Connect with us

    NEWS

    Bendesa Intaran Bungkam Ditanya Batasan Suci Zona Esek-esek di Sanur, Perihal Bicara Kawasan Suci Tolak LNG

    Published

    on

    Denpasar, JARRAKPOS.com – Terkait pernyataan yang dilontarkan oleh Bandesa Adat Intaran, I Gusti Alit Kencana, saat aksi penolakan Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya karena mengacam kawasan suci di Desa Adat Intaran mendapat respon beragam. Bendesa yang memimpin di masa LPD Desa Adat Intaran yang sedang goyang itu, mengatakan tempat suci ini berada di pesisir Intaran yang keberadaanya sangat terancam jika pembangunan Terminal LNG di Desa Adat Sidakarya yang dituding berada di kawasan Mangrove dilakukan. Apabila hal tersebut terjadi maka sama saja dikatakan memunggungi dari ajaran Sad Kerthi, dimana Samudra Kerti mengajarkan untuk melindungi Tempat-Tempat Suci di Pesisir dan Jagat Kerthi salah bagian dari Sad Kerthi dan menjadi visi besar Gubernur Bali.

    “Jagat Kerthi mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga wadah atau tempat masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial terlebih itu merupakan tempat suci, Maka sangat berdosa apabila kami tidak menjaganya, begitu juga akan berlawanan dengan misi besar Gubernur Bali,” tegas Alit Kencana. Pernyataan tersebut dinilai sangat miris diucapkan oleh Bandesa Adat Intaran yang berbicara kawasan suci sangat bertolak belakang dengan zona esek-esek yang dibiarkan menjamur, seperti kawasan di wilayah Danau Tempe yang berada di wilayah Desa Adat Intaran. Di mana daerah tersebut dijadikan lahan esek-esek yang berdampingan dengan lingukungan warga setempat yang malah dibiarkan tetap aman beroperasi. Sayangnya ketika dikonfirmasi Bendesa Adat Intaran juga bungkam. Padahal seperti di Surabaya juga ada kawasan serupa bernama Dolly yang sudah lama dengan tegas ditutup.

    Menyimak pernyataaan Bendesa Adat Intaran tersebut, salah satu warga Sanur malah mempertanyakan tentang kawasan prostitusi yang berada di Danau Tempe, sebelum adanya sampah layanan desa sampah dari kegiatan esek-esek dikumpulkan atau dibuang langsung sungai. Dimana sungai tersebut langsung bermuara ke laut dan melintasi Pura Dalem Pengembak. Artinya ketika bicara kawasan suci, banyak sekitar Danau Tempe terdapat bangunan pura kecil, apakah pura tersebut bisa dikatakan masih suci mengingat pura kecil tersebut berdampingan dengan kawasan komplek protitusi. “Di wilayah Desa Adat Intaran masih banyak kok hunian yang berlabel XX yang digunakan sebagai transaksi protitusi seperti halnya daerah Danau Tempe yang berdampingan dengan pura kecil,” sentil Pemerhati Sosial asal Denpasar yang tidak ingin disebutkan namanya kepada awak media pada Senin (1/8/2022).

    Ketika Bandesa Adat Intaran, I Gusti Alit Kencana kembali ditanyakan soal itu untuk kejelasan kawasan suci di daerahnya, melalui pesan singkat WhatsApp memilih tidak membalasnya padahal status terlihat online. Uniknya aksi tolak LNG di depan Kantor Gubernur Bali, pada Kamis (14/7/2022) oleh sejumlah masyarakat Intaran, Sanur serta para penggiat lingkungan hidup malah membawa simbol Ida Batara yang disakralkan, bahkan dipundut (diusung) oleh para pendemo. Bahkan viral di Medsos, sehingga Ketua PHDI Bali, I Nyoman kenak meminta para pendemo jangan menyamakan simbol Batara yang sudah disakralkan dengan simbol barang dagangan yang di art shop. Seharusnya para pendemo bisa saling menghargai dengan tidak membawa-bawa simbol kesakralan umat Hindu di Bali, cukup dengan meminta restu dan perlindungan Ida Batara ketika akan melakukan aksi demo, hal tersebut diungkapkan oleh Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak kepada wartawan di Denpasar, Jumat (15/7/2022).

