NEWS
Gebyar Acara Refleksi Akhir Tahun, Ketua MA Beri Gambaran Pencapaian MA Dan Kegusarannya Atas Putusan Jaksa Pinangki Hingga Berita Bohong
Jakarta.Jarrakpos.com. Tak terasa Covid 19 sudah berjalan selama dua tahun dan gebyar acara refleksi akhir tahun ini terasa beda, sehingga acara tahunan MA inipun terasa sangat terbatasi oleh situasi, yang sejak dulu biasanya acara seperti laporan ahkir tahun MA selalu dihadiri Presiden dan Wakil nya serta sejumlah menteri kabinet dan hakim agung dari mancanegara, begitupula dengan liputan media yang selalu rame dari para jurnalist domestik maupun luar negeri.
Namun kali ini semua terasa sangat dibatasi oleh situasi karena pandemi.
Untungnya Ketua Mahkamah Agung (MA) yang ke 14, Prof Syarifuddin cukup lengkap memberikan gambaran dari capaian MA sepanjang tahun ini, dari mulai peningkatan putusan perkara hingga pengiriman putusannya ke pengadilan pengaju, hingga koreksi terhadap berita yang kurang akurat dari segelintir orang iseng, yang salah dalam menyebutkan soal anggaran karpet ruangan kerja KMA, hingga Syarifudin juga menyebutkan jumlah hakim yang mendapat teguran dari ringan hingga saksi berat, sebagaimana berikut lengkapnya dibawah ini
Pertama, Ketua MA sangat menyesalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta soal jaksa Pinangki Sirna Malasari tidak argumentatif. Di mana majelis banding menyunat hukuman Pinangki karena alasan ibu rumah tangga.
“Memang mengenai kualitas putusan ini, kita tidak menginginkan putusan putusan yang tidak bertanggungjawab itu,” kata Syarifuddin
Seharusnya putusan harus disertai dengan argumentasi hukum dan diterima dengan logika.
“Putusan itu harus dibuat argumentasi hukumnya sedemikian rupa. Argumentasi itu betul-betul argumentasi yang benar menurut hukum dan logika,” kata Syarifuddin.
Selain itu, Ketua MA Syarifuddin mengatakan argumentasi hukum harus runtut dan dipahami oleh semua pihak, terutama para pencari keadilan.
“Agar memberikan pertimbangan dan argumentasi hukum yang runtut dan bisa dipahami dengan baik oleh para pencari keadilan,” ucap Syarifuddin.
“Kalau misalkan sekian hukumannya, itu ada pertimbangannya dengan jelas, kenapa kok sekian, dasarnya apa, dasar hukumnya mana,” imbuh Syarifuddin.
Seperti yang tertera dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020, Syarifuddin mengatakan MA memberikan panduan terkait penetapan putusan.
“Karena itu seperti di SEMA No 1 itu kita memberikan panduan, cara membuat pertimbangan yang baik, mulai dari kerugian, mulai dari sebab, akibat, dampak. Lalu dibuat kanal kanal termasuk yang berat, yang ringan, yang sedang. Apa yang memberatkan dan meringankan,” ujar Syarifuddin.
Begitu juhal halnya ketika Syarifuddin angkat bicara soal pengadaan karpet ruang kerjanya yang disebut-sebut mencapai angka Rp 1 miliar. Anggaran itu diungkap oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
“Dari mana itu dapat berita, kok karpet mahal begitu. Saya tidak tahu karpet kalau sebegitu harganya kayak apa tebalnya. Saya lihat karpet di tempat saya biasa saja,” kata Syarifuddin menyesalkan berita yang tidak akurat seperti itu.
Syarifuddin mengatakan berita terkait anggaran karpet sebesar Rp 1 miliar tidaklah benar. Dia menambahkan anggaran tersebut merupakan jumlah total dari pemeliharaan sarana dan prasarana di Mahkamah Agung
“Yang benar tidak begitu. Saya merasa karpet saya biasa saja. Mungkin kalau begitu saya harus buka sepatu ini masuknya. Sayang kita. Atau mungkin untuk kasur tidur,” kata Syarifuddin dengan tertawa.
“Ternyata yang diberitakan sekian itu, semua pemeliharaan MA ini, termasuk MA pusat, termasuk di diklat. Nah untuk itu semua. Bukan untuk di karpet itu,” imbuh mantan Wakil Ketua MA Bidang Yudisial itu.
Syarifuddin mengatakan isu tersebut merupakan bentuk kesalahpahaman. Untuk mengatasi hal serupa, ke depannya pihaknya akan lebih transparan terkait anggaran di MA.
