DAERAH
Diduga Belum Miliki Payung Hukum Perda Terkait Penglolaa Kawasan Wisata, Gercin Bali Desak Aparat Bongkar Dugaan Pungli Kawasan Muntig Siokan
Denpasar, JARRAKPOS.com – Banyaknya pihak yang menyoroti bangunan yang diduga tanpa ijin dibiarkan bercokol di kawasan Muntig Siokan, Sanur, Denpasar Selatan Denpasar. Untuk itulah DPW Gerakan Cinta Rakyat Indonesia (Gercin) mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan mengusut tuntas dugaan kejahatan terselubung tersebut. Melalui pernyataan tegas, Sekretaris DPW Gercin Bali, I Wayan Pasek Sukayasa, SH., telah lama menduga adanya praktek gelap rencana pembangunan dermaga lokal, seperti jetty kapal yang juga mengarah adanya Pungli di Kawasan Muntig Siokan. Apalagi jika dibawa ke ranah hukum dan peraturan yang berlalu, juga sinyalir banyaknya praktek pungutan liar (Pungli) yang tampak tidak jelas memberikan pendapatan masuk ke kas daerah.
DPW Gerakan Cinta Rakyat Indonesia (Gercin) mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan mengusut tuntas dugaan kejahatan terselubung tersebut. Melalui pernyataan tegas, Sekretaris DPW Gercin Bali, I Wayan Pasek Sukayasa, SH., telah lama menduga adanya praktek gelap rencana pembangunan dermaga lokal, seperti jetty kapal yang juga mengarah adanya Pungli di Kawasan Muntig Siokan.
Praktek tersebut selama ini berjalan aman dan lancar, karena berkedok sebagai kawasan yang dimanfaatkan sebagai destinasi wisata, padahal disinyalir belum mengantongi ijin secara lengkap yang bisa menguntungkan sejumlah oknum tertentu. Uniknya selama ini, baik desa adat maupun pecinta lingkungan tidak melakukan apa-apa, apalagi melakukan aksi demo penolakan dengan kulkul bulus atau memukul kentongan di banjar adat yang dinilai sangat sakral. Jika ditelisik kembali, memang benar Pemkot Denpasar secara resmi mengantongi rekomendasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) RI mengenai penguasaan dan pemilikan atas tanah timbul di Muntig Siokan Desa Sanur Kauh dan Desa Sidakarya sesuai surat Rekomendasi Kementerian ATR/BPN Nomor 113/500/XI/2019.
Bahkan, Pemkot Denpasar melalui Wakil Walikota, IGN Jaya Negara saat itu, menyerahkan sertifikat tanah timbul (tanah urug sisa reklamasi) di Muntig Siokan secara resmi kepada Desa Sanur Kauh dan Desa Sidakarya, pada Kamis (13/2/2020) di Dream Island Pantai Mertasari Sanur, Denpasar. Namun, meskipun sudah diserahkan kepada desa, seharusnya aset tersebut bisa ikut berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Denpasar. Akan tetapi anehnya selama bertahun-tahun, Pemkot tidak menerima PAD apapun, padahal pungutan karcis sebelum pandemi sangat lancar. Hal itu berdasarkan pengungkapkan langsung Anggota DPRD Kota Denpasar, Anak Agung Susruta Ngurah Putra yang menilai Pemkot Denpasar sejatinya banyak kehilangan potensi PAD, akibat lamban memberikan respon.
Karena itulah, Gercin Bali menduga keras pungutan karcis masuk selama ini mengarah praktek Pungli, termasuk bangunan yang disinyalir tanpa izin, seperti jetty kapal (jembatan penghubung kapal) yang telah ada bertahun-tahun berdiri megah tanpa ada penolakan apapun dari warga setempat di Muntig Siokan. “Kalau memang tidak ada ijin tapi ada pungutuan jelas itu Pungli, Bagaimana pemerintah atau pihak lain yang melakukan pungutan kalau tidak ada ijin,” ungkap Sukayasa saat ditemui di Sekretariat DPW Gercin Provinsi Bali, Jalan Jagapati, Abiansemal, Badung, Sabtu malam (9/7/2022), seraya dengan tegas meminta aparat penegak terkait bisa segera mengambil tindakan untuk mencegah kesan pembiaran selama ini. “Aparat jangan buta bongol atau buta tuli. Sikap tegas dan berani aparat penegak hukum ditunggu selama ini,” sentilnya.
Lebih tegas lawyer yang biasa mendampingi Pengacara Negara, I Wayan Sudirta yang kini menjabat sebagai Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan dan Badan Anggaran DPR RI itu, menuding dugaan Pungli semakin kuat ketika Pemkot Denpasar belum memiliki payung hukum Perda terkait Pengelolaan Kawasan Wisata. Selain itu, selama ini apa dasarnya melakukan pungutan dan ke mana uang tersebut terkumpul serta digunakan untuk apa? Mestinya pemerintah dan aparat penegak hukum tanggap dan sikap menangani masalah – masalah tersebut yang berdampak pada masyarakat dan lingkungan hidup. Apalagi aktivitas tersebut yang belum mendapatkan ijin berada di Pantai Mertasari yang merupakan daerah hilir yang menjadi kawasan suci, ditambah berdampingan Kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Gusti Ngurah Rai. Untuk diketahui, dalam visi misi Gubernur Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang berkaitan dengan lingkungan, diantaranya adalah Mengembangkan tata kehidupan Krama Bali secara sakala dan niskala berdasarkan nilai-nilai filsafat Sad Kertih yaitu Atma Kertih, Danu Kertih, Wana Kertih, Segara Kertih, Jana Kertih, dan Jagat Kertih.
Wana Kertih merupakan salah satu bagian dari Sad Kertih yang merupakan ajaran Hindu di Bali yang dapat ditelusuri sumbernya dalam lontar Purana Bali. Secara harafiah, Wana Kertih memiliki arti upaya untuk menjaga kesucian dan kelestarian hutan. Segara Kertih, upaya untuk menjaga kesucian dan kelestarian laut. Pemda setempat semestinya selalu berperan dalam penyelamatan lingkungan, diharapkan tidak melupakan Bhisama leluhur. Dengan memahami panca yadnya, bagian dari Bhuta Hita pelestarian ruang, sehingga dari konsep Gubernur Bali, Nangun Sat Kerthi Loka Bali bisa diterapkan dengan baik. Selain itu, telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung, Perda Nomor 8 tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar tahun 2021-2041.
Begitu juga dalam Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Termasuk Undang- Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diubah ke UU Nomor 1 tahun 2014. Dalam Bhisama PHDI dan Bhisama Leluhur sudah jelas juga antara hulu dan hilir disucikan yang merupakan kawasan suci. Dengan dasar itulah bisa Visi Misi Gubernur Bali “Nangun Sat Kertih Loka Bali”, Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai dapat diwujudkan.
Serta Bhisama PHDI, jarak Pura dengan Projek yang dibangun seperti Apeneleng Agung 5000 meter, (pengeliatan mata), Apeneleng alit jarak pengeliatan 2000 meter (pengeliatan mata), Perda Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung dan Perda Nomor 8 tahun 2021, ketinggian bangunan juga diatur serta bentuk dan tampak depan wajib gunakan stil bali (kaki, punggung dan kepala) pondasi. “Badan bangunan serta atap dan tidak boleh membangun tanpa kap dan atap. Bhisama PHDI sudah menghitung masa lalu. Masa sekarang dan masa akan datang,” pungkas Pasek Sukayasa. Diketahui sebelumnya, desakan aparat penegak hukum terkait banyak bangunan maupun jetty kapal yang tidak berijin di kawasan Muntig Siokan, Sanur, Denpasar terus menggelinding. Salah satu pengunjung di area kawasan tersebut juga merasa gerah. Ia mengaku ketika masuk ke lokasi langsung ditanya mau ke mana? Ketika dijawab mau jalan-jalan saja langsung ditodong untuk membayar karcis masuk. Karena takut adanya pungutan liar (Pungli) ia mengaku langsung meminta kertas karcis masuk ketika membayar Rp10 ribu. “Karena takut Pungli saya minta karcisnya,” katanya, seraya mengaku ke sana hanya untuk bersepeda.
