NEWS
Cuman Karena Proyek LNG, Wali Kota Jaya Negara “Anak Tirikan” Desa Adat Sidakarya
Denpasar, JARRAKPOS.com – Pernyataan Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara yang juga mantan Wakil Wali Kota Denpasar dua periode mendampingi Wali Kota Denpasar, IB Rai Dharma Wijaya Mantra bisa saja telah melukai hati dan perasaan warga Desa Adat Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar yang telah beberapa periode mendukungnya maju ke kancah politik praktis. Hal itu, kemungkinan gara-gara Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali itu, sudah jelas-jelas menyatakan menolak dengan tegas proyek pembangunan Terminal Khusus (Tersus) gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) yang telah dijanjikan Pemerintah Pusat akan berlokasi di wilayah Desa Adat Sidakarya. Bahkan, sudah dua kali mengirimkan surat penolakan kepada pemrakarsa proyek yang dinilai sangat menguntungkan bagi seluruh masyarakat di Bali, terutama bagi Desa Adat Sidakarya bersama desa adat penunjang lainnya.
Namun, komentar mengecewakan secara spontan disampaikan Jaya Negara yang mengancam akan tidak mengeluarkan ijin apapun berdasarkan kewenangannya di Pemkot Denpasar, jika Pemerintah Pusat tetap memaksakan pembangunan Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya. Anehnya, politisi yang menang mudah saat bertarung di Pilwali Denpasar tahun 2020 lalu bersama Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa ini, dengan enteng dan tanpa malu-malu malah mendesak rencana Tersus LNG tetap dibangun di areal bekas puluhan hektar Tahura dan lahan mangrove Damping II yang telah direklamasi oleh Pelindo di kawasan Pelabuhan Benoa. Padahal sudah jelas-jelas 7 banjar adat di Desa Adat Intaran memasang baliho menolak proyek LNG di lahan mangrove. Bahkan dengan berbagai aksi unjuk rasa memukul kulkul bulus dan menyelam memasang bendesa tolak LNG di lahan mangrove.
Pemandangan kontradiktif ini, memancing pihak Desa Adat Sidakarya akhirnya ikut berkomentar karena seperti “dianaktirikan” dari desa adat lainnya. Meskipun tidak jelas merasa dirugikan dari pernyataaan Wali Kota Jaya Negara dan aksi demo dari Desa Adat Intaran, namun dengan tegas pihak Desa Adat Sidakarya mendukung penuh proyek Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya. Seperti diungkap kepada awak media, Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka sangat setuju dengan pembangunan Tersus LNG yang akan dibangun di wilayahnya. Baginya, tidak ada alasan untuk menolak karena proyek tersebut bermanfaat demi mewujudkan Bali yang mandiri energi dengan energi bersih. “Jadi dari sana, melihat kemanfaatannya, ya kita di desa apa sih dasar kita kalau kita tidak menerima. Karena tujuannya untuk mewujudkan energi bersih,” kata Suka dikutif dari detikBali ketika ditemui di kantornya, Kamis (7/7/2022).
Suka menuturkan, awalnya pihak Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Bali datang ke Desa Adat Sidakarya dan menyampaikan akan melakukan pembangunan terminal LNG di wilayah pesisir. Saat itu, pihaknya di Desa Adat Sidakarya kemudian menanyakan apa maksud dan tujuan dari pembangunan terminal LNG tersebut. Setelah mendengar cerita awal dari pihak Perusda Bali, pihaknya berpikir bahwa tujuan pembangunan tersebut bagus, yakni untuk memenuhi kebutuhan energi di Bali. Terlebih saat itu diceritakan bahwa kelistrikan Bali saat ini sangat tergantung dengan pembangkit dari Jawa. “Jadi dengan adanya wacana atau informasi dari Perusda bahwa di Bali ini akan dibangun pembangkit listrik dengan tenaga yang ramah lingkungan dengan menggunakan LNG. Sedangkan untuk terminalnya supaya bisa dia operasi listrik kan perlu terminal atau tempat penyimpan gas, supaya tidak mengangkut gasnya dari teluk itu langsung ke sini kan susah,” kata dia
“Kita paham seperti itu, tujuannya dulu kita lihat. Dari tujuannya ini bagus berarti kita Bali bisa akan mewujudkan mandiri energi khususnya di kelistrikan bagaimana. Nah itu dari sana kita melihat,” imbuhnya. Suka mengatakan, saat sosialisasi memang sudah dikatakan bahwa terminal LNG yang rencananya dibangun di wilayah Desa Adat Sidakarya akan memanfaatkan lahan mangrove Tahura Ngurah Rai. Meski berstatus sebagai hutan yang dilindungi, dijelaskan bahwa ada bagian-bagian tertentu yang bisa dimanfaatkan. Sementara itu, jika berbicara mengenai dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan terminal LNG tersebut, Suka menilai bahwa hal tersebut lumrah terjadi. Meski demikian, harus dilihat mana yang lebih besar antara dampak positif dengan negatif. Terlebih, dari sosialisasi yang dilakukan oleh Perusda Bali bahwa hutan mangrove yang dimanfaatkan untuk terminal LNG tersebut hanya seluas 3 hektare. Luasan tersebut sangat kecil dibandingkan manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan energi di Bali.
