Connect with us

    POLITIK

    Bisa Melanggar Hukum, Hati-hati Pilih Caleg Bawa Bansos dan Sumbangan

    Published

    on


    Denpasar, JARRAKPOS.com – I Kadek Agus Mulyawan, SH.MH, Caleg DPRD Provinsi Bali, dapil Klungkung nomer urut 1 dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menyoroti masa kampanye yang penuh permainan politik uang. Peserta pemilu dinilai tidak banyak memanfaatkan model kampanye dengan menyampaikan visi dan misi di dapilnya, namun kesempatan itu lebih banyak digunakan untuk pencitraan yang mungkin dianggap lebih mampu menggaet banyak pemilih. “Misalnya dengan pencitraan memberikan bansos dan sumbangan, tapi buntutnya meminta untuk dipilih. Nah itu untuk kepentingan politik pribadi, hati-hati bisa melanggar hukum,” tegasnya.

    Dikatakan, melakukan pencitraan sah-sah saja, karena pencitraan juga sebagai bagian untuk meyakinkan publik. Tapi sepanjang upaya pencitraan itu wajar dan sah dimana konten yang dibuat tentunya tetap harus memiliki nilai positif bagi masyarakat dan bukan HOAX serta tidak melanggar peraturan pemilu. Lawyer sekaligus politisi ini, juga menegaskan memang saat ini agak sulit menentukan strategi yang dijabarkan kepada pemilih (voters) banyak pendekatan yang dilakukan, namun Ia berharap pemilih di tahun ini akan menentukan pemilihan berdasarkan dari domain kognitif (pemikiran). “Kita jangan terjebak dengan janji-janji manis caleg, ujung-ujungnya nanti kita hanya bisa mengeluh, ketika biaya hidup tinggi,” tegasnya.

    Baca juga :

    Berdasarkan Ilmu HypnoCodesName, Kekuatan Nama Jokowi – Ma’ruf Menang Tipis di Pilpres 2019

    Advertisement

    Menurutnya terkadang caleg yang sudah menjabat pun (incumbent) ketika nyaleg lagi sulit menang dengan pendatang baru, karena pemilih saat ini sudah sangat rasional. Mereka tidak lagi mengandalkan popularitas sebagai pilihan tapi mereka lebih berpikir sisi negatif dan positif seorang figur sebelum menjatuhkan pilihannya. Penggiat anti korupsi ini mengemukakan bahwa hampir di setiap ajang pemilu, baik tingkat kabupaten, propinsi maupun nasional tidak bisa lepas dari isu money politic dan umumnya para caleg mengkatagorikan aktivitas tersebut sebagai sebuah bentuk pemberian/sumbangan/bantuan/hibah, agar pemberian tersebut dapat bernilai pamrih atau minimal meraih simpati. “Tapi ujung-ujungnya dengan harapan supaya dipilih atau bisa mendulang suara,” katanya.

    Pada dasarnya masyarakat pemilih telah kenyang dengan asam garam pemilu, bahkan diduga dikalangan mereka berkembang istilah “ambil uangnya, coblosnya suka-suka”, jika para pengemban amanah kekuasaan (wakil rakyat) meraih posisinya, senantiasa menggunakan uang sebagai sarana mencapai tujuannya. “Hampir bisa dipastikan secara logis mereka akan memprioritaskan pengembalian modal politiknya dengan meraih keuntungan sebesar-besarnya dari modal yang telah ditanamkan dari mereka (oknum, red) yang terpilih menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. Untuk itu janganlah kita terjebak pada permainan politik yang hanya melahirkan kesengsaraan bagi masyarakat. Sudah tiba saatnya kita menyadari untuk mengganti sistem politik di negeri kita dengan sistem politik yang akan mensejahterakan rakyat,” tegas tokoh anti korupsi ini. tim/ama