“Mungkin tadi betul, apa yang disampaikan untuk lebih transparansi, sehingga tidak terjadi miss seperti itu lagi. Nanti kawan-kawan bisa tahu ini untuk apa ini berapa, anggaran bukan rahasia, untuk kita bersama. Nanti transparan dan akuntabel,” beber Syarifuddin.
Selain itu Syarifudin juga menjelaskan capaian MA berhasil memutus 19.087 perkara dari total 19.254 perkara yang masuk tahun ini. Angka tersebut terhitung sampai 27 Desember 2021. Dengan kata lain, presentase perkara yang diputus oleh MA pada 2021 mencapai 99,13%.
“Rasio produktivitas memutus perkara tersebut telah melampaui target yang ditetapkan, yaitu sebesar 75% atau lebih tinggi sebesar 24,13%,” ujar pria yang baru setahun lalu mendapatkan gelar Profesor dari UNPAD Bandung.
Kendati demikian, total perkara yang diputus tahun ini terbilang lebih rendah ketimbang tahun 2020. Syarifuddin menyebut angkanya turun 7,17%. Hal itu, katanya, sejalan dari menurunnya jumlah perkara yang masuk ke MA.
Syarifuddin juga mengungkap dari seluruh perkara yang diputus tahun ini, sebanyak 18.514 perkara atau 97% diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan.
“Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada minutasi dan pengiriman kembali berkas perkara ke pengadilan pengaju, yaitu sebanyak 21.253 atau 111,54% dari jumlah perkara yang masuk pada 2021,” tandasnya.
Terakhir Syarifudin mengatakan bahwa pada tahun ini, sebanyak 250 hukuman disiplin dijatuhkan kepada hakim, panitera, hingga pejabat struktural.
“Terdiri dari hukuman berat, hukuman sedang dan hukuman ringan,”
Berikut rinciannya:
Hakim dan Hakim Ad Hoc sebanyak 129 sanksi yang terdiri dari 25 sanksi berat, 22 sanksi sedang dan 82 sanksi ringan.
Pejabat teknis yang terdiri dari Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti, Juru Sita dan Juru Sita Pengganti sebanyak 78 sanksi yang terdiri dari 30 sanksi berat, 20 sanksi sedang dan 28 sanksi ringan.
Pejabat struktural dan pejabat kesekretariatan sebanyak 26 sanksi yang terdiri dari 6 sanksi berat, 6 sanksi sedang dan 14 sanksi ringan.
Staf dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) sebanyak 17 sanksi yang terdiri dari 10 sanksi berat, 4 sanksi sedang dan 3 sanksi ringan.
Secara keseluruhan, kata Syarifuddin, Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah menerima pengaduan sebanyak 2.897. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.516 telah selesai diproses. Sedangkan sisanya sebanyak 381 pengaduan masih dalam proses penanganan.
Sebagai bagian dari pengaduan itu pula, MA bersama-sama dengan Komisi Yudisial telah menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) terhadap 3 orang hakim. Putusannya ialah masing-masing hakim dikenakan hukuman disiplin berupa sanksi berat nonpalu selama 2 tahun.
Menyangkut surat rekomendasi penjatuhan sanksi disiplin yang berasal dari Komisi Yudisial yang diajukan ke Mahkamah Agung pada tahun 2021 berjumlah 60 rekomendasi. Sebanyak 3 rekomendasi telah ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi di atas.
Sedangkan sebanyak 57 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti berdasarkan alasan sebagai berikut 54 rekomendasi terkait dengan teknis yudisial dan 3 rekomendasi karena terkait dengan substansi putusan.
“Sesungguhnya masalah seperti ini sudah menjadi masalah lama yang terus berulang. Perlu saya tegaskan bahwa, dalam Peraturan Bersama antara MA dengan KY sudah diatur dengan jelas, jika dalam pengaduan masyarakat kepada KY diduga ada pelanggaran teknis dan ada pula pelanggaran kode etik,” ucap Syarifuddin.
“Maka sesuai ketentuan Pasal 15, 16, dan 17 Peraturan Bersama antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/ MA/IX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dilakukan pemeriksaan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” sambung dia.
” Saya menempatkan aspek integritas sebagai fokus utama dalam program pembaruan peradilan. Saya berharap kepada rekan-rekan jurnalis sebagai representasi publik agar turut berpartisipasi dalam mengawasi kinerja aparatur peradilan, dengan tetap menjaga kehormatan dan kemandirian lembaga peradilan,” pungkas dia.
Dia mengatakan, terkait pelanggaran ini, aspek integritas menjadi penting, sebab hal itu merupakan modal awal dalam membangun lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa.
Dilansir Dari : Info breaking news
Editor : Kurnia
You must be logged in to post a comment Login