Connect with us

    EKONOMI

    Dikeluhkan Organda, Bapenda Bali Tinjau Ulang Nilai Pajak BBNKB

    Published

    on

    Kepala Bapenda Bali Made Santha (kiri) saat didampingi Kabid Pajak I Pendapatan Putu Suka Redaya.


    DENPASAR, JARRAKPOS – Keluhan DPD Organda (Organisasi Angkutan Darat) Bali terkait tingginya Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di Bali dibandingkan daerah lainnya akhirnya mendapat tanggapan dari pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bali. Mengingat tingginya nilai BBNKB yang mencapai 15 persen menyebabkan para pengusaha tranportasi di Bali merasa keberatan. Karena itulah, Kepala Bapenda Bali Made Santha akan meninjau ulang pajak BBNKB, karena selama dua tahun terakhir juga tidak pernah mencapai target.

    Santha mengakui sebenarnya nilai pajak BBNK di Bali sudah sesuai dengan NSPK (Normal Standar Prosedur Kriteria) berdasarkan Perda No.8 Tahun 2016 tentang Retribusi Pajak Daerah. Sesuai dengan instruksi Perda tersebut, yaitu BBNKB untuk tahap pertama ditetapkan sebesar 15 persen. “Adanya pemikiran dari para pelaku transportasi umum ini, akan menjadi materi masukan buat kita Bapenda. Karena ketika berbicara Perda merupakan hasil bersama dari eksekutif dan legislatif,” jelasnya di Denpasar, Sabtu (22/1/2018).

    Untuk itulah, Organda Bali sudah bersurat ke DPRD Bali dan ditembuskan ke Bapenda Bali untuk segera dikaji kembali. “Kita akan menunggu apa nanti pembahasan berikutnya. Kita menunggu dari DPRD Bali,” tegasnya Santha didampingi Kabid Pajak I Pendapatan Putu Suka Redaya, seraya menjelaskan kenapa Bali mengambil kebijakan pajak BBNKB 15 persen untuk tahun 2012 dan tahun 2013 yang nilai pajaknya tidak seragam.

    Advertisement

    Karena itu, setelah diundangkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Pajak Daerah, Bapenda yang dulunya Dispenda di seluruh Indonesia memberlakukan BBNKB tahap pertama yang nilainya beragam. Wajar saja beberapa daerah, termasuk Bali mengusulkan untuk penyamarataan pajak BBNKB di daerah yang diusulkan ke Kementerian Dalam Negeri pada waktu itu. “Akhirnya Kementerian Dalam Negeri memfasilitasinya di tahun 2013 dan menyepakati pajak BBNKB pertama sebesar 15 persen,” ungkapnya.

    Untuk itulah, disebutkan sesuai kesepakatan bersama seluruh Kadispenda Indonesia, Bali tetap konsisten terhadap kebiajakan nilai pajak BBN 15 persen. Namun sayangnya, penerapan nilai pajak BBNKB yang mencapai 15 persen tersebut, pengusaha transportasi di Bali akhirnya lebih memilih membeli kendaraannya diluar Bali. “Jelas ini menjadi permasalahan pendapatan daerah. Sehingga kita akan mengkaji kembali permasalahan BBNKB. Tapi harus dianalisa dahulu dan harus ada pembuktian angka-angka, sehingga ada dasarnya untuk menurunkan pajak BNKB,” tandasnya.

    Santha mengungkapkan dengan banyaknya mutasi kendaraan yang dilakukan para pengusaha transportasi akibat membeli kendaraan diuar Bali, pendapatan pajak BBNKB di Bali tidak mampu mencapai target. Namun pihaknya beranggapan mutasi tersebut tetap terkena pajak, hanya saja nilai pajaknya masuk ke BBNKB tahap kedua. “Kalau mutasi masuknya di BBNKB kedua. Tapi kalau kendaraan baru masukanya BBNKB pertama dengan pajak 15 persen, sedangkan BBNKB kedua hanya 1 persen saja, sesuai dengan UU No.28 itu,” jelasnya.

    Santha juga menjelaskan, target BBNKB di Tahun 2017 hanya mencapai 86 persen, begitu juga di tahun 2016 tidak juga tercapai target. Menurutnya hal itu diakibatkan oleh kondisi ekonomi makro yang pertumbuhannya hampir tidak tumbuh dalam 2 tahun terakhir ini yang masih diangka 5,1 persen. Hal itu sekaligus juga membantah penurunan pendapatan pajak BBNKB di Bali bukan karena akibatnya tingginya pajak sebesar 15 persen seperti yang dikeluhkan Organda Bali.

    Advertisement

    Disamping itu, kondisi penurunan pendapatan juga selaras dengan tidak proyeksi daro Gaikindo (Gabungan Industri Otomotif Indonesia) yang mengalami penurunan mencapai 20 persen dalam 3 tahun terakhir ini. “Artinya situasi ekonomi sedang prihatin dan kita pun tidak bisa memaksakan orang untuk membeli kendaraan. Begitu juga dengan AISI (Asosiasi Ikatan Sepeda Motor Indonesia, red), juga mengalami penurunan penjualan mencapai 25 persen,” katanya. tra/ama

    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply