EKONOMI
Belajar dari Yogyakarta, BI Bali Angkat Potensi UMKM Gula Semut di Jembrana
Yogyakarta, JARRAKPOS.com – Seperti diketahui hampir semua wilayah di Pulau Bali sektor pembangunan yang digarap selalu berorientasi pariwisata. Karena selama ini kehidupan masyarakat di Bali telah berubah dari yang semula agraris dengan mata pencaharian sebagai petani dan nelayan, menjadi masyarakat pelaku penyedia tempat wisata. Untuk itulah kali ini, KPw BI (Bank Indonesia) Provinsi Bali berupaya meningkatkan produksi dan kapasitas UMKM yang berpotensi ekspor atau berpotensi menunjang sektor pariwisata. Salah satunya adalah pengembangan gula semut di Jembrana dan desa wisata Tampaksiring dengan menggelar Lokakarya Kebanksentralan dan Kehumanan Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali ke Yogyakarta sebagai salah satu daerah penghasil gula semut dari 26 hingga 28 April 2019.
Pada kesempatan itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana mengakui gula semut merupakan gula merah versi bubuk dan sering pula disebut orang sebagai gula kristal. Dinamakan gula semut, karena bentuk gula ini mirip rumah semut yang bersarang di tanah. Bahan dasar untuk membuat gula semut adalah nira dari pohon kelapa atau pohon aren. Keistimewaan gula semut adalah memiliki rasa dan aroma yang khas yang berasal dari bahan pembuatnya, yaitu nira. Dibandingkan dengan gula cetak, pengolahan nira menjadi gula semut akan lebih menguntungkan, karena harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan gula cetak berbentuk serbuk, sehingga lebih luwes pemakaiannya dibandingkan gula cetak dan lebih mudah penyimpannya serta memiliki umur simpan lebih lama.
Baca juga : Lokakarya Bank Indonesia Provinsi Bali, Angkat Potensi Hutan Jadi Objek Wisata Yogyakarta
“Industri gula semut atau gula merah bubuk di dalam negeri mampu menghasilkan produk yang diminati pasar internasional. Meski pengolahannya masih banyak dilakukan secara konvensional, namun produk gula semut telah berhasil menembus pasar ekspor ke beberapa negara seperti Amerika, Eropa, Srilanka, Australia dan Jepang,” ucapnya di Yogyakarta, Jumat (26/4/209) malam. Causa Iman Karana yang akrab disapa CIK ini menambahkan, pihaknya mulai mengidentifikasi pengembangan gula semut di Desa Pendem, Jembrana. Salah satunya, Kelompok Mawar Bali, terdiri dari petani gula kelapa berjumlah 20 orang yang berada di sekitar Bukit Mawar, Desa Pendem, Jembrana itu dibina oleh KPw BI Provinsi Bali untuk menghasilkan produk gula semut berkualitas ekspor. Untuk itu, petani gula kelapa tersebut diajak mengikuti kunjungan belajar ke Yogyakarta.
Disebutkan kunjungan belajar ke Yogyakarta selain untuk meningkatkan produksi, juga melihat peluang pasar untuk ekspor. Hasil ini diharapkan dapat berdampingan dengan hilirisasi produk coklat dan kopi. “Selain gula semut, KPw BI Provinsi Bali juga akan mengembangkan Desa Wisata Tampaksiring. Pemilihan Desa Tampaksiring mengingat lokasinya tidak jauh dengan Klaster Padi Pulagan yang merupakan binaan KPwBI Provinsi Bali,” tutur Cik menambahkan selain itu, Desa Tampaksiring juga memiliki objek wisata Pura Tirta Empul dan Istana Presiden. Tampaksiring mempunyai potensi seni, adat dan budaya yang masih kental. Ditunjang dengan potensi sumber daya alam dan potensi kerajinan yang berkualitas ekspor, pengembangan Desa Wisata Tampaksiring akan dibuat terintegrasi dengan agrowisata Pulagan. Pasalnya, Bali merupakan daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan menjadi salah satu destinasi tujuan wisata dunia. “Pariwisata adalah lokomotif ekonomi Bali berkat keindahan alam dan seni budaya serta keramahtamahan penduduknya. Provinsi Bali sebagai tempat tujuan wisata menyumbang 40 persen devisa negara yang diperoleh dari sektor pariwisata,” imbuhnya.
Baca juga : Pariwisata Bali Harus Berkualitas, Nuarta : Tidak Boleh Ada ‘Karya Kasak-Kusuk’
Lanjut CIK, Ekonomi Bali di tahun 2018 mengalami akselerasi kinerja dengan tumbuh sebesar 6,35% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,57% (yoy). Kinerja ekonomi Bali pada triwulan I 2019 diprakirakan tetap tumbuh kuat, dengan kisaran 6,10%-6,50% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (triwulan I 2018) sebesar 5,75% (yoy). Dinamika inflasi Bali selama 5 tahun terakhir (2014 s/d 2018) menunjukkan bahwa inflasi Bali relatif lebih rendah dibanding inflasi Nasional. Rata-rata inflasi Bali selama 5 tahun terakhir tercatat sebesar 4,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata realisasi inflasi Nasional pada periode yang sama, yang sebesar 4,29% (yoy). Inflasi Bali pada Maret 2019 tercatat sebesar 1,85% (yoy), dan hingga akhir tahun 2019 diperkirakan terjaga sesuai target pada kisaran 3,5 + 1%. “Sejumlah tantangan yang dihadapi ekonomi Bali ke depan, antara lain tingginya ketergantungan ekonomi Bali pada bidang usaha pariwisata, turunnya kualitas wisman serta tingginya alih fungsi lahan,” tutupnya tim/ama
You must be logged in to post a comment Login