“Tapi kalau kita bicara tentang dampak, napi (kenapa) sih yang kita lakukan pasti berdampak. Jangankan pembangunan yang besar, coba kita bangun warung kecil saja pasti berdampak. Setidaknya di depan pasti akan terganggu sedikit, tapi kan kita melihatnya antara dampak positif dan negatif yang mana lebih dominan,” kata dia. Menurut Suka, jika seandainya terminal LNG di tempat atau di lokasi lain, sudah pasti juga berdampak terhadap yang bersangkutan. Misalnya, jika terminal LNG ditempatkan di wilayah Celukan Bawang, sudah pasti juga akan berdampak terhadap wilayah tersebut. Hanya saja, kata Suka, untung-rugi dari keberadaan terminal LNG tersebut juga harus dipikirkan. Jika seandainya di tempatkan di wilayah Celukan Bawang maka juga akan menyebabkan biaya akomodasi yang lebih tinggi karena lokasinya yang jauh pada saat pengangkutan. Sementara jika lokasinya di wilayah Denpasar, meski harus membabat mangrove seluas 3 hektare, baginya hal itu tidak sebanding dengan manfaat yang diberikan demi kemandirian energi di Bali.
“Kalau (terminal LNG dibangun) diriki (di sini) berdampak juga kan mengurangi luas lahan yang akan dipakai kan 3 hektare, ten je konyang (tidak semua) daerah itu dipakai. 3 hektare pun tidak akan semua dipakai, kan ada bangunan-bangunan kemudian ada juga tanaman-tanaman masih di sela-sela nika,” jadnya. “Apalagi kita dengar komitmen dari DEB kan istilahnya lahan yang akan dipakai akan dikembalikan dengan penanaman mangrove yang lebih banyak lagi. Ya kita kan nggak ada alasan kita ini (untuk menolak terminal LNG),” tegas Suka. Namun sayangnya, apa yang dikatakan Bendesa Adat Sidkarya malah berbading terbalik dengan pemikiran Wali Kota Jaya Negara yang ternyata menolak penempatan terminal khusus (tersus) gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Uniknya tokoh sentral PDI Perjuangan di Denpasar ini, malah ngotot tetap mendukung pembangunan Terminal LNG di lahan belasan hektar bekas hutan mangrove yang direklamasi untuk Damping II Pelindo di kawasan Pelabuhan Benoa. Anehnya, mantan Wakil Wali Kota Denpasar mendampingi Wali Kota Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra selama dua periode yang diusung penuh PDI Perjuangan ini, menolak penempatan Terminal LNG di Sidakarya karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kota Denpasar.
Jaya Negara menjelaskan, di wilayah Sidakarya memang terdapat jaringan untuk tersus, namun harus dengan persyaratan khusus, yakni mendapatkan dukungan lingkungan dan memenuhi aspek sosial. Meski menolak di Sidakarya, Jaya Negara menegaskan bahwa dirinya mendukung pembangunan terminal LNG asal sesuai dengan aturan tata ruang yang ada. Jaya Negara menjelaskan, prinsipnya Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar mendukung proyek 0LNG. Maka dari itu, pihaknya membuat jaringan, tidak hanya di Sidakarya saja, tetapi ada di wilayah Pedungan dan Sesetan. Jaringan-jaringan itu dibuat untuk terminal LNG bisa ditempatkan di kawasan Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III. Terkait pernyataan Jaya Negera tersebut, Pakar dan Ahli Kelautan dan Perikanan Dr. Ir. 0I Ketut Sudiarta, M.Si., menanyakan soal masyarakat bukan menolak LNG-nya, tetapi zonasi-nya yang diubah di wilayah reklamasi Pelabuhan Benoa apakah benar kapal besar atau tanker gas akan bisa masuk ke wilayah pelabuhan itu? Apalagi sebenarnya bukan pengerukan (dredging) yang lebih berbahaya tetapi reklamasi yang saat melempar hasil kerukan itu yang berbahaya menimbulkan kekeruhan dan kerusakan terumbu karang.
“Pengerukan (dreging) yang dilakukan tidak dengan baik itu bisa terdampak pada terumbu karang baik itu yang berada di lokasi pengerukan atau disekitarnya, terutama terkait dengan kekeruhan, “tegasnya. Namun bila diterapkan dengan pengerukan yang menggunakan teknologi terkini tentu dapat mengeliminir kekeruhan yang akan menyebar. Sedangkan zona yang rencana akan digunakan untuk melancarkan akomodasi kapal pengangkut LNG di kawasan Sidakarya nantinya merupakan zona pelabuhan, yang sejatinya sudah mengantongi izin dan kajian lengkap untuk melindungi habitat laut seperti terumbu karang. Ia juga mengatakan bahwa masyarakat yang mempermasalahkan terumbu karang dikatakan mungkin lupa bahwa pembangunan Terminal Khusus (Tersus) LNG Sidakarya ini adalah zona areal perairan yang dulunya bekas galian untuk reklamasi pulau Serangan proyek PT. Bali Turtle Island Development (BTID). “Reklamasi 400 ha di pulau Serangan materialnya mengambil dari situ. Dan kedalamannya sudah mencapai 9 meter saat ini (luas ± 50ha). Saya dengar informasinya akan diperdalam lagi 1 meter jadi total kedalaman 10 meter untuk bisa digunakan kapal pengangkut gas (LNG),” paparnya.
Selain itu, dalam proses realisasi perwujudan pemanfaatan ruang baik untuk lokasi lokasi terminal LNG, masih tetap diperlukan kajian-kajian untuk memastikan kelayakan teknis dan lingkungan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Hal itu itu disampaikan dalam sambutan Gubernur Bali Wayan Koster yang dibacakan Wagub Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati ketika menyampaikan jawaban dan penjelasan atas Pandangan Umum Fraksi DPRD Bali terhadap Raperda Provinsi Bali tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2022-2042 dan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2021 yang disampaikan pada tanggal 27 Juni 2022 di Denpasar, Senin (4/7/2022). Pada kesematan itu, ditegaskan sepakat terhadap perlunya pembahasan lanjutan terkait Terminal Khusus LNG sesuai dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh Komisi 3 DPRD Provinsi Bali. Dengan melakukan kajian yang lebih mendalam. Hasil kajian tersebut yang akan memberikan penjelasan lebih detail, termasuk lokasi Tersus LNG Sidakarya. Disisi lain, pentingnya LNG Sidakarya untuk memenuhi kebutuhan energi bersih seiring produktifitas semakin tinggi, akibat adanya peningkatan investasi yang dratis. Saat ini, momentum melakukan tranformasi energi dari penggunaan fosil yang lebih bersih. Hal itu sejalan dengan agenda utama pembahasan KTT G20 pada November mendatang di Bali. Dengan topik utama yang diangkat: 1. Sistem Kesehatan Dunia, 2. Transformasi Ekonomi dan Digital, dan 3. Transisi Energi.
Selain itu, isu transisi energi hangat menjadi pembicaraan pemimpin dunia. Bahkan dalam ajang KTT G7 yang dihadiri Presiden Jokowi pun topik yang dibahas yakni perubahan iklim, energi, dan kesehatan. Untuk itu, kemandirian energi yang bersih bagi Palau Dewata semakin diperlukan. Untuk itulah Bali memerlukan energi bersih yaitu LNG (Liquifiied Natural Gas) Sidakarya yang dilengkapi dengan terminal. Dimana perencanaan terminal tersebut dibangun Lokasi di di blok khusus kawasan Tahura I Gusti Ngurah Rai. Kehadiran terminal tersebut nantinya mendukung kemandirian energi Bali dan pariwisata yang ramah lingkungan. beban puncak kelistrikan Bali mengalami penurunan yang signifikan dari 900 MW menjadi 600 MW selama pandemik. Namun ketersediaan kelistrikan Bali akan mengalami rebound dalam kurun 1 sampai 2 tahun ke depan. Sehingga perlu menyiapkan kapasitas dan daya mampu kelistrikan Bali dengan tepat. Mengingat Bali tidak memiliki Sumber Daya Alam dan Mineral untuk pembangkit listrik, sehingga diperlukan kerja sama kelistrikan dengan membangun berbagai insfrastruktur penunjang. Selain benefit, kerja sama kelistrikan ini diharapkan juga mendatangkan profit untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bahkan terminal LNG di kawasan blok khusus hanya memakai 3 hektar saja untuk pembangunan infrastruktur. Dan ada penanaman pipa untuk penyaluran gas di kedalaman 10 meter dari Jetty ke terminal yang melewati area mangrove. Dengan kedalaman 10 meter itu, pipa tak akan mengganggu akar mangrove yang hanya sampai di kedalaman sekitar 6 meter.
