Connect with us

EKONOMI

Bantah Gebrak Meja, Kuasa Hukum Korban 12 KSP Bodong Tuding Ketua OJK Bali-Nusra Arogan dan “Sok Kuasa”

Redaksi Jarrakpos

Published

on

[socialpoll id=”2522805″]


Denpasar, JARRAKPOS.com – Itikad baik Kuasa Hukum para korban 12 KSP (Koperasi Simpan Pinjam) bodong memberikan data dan informasi kepada pihak OJK (Otoritas Jasa Keuangan) ternyata tak berbuah manis. Bahkan berlangsung panas, karena Ketua OJK Bali-Nusra Hizbullah dikecam dan disebut tidak pantas memimpin OJK Regional VIII Bali-Nusra, gara-gara dituding bertindak arogan saat menerima delegasi korban KSP bodong, di Kantor OJK Denpasar, Rabu (21/11/2018). Hal itu diungkapkan salah satu Kuasa Hukum Korban KSP bodong, Putu Wirata Dwikora saat dihubungi mengaku sangat menyesalkan sikap arogan dan ‘’sok kuasa’’ Ketua OJK Bali-Nusra tersebut. Apalagi mereka datang memenuhi permintaan OJK, guna memberi data dan informasi yang diminta oleh OJK. Disebutkan selain dirinya, delegasi nasabah didampingi langsung Pengacara, I Wayan Sudirta, SH, Wayan Ariawan, SH, Wayan Sukayasa, SH dan Made Rai Wirata, SH beserta Koordinator Delegasi Korban KSP bodong, Made Winastra, SE.

Dikatakan, Hizbulah yang tiba-tiba hadir mementahkan janji para Deputi untuk memberikan rekomendasi OJK, guna melindungi nasabah bank dari lelang, eksekusi, pemasangan plang, sampai ada penyelesaian dan uangnya bisa kembali di 12 KSP ilegal yang diduga menipu para nasabah. ‘’Selain menggebrak meja, dia juga mengancam Kami, memerintahkan sekuriti mengamankan Kami. Setelah itu, tiba-tiba ada polisi di kantor OJK. Ini arogansi OJK yang memalukan, karena melakukan intimidasi, padahal seharusnya dia melayani kami yang datang memberikan data yang diminta oleh OJK. Mengapa memanggil polisi dan minta pengamanan, apa kami ini berbuat onar?,’’ papar Wayan Ariawan, SH menambahkan.

Baca juga :

Advertisement

Warga Meradang, Trotoar Samigita Jadi Tempat Parkir

Dijelaskan lebih lanjut, sebelum kedatangan Hizbullah, para korban KSP bodong serta Kuasa Hukumnya diterima sejumlah Deputi di OJK Bali-Nusra tersebut dan berdialog hampir 2 jam. Sementara Ketua OJK, Hizbullah, tidak ikut menerima delegasi, tanpa alasan yang jelas. Selama berdialog dengan para Deputi, Wayan Sudirta, Ariawan dan Putu Wirata Dwikora meminta OJK taat melaksanakan tugas dan kewenangan OJK yang dibentuk oleh Pemerintah untuk melindungi kepentingan konsumen lembaga keuangan, karena sebelumnya sudah banyak kasus penipuan oleh orang yang menggunakan modus Koperasi Simpan Pinjam dengan bonus dan bunga tinggi, tapi kemudian masyarakat yang menjadi nasabah kehilangan uangnya, karena koperasinya tutup.

 

Walaupun sempat panas, disebutkan Ariawan para Deputi akhirnya sepakat membuat Surat Rekomendasi untuk melindungi para korban, yang isinya agar bank-bank (terlampir) menunda tindak lanjut penanganan penyelesaian kredit bermasalah, seperti pemasangan plang, eksekusi dan pelelangan agunan sampai dengan adanya kejelasan terkait kasus. Ariwan menyesalkan, Draf Surat Rekomendasi yang sudah siap dan tinggal ditandatangani oleh Hizbullah selaku Ketua OJK- Bali-Nusrra, namun, sungguh mengejutkan karena Hizbullah bukannya membubuhkan tandatangan, tapi di sesi rapat kedua dia tiba-tiba bisa hadir dan dengan menggebrak meja, ia minta delegasi menjelaskan apa yang diminta dari OJK.

Baca juga :

Ratusan Loyalis “KERIS” Kawal Persidangan Ismaya, Sidang Dipercepat Hormati Masa Kampanye Calon DPD RI

Advertisement

Karena ucapan Hizbullah itulah dibeberkan Ariawan membuat emosi Wayan Sudirta, Ariawan, Putu Wirata Dwikora dan puluhan nasabah yang hadir, karena tadinya sudah dijanjikan Surat Rekomendasi OJK oleh para Deputi. Suasana makin kisruh ketika Hizbullah membela diri dan mengecam Kuasa Hukum yang dimintanya tidak emosional, namun ia langsung diserang karena Hizbullah lah yang mulai memancing emosi delegasi, dan mementahkan apa yang telah dijanjikan oleh para Deputi dalam dialog sekitar 2 jam lebih. Hizbullah dikatakan sudah berkali-kali menunjukkan sikap arogan dengan melontarkan pertanyaan,’’Saudara mau masalahnya dibantu OJK apa tidak?’’ sambil mengatakan kewenangannya terbatas dan terus membela diri, tanpa sedikitpun simpati kepada para korban koperasi bodong.

