NEWS
Dunia Pendidikan Jadi Sorotan, Anak Usia Sekolah Terlibat Teroris
Foto : Ketua PGRI Bali Drs. I Gede Wenten Aryasuda, M.Pd.
[socialpoll id=”2499781″]
Denpasar, JARRAKPOS.com – Peristiwa bom bunuh diri yang turut melibatkan anak-anak usia sekolah dalam melaksanakan aksi terorisme menjadi sorotan kalangan dunia pendidikan di Bali. Peristiwa ini akan kembali mengevaluasi optimalisasi dunia pendidikan dalam tugasnya menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas dari sisi intelektualitas, emosional dan spiritual serta berwawasan kebangsaan.
“Peristiwa yang terjadi pasti akan mengarah kedunia pendidikan untuk melakukan evaluasi sejauh mana dunia pendidikan sudah mampu memproteksi para pelajara agar tidak terjerumus dalam aksi, mengingat aksi teror bom bunuh diri yang terjadi ikut dilakukan anak-anak usia sekolah,” papar Ketua PGRI Bali Drs. I Gede Wenten Aryasuda, M.Pd. di Denpasar, Selasa (15/5/2018).
Dikatakan di Indonesia apapun yang terjadi pasti dikaitkan dengan dunia pendidikan karena peran lembaga pendidikan menciptakan generasi penerus bangsa, yang dinilai mampu menjadi bagian dari pembangunan dan bukan malah membiarkan terciptanya gerakan terorisme. Sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan tatanan sosial, ekonomi dan berbagai aspek yang menjadi acuan kehidupan berbangsa dan bernegara dunia pendidikam tidak disalahkan.
Terlebih peristiwa bom bunuh diri yang terjadi beberapa hari lalu dengan melibatkan anak usia sekolah kembali menjadi penekanan dan pertanyaan dari berbagai kalangan untuk mengevaluasi sejauh mana peran dunia pendidikan. “Sesungguhnya pendidikan secara umum sudah mengajarkan kepada siswa melalui kurikulum penguatan pendidikan, didukung berbagai kegaiatan persembahyangan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,” jelasnya.
Kembali pada tiga komponen yang harus bersinergi dalam meningkatkan peran pendidikan dan pembinaan karakter diperkukan koordinasi dan kerjasama dari pihak orang tua siswa, sekolah dan keluarga. Sehingga dengan melihat aksi terorisme yang dilakukan satu keluarga beberapa waktu lalu ini menandakan aspek pertama yakni keluarga tidak berjalan dengan baik, dan tidak bisa menyalahkan pihak sekolah yang tidak memiliki wewenang penuh saat siswa berada di lingkungan keluarga.
Kedepan bila ada sebuah keluarga yang terkesan tertutup sudah saatnya masyarakat lingkungan sekitar termasuk aparat desa dan penegak hukum meningkatkan kewaspadaan agar tidak ada potensi yang terbuka untuk pergerakan terorisme. Bila upaya bersama ini bisa diwujudkan dengan baik dipastikan doktrin radikalisme dan terorisme tidak akan lagi menghantui masyarakat terlebih bagi anak-abak usia sekolah atau pelajar. “Kalau sudah di keluarga tertutup maka tertutuplah kita semua, bagaimana kita masuk kalau sudah tertutup. Keluarga yang begini harus mendapatkan pengawasan dari kita semua,” tegas Kepala SMP PGRI 2 Denpasar ini. eja/ama
You must be logged in to post a comment Login