Kebutuhan Bali akan energi jelas akan semakin bertambah, hal tersebut dikarenakan populasi yang semakin meningkat, sejalan dengan kebutuhan energi, maka Bali harus menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan seperti halnya LNG (Liquifiied Natural Gas) yang dilengkapi dengan terminal. Dimana perencanaan terminal tersebut dibangun Lokasi di blok khusus kawasan Tahura I Gusti Ngurah Rai. Sebelumnya, Pakar dan Ahli Kelautan dan Perikanan Dr. Ir. I Ketut Sudiarta, M.Si., jugamembuka fakta baru terkait rencana pembangunan Terminal Khusus Liquifiied Natural Gas (Tersus LNG) di Sidakarya. Proyek yang diinisiasi oleh Pemprov Bali itu, sangat disambut positif karena lokasinya paling tepat di Bali. Bahkan, ia menyambut baik rencana PT. PLN GG bersama Pemprov Bali segera merealisasikan Tersus LNG untuk mewujudkan Pulau Dewata mandiri energi dengan energi bersih dan energi baru terbarukan (EBT). “Saya sepakat agar Bali mempercepat kemandirian energi dan dgn energi bersih & energi baru terbarukan (EBT),” ujar Sudiarta kepada awak media di Denpasar, Kamis (7/7/2022). Untuk realisasi tersebut, PLN sudah mendukung dengan memindahkan pembangkit listrik tenaga gas dari Jawa Timur ke Bali dengan lokasi di Pesanggaran. Pembangkit perlu didukung dengan penyediaan infrastruktur LNG. Tugas Pemprov. Bali menyediakan kebijakan sebagai payung hukum pembangunan infrastruktur LNG, termasuk dalam hal kebijakan perencanaan ruang laut. Menurutnya, kemandirian Bali terhadap energi bersih sangat penting dan segera. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk dapat menata kawasan pariwisata menjadi lebih modern dan kredibel.
Bali Era Baru, salah satunya adalah Bali memasuki era pemanfaatan energi bersih untuk memastikan masa depan pariwisata Bali yang berdaya saing seiring dengan mencuatnya konsumen “hijau” di tengah ancaman perubahan iklim yang menjadi perhatian dunia. Dalam konteks ini, kebijakan pengembangan pemanfaatan energi bersih akan berkontribusi terhadap peningkatan reputasi pariwisata Bali. Pemanfaatan energi bersih akan semakin menguatkan branding pariwisata Bali berbasis budaya dan berorientasi kualitas di mata konsumen karena Bali dinilai mencermati isu lingkungan terkini dan mendukung gerakan peduli lingkungan. Bali Mandiri Energi merupakan strategi inovatif mitigasi energi demi menjamin layanan terbaik, termasuk di bidang pariwisata untuk memastikan bisnis pariwisata tetap beroperasi meski saat terjadi blackout pada sistem pasokan energi listrik terpusat (di Jawa). “Harus ada pengorbanan sedikit, ibarat membuang sampah ke tempat lain untuk tidak mengotori tempat sendiri itu tentu tidak elok dan fair,” ungkap Ketua Tim Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi Bali sejak tahun 2018 sampai 2020 ini. Rencana Tersus LNG seharusnya diintegrasikan dengan perencanaan kawasan secara menyeluruh, tidak parsial hanya kepentingan LNG disana dan potensi dampak lingkungan harus dipastikan upaya mitigasinya. Hal itu dalam menjawab semua keluhan masyarakat terhadap habitat laut terutama terumbu karang, atas rencana pembangunan Terminal LNG. Termasuk aksi demo dari Desa Adat Intaran yang melakukan pemasangan Baliho penolakan terhadap rencana pembangunan Terminal LNG pada Selasa, 5 Juli 2022.
Ia juga menegaskan, diseluruh zona pelabuhan itu dari Mertasari sampai Serangan bukan merupakan habitat terumbu karang. Begitu juga alur masuk kapal itu tidak ada juga habitat terumbu karang. Terumbu karang itu ada di wilayah menghadap laut pulau Serangan dan wilayah laut Semawang, itu masih diluar alur masuk pelabuhan. Tetapi Ia mengingatkan juga bahwa saat dredging nantinya di alur ada potensi dampak terhadap terumbu karang, tetapi itu dapat diatasi dengan teknologi. Seperti contoh pembangunan pelabuhan penyeberangan Bias Munjul di Pulau Nusa Ceningan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Ia mengatakan tidak adanya dampak kerusakan pada terumbu karang. “Kegiatan itu sama dengan pengerukan alur, jadi ada teknologi agar tidak menyebar dan dapat merusak terumbu karang. Saya pikir itu akan berhasil karena tidak akan ada sedikitpun terumbu karang yang kena kerukan, tetapi potensi kerusakan ada kalo tidak benar-benar memproteksi kekeruhan ini,” ujarnya. Seraya mengatakan terumbu karang dibandingkan mangrove, justru membangun kawasan mangrove lebih mudah, karena terumbu karang ini tumbuhnya memerlukan waktu yang sangat panjang. ama/aya/tim/dx
You must be logged in to post a comment Login