HUKUM
Buntut Gugatan PTUN, DPRD Desak Pj Gubernur Sang Made Mahendra Jaya Dicopot
Denpasar, JARRAKPOS.com – Langkah Pj Gubernur Bali, Irjen Mahendra Jaya, yang menggugat Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, ke PTUN Denpasar, dalam perkara Nomor: 27/G/2023/PTUN.DPS, yang dituding tidak patut dan melanggar pasal 53 ayat 1 UU PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), mengundang komentar beberapa anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), yakni Anggota DPRD Bali I Ketut Suryadi, S.Sos. M.M yang biasa dipanggil ‘’Boping’’, dan I Wayan Merta Suteja, Wakil Sekretaris Komisi III DPRD Kabupaten Bangli.
Pernyataan bahwa Pj Gubernur melanggar UU PTUN muncul dalam sidang di PTUN Denpasar, saat Dr. I Wayan Sudirta, SH, MH didengar keterangannya sebagai Saksi, terkait posisinya sebagai Ketua Pansus Konflik Agraria dan SDA DPD RI pada tahun 2013. Sudirta menerangkan, bahwa gugatan Pj. Gubernur Bali itu sangat tidak layak dan melanggar undang-undang, karena pihak Pemprov Bali termasuk pihak yang hadir dan ikut menyepakati Kesimpulan Pansus DPD RI, terkait pelaksanaan putusan PTUN Denpasar yang diperkuat dengan putusan banding dan kasasi di Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun, bukannya taat pada putusan PTUN dan Kesimpulan Pansus DPD RI, Pemprov Bali justru memohon sertifikat dan terbit SHP (sertifikat hak pakai) No. 121 dan 126. Dan ketika dua SHP tersebut dibatalkan oleh Kanwil BPN Bali, Pj. Gubernur Bali justru menggugat Surat Keputusan Kanwil BPN Bali tersebut.
‘’Saya sudah baca beritanya dan paham substansinya. Gugatan Pj. Gubernur Bali terhadap BPN Bali sangat bertentangan dengan sumpah jabatan beliau, yang bersumpah untuk taat hukum, menjadi pelayan rakyat. Sebab, dibalik sengketa antara Pemprov dengan Kanwil BPN Bali tersebut terdapat hak-hak sejumlah petani di Ungasan, yang sudah ratusan tahun menguasai, menggarap, dan menghasili tanah negara itu, serta juga memegang putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan jelas-jelas Pemprov Bali hadir rapat Pansus DPD RI yang menyepakati pelaksanaan putusan pengadilan yang telah inkracht tersebut,’’ ujar Boping dan Merta Suteja, Sekretaris Komisi III.
Pj Gubernur yang melanggar UU dapat dicopot, seperti halnya presiden yang bisa dimaksulkan bilamana dia melanggar undang-undang. Dan proses untuk mencopot Pj. Gubernur bisa merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 2023, diantaranya dalam pasal 19, pasal 20, pasal 21. Karenanya, sesuai Permendagri tersebut, Pj. Gubernur Bali harus dievaluasi oleh Mendagri, untuk dilaporkan ke presiden.
Sebagai Lembaga yang berwenang mengawasi eksekutif termasuk Pj. Gubernur Bali, Boping mengingatkan Pj. Gubernur Bali agar mengevaluasi langkah-langkah yang telah dilakukannya, dengan menggugat SK Kanwil BPN Bali.
‘’Kami sebagai wakil rakyat, bagaimanapun berpihak dan siap membela rakyat. Membelanya pun tidak membabi buta. Kan para petani penggarap di Ungasan itu sudah memohon sertifikat ke Kantor Pertanahan Kabupaten Badung. Ketika permohonannya ditolak, mereka menggugat ke PTUN. Setelah PTUN mengabulkan gugatannya sampai di tingkat kasasi, Pemprov Bali sebagai pihak dalam sengketa itu bukannya taat pada putusan pengadilan, tapi justru membuat sertifikat secara melawan hukum. Dan ketika dua sertifikat hak pakai Pemprov Bali dibatalkan oleh BPN Bali karena ditengarai cacat administrasi dan cacat hukum, kok Pemprov menggugat BPN? Selain melanggar UU PTUN, itu juga mencerminkan sikap yang tidak taat hukum, tidak menghormati putusan pengadilan,’’ kata Boping.
Ucapan senada diucapkan Wayan Merta Suteja, Wakil Sekretaris Komisi III DPRD Bangli tersebut.
Seperti diketahui, dalam sidang sehari sebelumnya , Selasa (20/2), di Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar, berlangsung sengit. Melalui kesaksian Ketua Pansus Konflik Agraria DPD RI tahun 2013, terungkap, bahwa Gubernur Bali melanggar Pasal 53 ayat 1 UU PTUN dalam gugatan tersebut. Pasal 53 tersebut berbunyi:
(1) Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.
Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 53 diterangkan:
Ayat (1) :
Sesuai dengan ketentuan Pasal I angka 4, maka hanya orang atau badan hukum perdata yang berkedudukan sebagai objek hukum saja yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara.
Dan Pj. Gubernur Bali bukanlah badan hukum perdata, tetapi badan hukum publik yang melayani rakyat. tim/jp
You must be logged in to post a comment Login