DAERAH
Gubernur Koster Segera Turun, Perusda Bali dan CIPL Siap Negosiasi
Denpasar, JARRAKPOS.com – Perselisihan terkait pengelolaan perkebunan karet di Pulukan, Jembrana akhirnya sampai ke titik terang. Pihak Perusahaan Daerah (Perusda) dikabarkan meminta investor tetap melanjutkan investasi yang sebenarnya bisa untung minimal Rp4 miliar per tahun. Hal ini membuktinya pernyataan Pemegang Saham PT Citra Indah Prayasa Lestari (CIPL), Ir. I Ketut Gede Yudantara yang dari awal mengakui sesungguhnya perselisihan ini sangat mudah diselesaikan, sepanjang Perusda Bali menjadikan pihak investor sebagai partner untuk mendapatkan keuntungan, sehingga mampu meningkatkan produktifitas karetnya. Saat dikonfirmasi, Pak Ketut sapaan akrab pengusaha sukses di sektor perkebunan nasional itu, membenarkan Perusda Bali sudah meminta melanjutkan investasi perkebunan karet di Jembrana. Karena itu, rencananya sebelum Selasa (3/3/2020), diajak Gubernur Bali, Wayan Koster bertemu untuk bernegosiasi bersama Perusda Bali. “Apapun keputusannya itu harus menunggu rapat bersama ini, melalui pertemuan antara Perusda dengan CIPL. Karena Gubernur Koster sudah jelas akan menunggu pertemuan Perusda dengan CIPL. Saya dan gubernur juga akan hadir nanti dalam pertemuan itu,” bebernya di Denpasar, Kamis (27/2/2020).
Selaku pemilik saham mayoritas di PT CIPL, pihaknya akan meminta ketegasan Perusda Bali saat negosiasi dengan Gubernur Koster apakah investasinya akan dilanjutkan atau tidak. Semestinya pihak Perusda Bali yang menawarkan kerjasama pengolahan kebun karet sejak 2006 itu, bisa bersikap dan terus mendukung CIPL sebagai partner untuk mengejar potensi keuntungan selama masa panen ini. “Makanya saya akan minta sama gubernur mau kerjasama lagi apa tidak? Kalau mau ada syaratnya, jika ngak juga ada syaratnya. Karena Perusda itu kan partner, bukan musuh. Jadi kalau cuma mau sewa lahan selesai. Besok pun saya bisa bayar itu sewa lahan. Tapi kalau mau kerjasama, Oke pakai karyawan itu. Namun kita sebagai partner, bukan musuh,” tegas pengusaha nasional Bali asal Desa Lebih, Gianyar yang juga mantan Presiden Direktur anak-anak perusahaan Astra ini, seraya menyayangkan sebagai pakar dan ahli di bidang perkebunan itu, sebenarnya jika pekerja penyadap dari karyawan Perusda Bali bisa bekerja dengan benar perusahaan tidak akan pernah merugi seperti ini. Jadi semestinya tidak ada alasan gaji karyawan tidak dibayar, sepanjang pengelolaan kebun karet tersebut karyawannya mau kerja dengan benar. Di samping itu, saat ini seluruh tanaman karet sudah layak memasuki tahun masa panen.
Baca juga:
“Ini sebenarnya masalah di karyawan. Bukan masalah gaji, karena kan sudah dibayar. Tapi hanya sebagian karyawan yang mau ambil gaji, sisanya tidak berani ambil, karena ada dugaan intimidasi dari karyawan lain. Kan itu masalahnya,” bebernya sekaligus menyebutkan jika Perusda berani mengambil alih atau diberikan investor baru, juga tidak menjadi persoalan, sepanjang investasinya dibayarkan bisa selama setahun. “Sekarang kita sudah kasi sekitar Rp10 miliar, baik untuk bayar sewa lahan, bayar PBB, pesangon dan gaji karyawan. Tapi kita investasi ga dapat apa-apa selama ini. Dia (Perusda Bali, red) sudah dapat uang dari sewa tanah, padahal sebagai partner. Buktinya dia juga punya saham 25 persen kok. Perusda sudah dapat untung, tapi kita belum dapat apa-apa,” sentil Pendiri PT Wahana Citra Nabati (WCN) ini, sembari meminta Perusda dan CIPL, agar bersikap sesuai dengan arahan Gubernur Koster untuk segera bernegosiasi. “Kita tidak bisa menentukan apa-apa, sebelum nanti ada pertemuan Selasa (3/3/2020, red) nanti dengan gubernur. Karena semalam ada sebagian karyawan yang datang mau minta bekerja lagi. Kalau negosiasi jalan kita bisa operasional lagi. Karena prinsip saya tidak mau merugikan orang lain. Itu dulu,” tegasnya.
