POLITIK
Caleg “Megandong” Politik Parasit, Pemilih Harus Cerdas Lihat Track Record Caleg
Denpasar, JARRAKPOS.com – Istilah Caleg “megandong” rupanya hanya berlaku pada partai besar. Fenomena ini menjadi sangat menggelitik di tengah Caleg dari partai kecil berjuang sendiri untuk memperoleh suara, sementara Caleg megandong di partai besar terendus saling sikut di internal. Politisi Partai Hanura, Ida Bagus Ketut Kiana, SH yang telah merasakan asam garam dunia politik menilai adanya istilah caleg megandong lebih pada upaya pimpinan partai untuk memperoleh lebih banyak dukungan suara. “Ada banyak calon, karena merasa baru dan tidak memiliki kekuatan seperti membagi bansos. Yang baru ini merasa persaingan berat akhirnya sedikit ngambul kemudian diajak agar tidak lepas. Tujuannya agar dia ikut berjuang mencari suara,” ujar pria yang akrab disapa Gus Kiana di Denpasar, Kamis (17/1/2019).
Dijelaskan Gus Kiana adanya istilah Caleg megandong di dunia politik sah-sah saja sepanjang tidak melanggar aturan partai. Caleg yang dinilai megandong tersebut adalah mereka yang malas dan tak mampu turun ke lapangan dengan menggunakan jaringan yang dimilikinya sendiri atau takut kalah saing karena tidak memiliki bansos dan kekuatan massa. Sehingga memanfaatkan struktur partai dan posisinya dalam partai maupun sebagai bagian penting dalam tim pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden. “Kalau sekarang teman-teman yang merasa kuat pasti mengajak yang dipakai istilah megandong, kalau ini tidak diajak pasti dia tidak akan agresif mencari suara. Itu hanya da di partai besar kalau Hanura tidak mungkin pakai sistem megandong. Semua orang siap untuk mengalahkan,” tegas Politisi asal Sanur ini.
Baca juga :
Berdalih untuk merangkul kader berkualitas menurut Gus Kiana adanya Caleg megandong berpotensi mampu menciptakan konflik di internal partai besar. Karena pimpinan partai memiliki kepentingan politik untuk perubahan kader yang berkualitas. Calon ini juga dinilai memiliki kekuatan basis suara yang besar sehingga diharapkan meningkatkan nilai jual partai yang bermuara pada perolehan kursi. Kiana memastikan riak diinternal partai kuat sudah mulai terlihat dengan adanya gesekan, namun tidak ada kader dari partai tersebut yang berani menyuarakan kegelisahan yang terjadi. Disadari atau tidak kondisi ini juga didorong adanya mekanisme untuk menjadi anggota legislatif dengan memamfaatkan kolektif kolegial.
“Mungkin sudah terjadi gerenggang-gerenggeng cuma dia ngangkat suara tidak berani karena dampak kedepan dia bahaya karena kekuasaan ada di tangan pimpinan partai,” ungkapnya seraya mengatakan bila terbangun kekuatan partai di kursi dewan maka eksekutif dari partai yang linier akan mudah menjalankan kebijakan. “Tetapi kalau di dunia politik biasane ane duek-duek ade belog-belog masuk kadang nak demen ye. Pang sing ngaduk-ngaduk karena di politik kalau ne duek pas anggo internal bisa nyikut ye,” sindir salah satu pendekar di salah satu perguruan silat ini.
Baca juga :
https://jarrakpos.com/2019/01/14/mudarta-langsung-gelar-rapat-bantah-isu-plt-demokrat-bali/
Dihubungi terpisah, Pengamat Politik Dr. I Nyoman Subanda menegaskan fenomena Caleg megandong ini sebenarnya sebagai salah satu strategi yang dikembangkan masing-masing Caleg di level tertentu untuk meraih keuntungan. “Dari hasil survey kami strategi yang banyak dikembangkan Caleg adalah dengan cara berpartner dengan calon di level lain, misalnya kabupaten dengan Caleg provinsi ato pusat. Incombent rata-rata diuntungkan dengan instrumen bansos dan investasi sosial yang sudah dilakukan, politik transaksional juga masih terjadi cuma mekanismenya yang berubah bentuk,” jelas akademisi Undiknas tersebut.
Namun, yang disesalkan Subanda ketika Caleg megandong itu bersifat hanya untuk meraih keuntungan pribadi, karena takut kalah bersaing. Seperti beredar rumor Caleg megandong yang disebut-sebut dari Caleg PDI Perjuangan yang maju ke Senayan bisa jadi hanya menerapkan politik parasit. “Kalau ada yg megandong, itu namanya politik parasit. Mestinya yang digandongi tidak mau, tapi kalau mau itu salahnya yang gandong juga. Tapi saya yakin masyarakat kita cerdas dan saya harap memang cerdas dalam memilih harus lihat track record, investasi sosialnya, kapabelitasnya serta ketokohannya. Kalau bisa cek juga integritasnya,” sentilnya sekaligus menyebutkan partai pengusung Caleg megandong akan rugi. “Kalau calegnya tidak punya elektabiliyas, kapabelitas, apalagi parasit akan rugi. Tapi partai ikut terdongkrak citranya jika calegnya mempunyai citra dan track record yang baik dimata publik,” tutupnya. eja/ama
You must be logged in to post a comment Login