    Advertisement

    ‘’Kalau benar seperti foto yang beredar di media, nunas sampunang pralinggan Ida Bhatara pundute ke lokasi demo. Bahwa karena keyakinan, perlu nunas restu dan perlindungan Ida Bhatare, cukup dengan sembahyang ring ajeng pralinggan Ida, tangkil ring Prahyangan Ida, agar penyampaian aspirasi terhadap proyek Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya mendapat tuntunan, dan aspirasinya didengar oleh pengambil keputusan. Jadi, Ida Batara, pralinggan Ida, aturin melingga melinggih ring parahyangan, cukup umat sane unjuk rasa di lokasi, Ida aturin nyejer ring kahyangan,’’ kata Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak didampingi Sekretaris PHDI Bali, ketika diminta komentar tentang unjuk rasa penolakan Tersus LNG yang menampakan warga ‘’mundut’’ (mengusung, red) pralinggan Ida Batare yang sakral, serta dihiasi adegan ‘’ngurek’’ (menikam diri sendiri dengan keris).

    Kenak menambahkan, pihaknya yang melihat di media beredar berita tentang pembangunan Tersus LNG di kawasan Desa Adat Sidakarya diisukan akan memangkas berhektar hutan mangrove. Hal itu telah memantik beberapa kali unjuk rasa. Demo penolakan tanggal 14 Juli 2022 ke kantor Gubernur Bali di Renon, dikabarkan disertai atraksi yang sebenarnya disakralkan, ada adegan ‘’ngurek’’ (menancapkan keris ke tubuh sendiri) dan sosok Ida Ratu Mas yang oleh umat Hindu di Bali sangat disakralkan. ‘’Soal demo, itu silakan, merupakan hak warga negara. Soal penolakan pembangunan terminal khusus LNG, silakan, dengan menyertakan dasar dan alasannya. Tapi, sampunang pralingga Ida Batare, kepundut ke lokasi demo. Karena dalam demo ada pro-kontra di masyarakat, pasti ada respon dan ujaran-ujaran yang emosional dan justru menyerang termasuk nyerempet kesucian Ida Batare. Soal keyakinan, mohon restu Ida Batare, kiranya cukup dengan bersembahyang di Parahyangan Ida Batare sebelum akan unjuk rasa, mohon perlindungan Beliau. Masih ada kesenian Bali lain yang profan dan bisa dimanfaatkan untuk kreativitas demo, misalnya dengan seni lawak, sambil mengutarakan argumen rasional,’’ ungkapnya.

    Kenak menegaskan, demonstrasi selain perlu dilakukan diatas prosedur agar jangan kesandung kasus hukum, juga perlu mempertimbangkan kepatutan. ‘Pralinggan Ida Batare itu sakral, milik semua umat Hindu, yang tentu saja ada pro dan kontra, dan sensitif kalau sampai perdebatan beralih dari pro-kontra tersus LNG menjadi pro-kontra dibawanya simbol sakral agama Hindu di lokasi demo. “Jadi, agar tidak sampai terbuka peluang konflik narasi di ranah simbol sakral seperti pralinggan Ida Bhatare ini, untuk mohon perlindungan dan restu Ida Bhatare, cukup dilakukan dengan tangkil diajeng Ida Bhatare, ngaturang sembah subhakti, agar perjalanan penyampaian aspirasi tidak terhambat oleh apapun,’’ katanya seraya menambahkan kalau menggunakan atraksi lawak yang menghibur, atau lawak bernada protes, maka kalau ada yang kontra dan melontarkan narasi negatif, yang diserang mungkin seni lawaknya. Hendaknya, jangan lagi bawa-bawa simbol agama Hindu yang kita sakralkan itu untuk aksi-aksi demo. Pilihlah kesenian yang lebih pas dan bersifat profan.

    Sementara Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora mengatakan, akan halnya substansi dari penolakan tersus LNG yang ramai beritanya di media, Dwikora menyatakan PHDI Bali baru mengetahui beritanya di media dan merasa belum bisa mengomentarinya. Tapi, kalau PHDI Bali dilibatkan dan mengetahui data-datanya, tentu akan dilakukan kajian, apakah ada yang berkaitan dengan fungsi dan tugas PHDI sebagaimana diatur dalam AD/ART. ‘’Karena data dan substansi permasalahannya belum masuk ke PHDI Bali, tentu kami belum bisa mengomentari soal Terminal LNG tersebut. Prinsipnya, PHDI Bali menghormati hak warga negara untuk menyatakan pendapat, baik melalui orasi maupun unjuk rasa. PHDI Bali tidak masuk ke pro-kontra tersus LNG nya. Silakan berbeda pendapat, pemerintah pastinya tidak mengabaikan aspirasi-aspirasi yang berkembang untuk merevisi keputusannya,’’ imbuhnya sambil berharap ke depan, ‘’Ngiring semeton umat sedharma, jaga kesucian simbol agama Hindu kita, suciang pralinggan Ida Bhatare, nunas restu dan perlindungan Ida Bhatare di ajeng parahyangan Ida, sampunang mundut Ida Bhatare ke lokasi demo,’’ Pungkas Dwikora.

    Advertisement

    Perlu diketahui pada pemberitaan sebelumnya, sejumlah warga Intaran, Sanur, Denpasar akhirnya tetap turun berdemo menolak pembangunan LNG yang rencananya berada di kawasan Desa Adat Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar. Sayangnya aksi demo warga yang disinyalir ditunggangi oleh para penggiat yang mengaku sebagai penyelamat lingkungan itu, malah dihujat oleh masyarakat Bali, terutama para netizen di media sosial, terutama lewat jaringan WAG (WhatsApp Group). Mereka menuding demo tolak LNG ini mengajak turun simbol “Batara” yang disakralkan di Bali ke jalan untuk mendatangi Kantor Gubernur Bali, pada Kamis, 14 Juli 2022. Padahal kedatangan mereka hanya untuk mempertanyakan kepastian sikap dari Gubernur Bali, terkait rencana pembangunan Terminal LNG di lahan mangrove, namun anehnya para pendemo tidak berani menyebutkan Terminal LNG berada di wilayah Desa Adat Sidakarya yang notabene bukan bagian dari wilayah Intaran, Sanur. Menyaksikan demo tersebut di media sosial banyak yang menyayangkan aksi yang membawa simbol agama Hindu yang sangat disakralkan. Seperti diungkapkan salah satu tokoh Bali, I Made Sudarta yang mengkritik keras demo tolak LNG yang menurunkan simbol Ida Batara umat Hindu di Bali.

    “Mimiiih Bali Sampun modern Go internasional mangkin nggih. Betare diajak sareng demo tolak LNG. Dumun biasanya demo orang kemanten, mangkin demo ngiring Betare berarti kemajuan bagus nggih,” sentilnya dengan mengirim akun salah satu link Live Facebook yang menayangkan langsung aksi demo yang membawa pertunjukan simbol Batara di jalan depan Kantor Gubernur Bali, pada Kamis sore (14/7/2022). Ia juga mempertanyakan bagaimana pandangan masyarakat Bali terkait aksi demo yang dinilai telah menodai simbol agama untuk tujuan lain. “Punapi pandangan masalah Betare sareng Demo. Setuju napi cocok asanne? Betare diajak bargaining ngalih gae ane tidong-tidong. Ten bani Demo pedidi, makane ngajak Betare nggih,” sentilnya lagi. Secara terpisah, salah satu tokoh masyarakat Denpasar juga menyampaikan kritikan senada. Bahkan ia menduga ada standar ganda atau unsur lain yang sengaja menggunakan simbol agama ini untuk mendapatkan keuntungan maupun dukungan baik moril maupun materiil.

    Selain itu, ia menuding demo tolak LNG diduga hanya sebagai kedok penyelamatan lingkungan. Alasannya, karena sangat jelas Gubernur Bali, Wayan Koster sebelumnya secara langsung menanggapi aspirasi masyarakat, sehingga mengarahkan PT. DEB (Dewata Energi Bersih) membangun terminal penyimpanan LNG tidak lagi di areal mangrove. Untuk itulah, PT. DEB harus mendukung kebijakan pemerintah Provinsi Bali untuk memperhatikan serius aspirasi masyarakat terkait rencana pembangunan Tersus LNG di Sidakarya. “Ternyata temen tyang dari media mendukung demo dengan ngiring Betare ne. Katanya petunjukan dunia memperhatikan dan dapat sponsor banyak LSM nya. Kita akan lawan mereka. Alam semesta pasti punya rencana baik. Jika kita tulus, pasti akan mendapatkan restu alam semesta & Ida Bhatara,” tegasnya singkat. tim/tra/ama

    Advertisement
    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply