianyar tercatat sejumlah 69 kantor yang terdiri dari 12 Kantor Pusat dan 57 Kantor Cabang, dengan total transaksi Rp3,97 triliun atau 11% dari total transaksi KUPVA di wilayah Provinsi Bali yang mencapai Rp37,8 triliun. Dari sisi komposisi per mata uang asing, mata uang USD masih mendominasi, yaitu Rp13,8 triliun atau 40%, AUD Rp8,89 triliun atau 25% dan AUD sejumlah Rp4,97 triliun atau 14% dari total transaksi selama tahun 2019.

    Baca juga: Inflasi Januari 2020 di Bali Terkendali

    Advertisement

    Jumlah transaksi penukaran valuta asing yang cukup besar ini, memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha valuta asing. Untuk itu, Bank Indonesia memandang perlu untuk melakukan kegiatan sosialisasi yang memberikan penjelasan mengenai proses perizinan untuk memulai kegiatan usaha penukaran valuta asing dan mengenal ciri ciri KUPVA bukan bank yang telah memperoleh izin dari BI Selain itu juga menyadari dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap KUPVA BB yang cukup banyak tersebar di Bali harus bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya MDA Kecamatan Ubud. “Untuk penukaran valutas asing yang tidak berizin belum ada laporan ke kita. Habis ini kita akan dapat informasi, tapi sampai Januari belum ada laporan ke BI,” tegasnya.

    1th-ik#5/2/2020

    Namun di sisi lain, Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing Bali, Ayu D. Astuti mengakui sudah banyak wisatawan di Ubud yang ditipu oleh money changer tak berizin, sehingga pihaknya sangat menyambut antusias sosialisasi seperti ini, sekaligus memberikan pembekalan kepada masyarakat, terutama MDA Kecamatan Ubud agar paham nantinya menertibkan usaha penukaran valuta asing yang ilegal atau tanpa izin. “Kerjasama MoU dengan 32 bendesa adat di Ubud ini, agar bisa menyelamatan wilayahnya tidak ada penipuan lagi dan juga tidak ada usaha money changer bodong. Karena modusnya dilakukan biasanya dengan kurang-kurang bayar. Pemancingnya dengan nilai kurs yang tak masuk akal. Kita sudah lacak itu sekitar 12 kios atau lapak money changer bodong,” bebernya.

    Baca juga: Terancam 5 Tahun Penjara dan Denda Rp5 Miliar, Kasus Perbankan Dominasi Pengaduan Konsumen di Tahun 2019

    Sementara itu, Camat Ubud, Drs. I.B. Putu Suamba, M.Si menegaskan sosialisasi terkait usaha valuta asing yang menyasar wilayah Ubud sangat penting disampaikan bagi masyarakat. Apalagi Ubud sebagai destinasi wisata favorit baik domestik maupun mancanegara yang datang ke Bali, sehingga sangat banyak usaha pariwisata termasuk penukaran valuta asing yang masuk. Karena itu diharapkan semua usaha valuta asing itu legal, agar bisa memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawam. “Untuk itu usaha valuta asing di Ubud harus resmi dan legal dan harus sesuai arahan BI. Namun memang selama ini belum ada laporan (money changer bodong, red) dan memang sama dengan BI. Karena kami di kecamatan tidak ada kewenangan dan penindakan pelaporan kemungkinan ada di pihak kabupaten dan kepolisian maupun asosiasi. Tapi di kami belum ada laporan,” tandasnya.

    1bl-ik#5/2/2020

    Bendesa Alit Majelis Desa Adat Kecamatan Ubud, I Made Suardana menambahkan, sebagai lembaga adat sangat mengapresiasi kegiatan sosialisasi terkait usaha valuta asing, sehingga bersama jajaran para bendesa akan siap ikut mendukung dan menyukseskan penertiban usaha money changer tanpa izin di wilayah Ubud yang bekersama dengan BI dan asosiasi. “Selaku pemangku adat siap mendukung penertiban usaha kepariwisataan di Ubud, sekaligus akan mendorong krama adat untuk ikut mengawasi para penjual valuta asing itu. Nanti akan kita adakan pembicaraan untuk membuat peramrem bersama bendesa, karena di adat ada aturan berupa awig maupun perarem, khusus untuk usaha penukaran valuta asing,” tutupnya. aka/ama

    Advertisement