HUKUM
Batalkan UU Cipta Kerja, Serikat Pekerja di Bali Siapkan Judicial Review
Denpasar, JARRAKPOS.com – Undang-Undang Omnibus Law Kluster Ketenagakerjaan (UU Cipta Kerja) akhirnya resmi disahkan pada 5 Oktober 2020. Namun hingga saat ini masih menimbulkan polemik, karena dinilai masyarakat hanya menguntungkan pihak pengusaha dan merugikan pekerja/buruh. “Kami sangat rewal, tegas menyatakan sejak awal menolak RUU Cipta Kerja karena ada beberapa pasal yang sudah jelas-jelas akan memberikan dampak buruk kepada pekerja,” ujar Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP PAR – SPSI) Provinsi Bali, Putu Satyawira Marhaendra saat dihubungi di Denpasar, Kamis (8/10/2020).
Untuk itu Satyawira menegaskan hak untuk membuat dan membatalkan UU ada di DPR RI. Sementara pihaknya dari FSP PAR – SPSI Provinsi Bali secara hirarki menegaskan melalui perangkat yang dimiliki di pusat yang tergabung dalam Konfederasi SPSI yang dipimpin Yorrys Raweyai sejak awal telah menolak RUU Cipta Kerja karena dinilai banyak melemahkan eksistensi UU No: 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk itu ia akan segera meminta salinan UU Cipta kerja untuk dipelajari, dan bila nanti benar melemahkan pihak pekerja maka upaya memperjuangkan hak pekerja/buruh harus dilakukan.
“Kami setelah membaca nanti akan melakukan Judicial Review terhadap pasal-pasal yang masih merugikan para pekerja. Karena itulah satu-satunya jalur yang masih tersisa untuk kami akibat aspirasi kami yang tidak didengar oleh pemerintah dan DPR RI,” jelasnya lanjut menyatakan bahwa pembentukan UU tersebut di awal tidak melibatkan pihaknya. “Dari awal sesungguhnya kami tidak menyukai proses RUU Cipta Kerja karena tidak melibatkan unsur serikat pekerja serikat buruh sebagai pondasi utama di dalam hubungan industrial yang diwujudkan dalam tripartit, pemerintah, pengusaha dan pekerja,” jelasnya.
Belum jelasnya informasi yang ia terima terkait UU Cipta Kerja pihaknya menegaskan tidak mau melakukan aksi gegabah karena tidak ingin digiring pada kepentingan politik atau kepentingan lain. Namun bila nanti diketahui benar ada pasal-pasal yang berdampak buruk bagi nasib pekerja/buruh maka pihaknya akan secara tegas menyatakan sikap menolak kepada pemerintah. Satyawira juga menegaskan karena menjadi bagian dari Omnibus Law pihaknya tegas menyatakan tidak anti dengan investasi atau tenaga kerja asing sepanjang diatur dengan baik.
“Kita tidak anti dengan investasi tapi kami mengingingkan investasi yang memberikan peningkatan kelayakan hidup para pekerja yang ada di Indonesia. Bila ada tenaga kerja asing yang ditugaskan untuk mengerjakan proyek investasi wajib hukumnya melakukan tranfer knowlage dan ada batas waktu mereka melakukan tugasnya. Sehingga pada saatnya nanti tenaga kerja Indonesia mampu menduduki jabatan yang ditinggalkan oleh tenaga kerja asing tersebut. Kami tegaskan investasi no problem, tetapi kalau investasi itu harus mengurangi hak-hak yang sudah kami dapat ini yang tidak kami terima,” ungkap pria yang gemar kegiatan sosial kemanusiaan itu. eja/jmg