POLITIK
Beban Listrik Tinggi, PLN Tawarkan Pilihan Sulit Bagi Pengusaha
Badung, JARRAKPOS.com – Dihadapkan pada kondisi sulit akibat dampak pandemi Covid-19, membuat dunia usaha mengambil langkah untuk merumahkan sementara karyawannya. Tidak berhenti sampai disitu, kini dunia usaha kembali dihadapkan pada biaya beban tagihan listrik yang tinggi kendati sudah tidak lagi beroperasi. “Di saat pandemi pihak PLN tetap memberlakukan sama, yaitu tidak ada relaksasinya sama sekali. Saya banyak menerima laporan dari masyarakat, keterlambatan (membayar, red) tetap didenda, bahkan biaya beban pun tetap dikenakan tinggi biarpun tidak terpakai,” ujar Anggota DPRD Kabupaten Badung, I Nyoman Graha Wicaksana, B.Com.MM.
Dikatakan, saat ini di Kabupaten Badung dari data yang ia terima hingga tanggal 29 April 2020, sebanyak 399 perusahaan telah merumahkan 31.963 orang karyawannya. Bahkan 42 perusahaan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 633 orang karyawannya. Kondisi yang dipicu akibat dampak pandemi Covid-19, ini kini pengusaha kembali dihadapkan pada pilihan sulit karena perusahaan harus tetap membayar tagihan beban listri yang tinggi. Ancaman sanksi pemutusan juga telah disampaikan pihak PLN bila pelanggan tidak menjalankan kewajibannya membayar beban dan pemakaian listrik. Tawaran untuk menurunkan beban atau pemutusan sementara menjadi pilihan sulit bagi pengusaha dalam kondisi terjepit masalah keuangan.
Keluhan masyarakat ini disampaikan Graha Wicaksana banyak datang dari pelaku usaha menengah kebawah, yakni dari pemklik losmen, hotel melati, gues house hingga pemilik rumah kost. Mereka berharap agar intruksi Presiden Jokowi agar benar-benar diterapkan khusunya oleh pihak PLN sebgai salah satu BUMN untuk ikut memberikan relaksasi. Pasalnya banyak perusahaan sudah tidak beroperasi, disisi lain juga tidak sedikit usaha harus melakukan relaksasi kredit namun juga diakui tidak sesuai harapan karena tetap dibebankan kewajiban membayar berdasarkan keputusan pihak bank. “Jadi ini yang kita keluhkan sikap PLN. Kita berharap supaya intruksi Bapak Presiden Jokowi terhadap relaksasi untuk usaha-usaha kecil menengah kebawah benar-benar dijalankan, kalau tidak mati semua pengusaha,” jelasnya.
Diakui, pihak PLN telah memnerikan kebijakan membayar di akhir bulan namun tetap memberikan sanksi denda keterlambatan. Selanjutnya pelanggan diberikan pilihan lain antara turun daya atau pemutusan sementara. Justru ini membuat dilema bagi pengusaha karena akan menjadi sulit nantinya bila sudah kembali beroperasi. Akan ada biaya-biaya baru untuk mengembalikan layanan kelistrikan dari PLN. “Ini akan menjadi bom waktu kedepannya ketika permasalahan Covid ini sudah selesai. Pemilik usaha yang notabena banyak orang lokal itu pasti akan lama recoverynya, dimana dia mencari uang untuk memodali dan mengaktifkan kembali usahanya. Minjam kan sudah tidak mungkin karena sudah dibebankan oleh biaya-biaya tunggakan, plus bunga dan lain sebagainya dari pihak PLN,” ungkap pwengusaha yang juga Ketua PAC PDI Perjuangan Kecamatan Kuta itu.
Sebagai salah satu solusi, mewakili para pengusaha UKM di Kuta dan Bali pada umumnya ia meminta agar pemerintah melalui PLN segera mengambil kebijakan strategis yakni menghilangkan beban pemakaian listrik dan hanya mengenakan biaya pemakaian selama pandemi Covid-19. Hal senada disampaikan salah satu pemilik hotel melati di kawasan Legian, Gede Ariana. Ia mengaku dalam situasi normal tagihan listrik bisa mencapai Rp30 juta namun saat usahanya tidak beroperasi tagihan beban listrik masih tinggi yakni sekitar Rp15 juta. “Tetap kena biaya beban tinggi, sementara listrik tidak dipakai hanya biaya beban. Kita berharap paling vepat bulan ini biaya beban bisa dihilangkan karena kita sudah kewalahan,” pinta pemilik Hotel Sandat itu. eja/ama