Namun ia bertanya-tanya, karena dari awal sudah diminta karcis masuk, padahal tidak masuk ke Taman Inspirasi Bukit Siokan. Karena itu, dia merasa geram ketika membaca berita dan media sosial (Medsos) bahwa selama ini kawasan tersebut belum berijin. “Kalau ini tidak Pungli tolong aparah penegak hukum di Bali, khususnya Denpasar jangan pura-pura bego (pura-pura bodoh). Tolong segera ditindak karena ini sudah lama sekali. Kasian masyarakat,” sentilnya seraya meminta dengan tegas untuk menyamarkan identitasnya. Secara terpisah, Anggota DPRD Kota Denpasar, Anak Agung Susruta Ngurah Putra meminta aparat penegak hukum segera melakukan tindakan terhadap dugaan pelaranggaran yang terjadi di Kawasan Muntig Siokan. Kawasan itu dimanfaatkan sebagai destinasi wisata, walaupun belum mendapatkan ijin, namun tidak ada aksi demo penolakan. Meksipun Pemkot Denpasar secara resmi mengantongi rekomendasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) RI mengenai penguasaan dan pemilikan atas tanah timbul di Muntig Siokan Desa Sanur Kauh dan Desa Sidakarya sesuai surat Rekomendasi Kementerian ATR/BPN Nomor 113/500/XI/2019.
Sedangkan Pemkot Denpasar melalui Wakil Walikota IGN Jaya Negara menyerahkan sertifikat tanah timbul di Muntig Siokan secara resmi kepada Desa Sanur Kauh dan Desa Sidakarya, Kamis (13/2/2020) di Dream Island Pantai Mertasari Sanur, Denpasar. Walaupun sudah diserahkan kepada desa, seharusnya aset tersebut bisa ikut berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Denpasar. Hal itu disampaikan pasca Kawasan Muntig Siokan mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan dan publik. Termasuk gencarnya aksi Demo Tolak Reklamasi dan LNG Sidakarya. “Apabila ada pelanggaran- pelanggaran, tegakkan aturan sesuai payung hukum yang ada,” kata Agung Susruta di Denpasar, Jumat (8/7/2022). Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung, Perda Nomor 8 tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar tahun 2021-2041.
Begitu juga dalam Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Termasuk Undang- Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diubah ke UU Nomor 1 tahun 2014. Untuk itu, peneggakan hukum yang sudah agar ditegakkan dengan baik dalam mencegah kerusakan lingkungan maupun kebocoran PAD Kota Denpasar. Ia mengakui, aktivitas kawasan itu yang dikelola oleh Desa Adat belum ada PAD masuk ke Kota Denpasar. “Pengelolaan boleh saja dilakukan oleh Desa Adat, tapi harus ada PAD yang masuk,” imbuhnya. Agung Susruta juga menyayangkan Pemda Kota Denpasar belum memiliki payung hukum Perda terkait Pengelolaan Kawasan Wisata. “Katanya sudah siapkan Perwali. Tapi Perwali tidak bisa digunakan sebagai payung hukum melakukan pungutan,” tegasnya. Dengan hal tersebut, Pemkot Denpasar sejatinya banyak kehilangan potensi PAD, akibat lamban memberikan respon. Maka dari itu, pihaknya segera mendesak pembuatan Perda Pengelolaan Desa Wisata maupun melakukan penertiban agar ada efek jera. aya/ama/dx/tim.
You must be logged in to post a comment Login