Saat dikonfirmasi, Hizbullah mengakui nasabah bank yang tertipu koperasi bodong datang dengan lawyernya ke OJK meminta bantuan penyelesaian kasus investasi bodong di koperasi tersebut. “Tapi mereka bukannya ngomong baik-baik, malah memaksa dan mengancam OJK untuk mengeluarkan surat tertulis saat itu juga, dan memaksa bank yang memberikan kredit tidak mengeksekusi jaminan dan minta dibebaskan dari denda dan bunga,” jelasnya seraya mengakui sedang mendalami kasus tersebut. “Teman-teman saya Pak Rochman sudah jelaskan, bahwa OJK sedang mendalami kasus tersebut, dengan melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank itu. Juga diinfokan kalau koperasi tidak dibawah pengawasan OJK. Tapi lawyernya ngomong sangat kasar dan menghina, bilang OJK memihak bank dan dapat sesuatu dari bank,” imbuhnya.

Baca juga :

Toko “Shopping” Mafia Tiongkok Kini Terima Wisatawan “Drop” Malam Hari

Advertisement

Mendapat kecaman itu, akhirnya Hizbullah menemui para nasabah koperasi bodong bersama lawyernya, sekaligus membantah menggebrak meja. “Setelah itu saya masuk dan memperkenalkan diri. Tapi mereka lawyernya langsung menyemprot saya dengan kata-kata kasar dan menghina sekali. Karena gaduh, saya tepuk-tepuk meja supaya ngomong satu-satu dan ngomong baik-baik. Jadi nggak ada saya menggebrak meja. Kemudian mereka tidak berhenti ngomong tanpa memberi kesempatan kepada OJK untuk menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil untuk membantu mereka. Akhirnya dari pada terbawa emosi, saya bilang, kalau Bapak marah-marah begini, kita tidak bisa mencari solusinya. Dan saya keluar. Kemudian teman-teman saya sudah menyiapkan securiti, termasuk polisi dan satpam kantor karena mereka datang cukup banyak,” bebernya sembari menegaskan, sebetulnya OJK akan bantu melakukan mediasi dengan bank untuk menyelesaikannya, tapi prosesnya tidak bisa instan dan harus diteliti siapa yang salah. “OJK kan harus melindungi dana nasabah lain yang ada di bank jumlahnya ribuan,” tambahnya.

Koordinator Nasabah, Made Winastra dan Dewi Hermayanti memaparkan, modus penipuan yang mereka alami adalah, datangnya manajemen KSP yang ternyata ilegal, menawarkan penyelematan aset. Caranya, masyarakat ditawari meminjam uang lebih besar lagi di bank tertentu, kredit digunakan untuk melunasi hutang pertama, dan kelebihan dari kredit yang diperoleh langsung dititip di sejumlah KSP dengan imbalan bunga 1% dan cashback 3% per bulan. Kredit cair dengan mudah, appraisalnya diwarnai manipulasi, dan ada indikasi permainan antara manajemen KSP dengan manajemen bank-bank tertentu serta lembaga keuangan lainnya, hingga peminjam bisa mendapat kredit sangat mudah. Belakangan, tahun 2018 ini, setelah 5 tahun berjalan, baru ketahuan KSP-KSP tersebut ilegal. Pendirinya meninggal, kantor KSP-nya tutup, para nasabah tidak bisa menarik uangnya, dan berakibat tidak bisa membayar angsuran di sejumlah bank pemberi kredit yang diduga main dengan manajemen KSP-KSP tersebut. Sudah belasan Debitur di bank dan BPR, mendapat SP-1, SP-2, SP-3, permintaan mengosongkan rumah, didatangi penagih utang dengan ancaman dan teror agar segera mengosongkan rumah atau melunasi hutang, mengancam memasang plang, dan lain sebagainya.

Baca juga :

Johanes Kotjo Ngaku Belum Pernah Bagikan Fee ke Setya Novanto

Advertisement

Pada kesempatan itu, Putu Wirata mengingatkan, ada 200 nasabah di satu Banjar Adat yang jadi korban, dan kalau mereka disita semua rumahnya, akan timbul masalah besar, berupa terlantarnya ‘’Merajan-merajan’’ dari 200 nasabah tersebut, termasuk urusan Piodalan di Tri Kahyangan yang bisa terlantar karena pengemponnya terusir dari rumahnya, akibat rumahnya disita dan dieksekusi. Ini bisa menjadi masalah besar dan bank tidak bisa meremehkannya. Sementara OJK punya kewajiban melindungi debitur sebagai konsumen lembaga keuangan tidak bisa hanya bicara normatif, tanpa peduli pada rasa keadilan yang harus mereka wujudkan. ‘’Kalau OJK tidak berpihak kepada konsumen, itu melawan asas dan maksud dibentuknya OJK. OJK tidak perlu ikut melindungi bank, karena bank sudah kuat dan mampu membela diri, tapi konsumen bank lah yang menjadi tugas keberadaan OJK,’’ ujar Wayan Sudirta, sambil mengingatkan lebih baik OJK bubar daripada ada tetapi membiarkan masyarakat dan konsumen lembaga keuangan dirugikan, tanpa adanya literasi serta pemberian informasi yang memadai dari OJK. mas/ama