NEWS
Bocah Kebon Dari Deli, Saksi Perjalanan Prof. Supandi Dalam Mengarungi Hidup dan Karirnya di Dunia Hukum.
Jakarta.Jarrakpos.com. Seringkali insan manusia terlambat menyadari jika sesungguhnya perjalanan hidup dari kelahiran hingga kematian merupakan takdir ilahi yang sudah ditetapkan.
Terlalu banyak hal yang mustahil bagi manusia, namun di hadapan sang Khalik, Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak ada yang mustahil.
Perjalanan hidup Prof. Dr. Supandi, S.H., M. Hum, menjadi salah satu bukti nyata.
Supandi kecil lahir dan dibesarkan di perkampungan di tengah kebun berantakan di pinggiran desa terpencil di Kabupaten Deli, Sumatera Utara. Masa kecilnya ia habiskan menggembala dan berkebun demi membantu orangtuanya yang hijrah dari pulau Jawa untuk menyelamatkan diri dari kekejaman kolonial Belanda.
Konon, kekejaman Belanda memaksa kakek buyutnya, Ki Tirtoleksono, seorang anggota pasukan khusus Pangeran Diponegoro, untuk membunuh seorang mandor Belanda yang bengis dan kasar. Kakeknya kemudian membuang jenazah ke lubang api pembakaran sampah. Peristiwa itu lah yang kemudian mengharuskan leluhur buyut Supandi pindah dari Pulau Jawa ke Deli Serdang, Sumatera Utara.
Salah satu putra Ki Tirtoleksono, yakni Kiyai Ibrahim atau akrab dikenal sebagai Ki Sujak, merupakan kakek kandung Supandi. Dari zaman sang kakek hingga saat lahirnya ayah Supandi, Ngadimun, keluarga pasukan elit Pangeran Diponegoro ini terus bertahan hidup dengan berkebun di belantara tanah Deli, Sumatera Utara.
Supandi yang sejak kecil terus mendengar kisah perjuangan pahit sang leluhur dari keluarga ayahnya, tumbuh besar dalam keprihatinan. Ia bahkan harus menempuh jarak 40 kilometer dengan berjalan kaki demi bisa bersekolah.
Namun, siapa sangka Supandi si anak kebun dan penggembala ternak itu bisa menjelma menjadi seorang hakim agung yang paling banyak memberikan kontribusi kepada negara juga kepada rakyat Indonesia semenjak dirinya dipercaya sebagai Ketua Muda Tata Usaha Negara (TUN) dan Pajak di Mahkamah Agung RI.
Lebih ajaibnya, justru cucu anggota pasukan khusus Pangeran Diponegoro ini pada tahun 2019 ditahbiskan pula menjadi Guru Besar bergelar Profesor oleh Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.
Supandi tercatat sebagai salah satu hakim agung profesional yang secara fenomenal memutus persoalan hukum terkait kasus BPJS yang efeknya bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
Supandi, meski dari kecil harus hidup dalam keprihatinan, tidak pernah mengenal kata menyerah. Ia selalu mengajarkan para hakim agar lebih mendekatkan diri ke dunia kampus dan jangan mendekati alam pergaulan dunia pengusaha. Hal ini karena menurutnya jika seorang hakim dekat dengan dunia kampus, maka akan menghasilkan manusia beradab dan sadar akan tanggung jawab, sehingga ia akan melakukan tugas dengan baik dan adil.
Sebaliknya, hakim yang dekat dengan para pengusaha akan melahirkan jiwa yang tamak dan serakah, karena selalu berambisi menjadi kaya raya. Mereka juga tak memiliki rasa iba dan jauh dari kasih.
Aktif dalam kegiatan Pramuka menjadikan Supandi sosok yang bersahaja dan rendah hati meskipun kini ia diposisikan sebagai Tuada TUN di benteng terakhir para pencari keadilan, yakni Mahkamah Agung RI.
Kisah inspiratif hakim Supandi dituangkan dalam sebuah buku bertajuk “Bocah Kebon dari Deli” yang disusun secara apik oleh penulis Irawan Santoso, S.H.
Buku setebal 438 halaman yang sarat dengan pencerahan hukum dengan segudang dinamika ini sudah beredar di berbagai toko buku di seluruh Indonesia.
Rencananya, Supandi akan menerbitkan buku kedua di pertengahan Juli 2022 dimana sosok profesor yang akrab dengan kalangan media ini tak lama akan memasuki masa Purnabakti.
Dikutip Dari : Info Breakingnews.com
Editor : Kurnia
You must be logged in to post a comment Login