NEWS
Breaking News! Seluruh Upacara Yadnya di Bali Bersifat “Ngawangun” Wajib Ditunda
Denpasar, JARRAKPOS.com – Guna mencegah penuran virus Corona (Covid-19) di Bali, dimana masyrakat Bali yang rata-rata beragama Hindu yang dipastikan banyak upacara yadnya yang dilakukan dan biasanya pelaksanaan upacara tersebut melibatkan orang banyak. Menyikapi hal tersebut, maka PHDI (Parisadha Hindu Dharma Indonesia) Provinsi Bali, bersama MDA (Majelis Desa Adat) Prov Bali mengeluarkan SK (Surat Keputusan) Bersama, untuk menunda pelaksanaan upacara yadnya yang bersifat ngawangun (direncanakan) seperti halnya mlaspas, ngenteg linggih, ngaben, mamukur, maligia, rsi yadnya (padhiksaan), serta meajar-ajar dan nyegara gunung ditunda selama masih terjadinya wabah pandemi Covid-19 di Provin Bali.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PHDI Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Sudiana lewat surat keputusan bersama untuk penundaan seluruh upacara yadnya tersebut karena kondisi negara Indonesia khususnya Bali, sedang menghadapi kondisi pademi Covid-19. Serta mengikuti arahan dan himbaun dari pemerintah daerah untuk mencegah penularan Covid-19 di Bali. “Berdasarkan hasil pertimbangan kami, maka kami PHDI bersama MDA mengeluarkan SK bersama, untuk menuda pelaksanaan upacara yadnya yang sifatnya direncanakan. Dan surat tersebut sudah ditandatangani oleh kami PHDI, Bandesa Agung MDA, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, dan Gubernur Bali Wayan Koster yang ditetapkan Sabtu (28/3/2020). Jelasnya.
Sudiana melanjutkan, isi dari SK bersama tersebut juga mengatakan agar upacara panca yadnya yang bersifat direncanakan bila ingin melaksanakan, harus dengan peserta terbatas serta wajib mengikuti prosedur penanggulangan Covid-19 dari arahan yang berwenang. Seperti halnya, tetap mengutamakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), tetap menjaga jarak antar orang minimal 1,5 sampai 2 meter, menyediakan tempat mencuci tangan dan sabun dengan air yang mengalir serta para peserta wajib menggunakan masker. “Kalau untuk upacara pitra yadnya berupa ngaben seperti ngaben, dan meninggal akibat Covid-19 harus di kremasi langsung atau mengkinsan di gni sesuai dengan protokol penanganan Covid-19. Dan upacaranya dilaksanakan terbatas dan tidak ada undangan,” tegasnya.
Lanjutnya Sudiana, untuk upacara manusa yadnya seperti kelahiran, upacara telu bulan bayi dan otonan dapat dilaksanakan dengan jumlah peserta terbatas tidak ada keramaian. “Sedangkan untuk pernikahan, bisa di hadiri oleh kedua pihak keluarga inti dan saksi-saksi saja, dan melaksanakan upacara inti saja berupa pabyakaonan, tataban di bale, banten nunas tirta tri kayangan desa adat, tirta mrajan, dan tirta dari sulinggih yang dilaksanakan oleh 2-3 orang saja dan pawiwahan cukup dipimpin pamangku dengan dibantu sarati banten, serta tidak melaksanakan resepsi sampai batas waktu aman dari Covid-19 yang diumumkan oleh pemerintah,” pungkasnya. tra/ama