Secara terpisah, Direktur Utama PT CIPL, Tjokorda Alit Darma Putra, SH., menegaskan hal yang sama. Dimana Gaji karyawan Perusda semuanya sudah dibayar pada 7 Februari 2020 sesuai dengan pernyataan kesepakatan yang ditandatangani saat rapat bersama Perusda Bali di ruang rapat Kantor DPRD Bali. Bahkan, berdasarkan informasi terbaru Perusda tidak jadi mengambil alih dan PT CIPL diminta untuk jalan terus melanjutkan operasional. Namun, selama tiga bulan dari Desember, Januari dan Februari 2020 operasional terpaksa diberhentikan, karena karyawan tidak ada yang bekerja. “Nah sekarang pada Senin (24 Februari 2020, red) malam sempat bertemu dengan jajaran Direksi dan Ketua Dewan Pengawas Perusda Bali dan terungkap tidak mendapatkan investor baru. Karena tidak ada investor yang mau mengambil alih. Kemudian PT CIPL diizinkan untuk melanjutkan kembali operasional. Oleh karena itu, justru pihak CIPL sekarang menunggu proses negosiasi dari Perusda bersama gubernur. Karena Perusda menyatakan tidak ada investor dan tidak jadi diambil alih, sehingga CIPL diminta melanjutkan kembali,” ungkap Direksi Hotel The Garcia di Desa Lotunduh, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Baca juga:
Karena diberikan melanjutkan kembali investasi, PT CIPL meminta waktu untuk melakukan perhitungan bisnis ulang dan mencari sumber pembiayaan lain, agar operasional segera berlajan. “Jadi kewajiban-kewajiban outstanding yang seharusnya menjadi kewajiban CIPL akan tetap diselesaikan, namun dengan cara negosiasi. Apakah nanti dicicil ataukah bagaimana? Jadi mekanisme itu yang sekarang itu terjadi,” katanya dan mengungkapkan termasuk pemanggilan di Kejaksaan Tinggi Bali yang intinya hanya menanyakan soal 7 poin tagihan yang diminta segera dibayar pihak PT CIPL. “Mau dibayar? Anda mengakui? Dan saya bilang, Kalau itu kewajiban saya, pasti saya mau dibayar,” ujarnya mengikuti apa yang dikatakan pihak kejaksaaan, seraya mencontohkan salah satu kewajibannya membayar dana talangan dari pinjaman Perusda itu. “Anda mengakui? Saya akui kewajiban saya di poin satu itu. Cuma kondisinya, karena perusahaan kesulitan keuangan dan kita tidak mendapat finansial yang baik, maka kita akan mengajukan keringanan atau pemutihan dendanya. Karena menurut kita sih, sebagai partner apa susahnya? Sekarang kan kita terlambat bayar, tapi nanti tidak seperti itu lagi. Karena sebagai partner dendanya janganlah lagi dibayar. Karena yang terpenting kebijakannya dan dasarnya ada. Jika BPK datang ini bilang saja sudah ada kesepakatan kok. Kita juga minta pengampunan seperti itu, karena kondisi. Kita kan partner dan sedang berdarah-darah,” paparnya.
Kembali terkait masalah dana talangan untuk gaji karyawan Perusda hingga Rp200 juta lebih ini memang menjadi kewajiban PT CIPL, makanya langsung mengucapkan terimakasih kepada Perusda Bali dan dana talangan itu pasti akan dikembalikan. “Namun ada mekanismenya dan saya akan melakukan perhitungan ulang dulu secara bisnis, kapan dananya bisa dikembalikan. Namun kapannya itu harus kita hitung secara bisnis. Tapi soal pajak penghasilan dari sewa lahan dari Perusda belum bisa diakui sebagai kewajiban, dan apakah itu kewajiban saya atau bukan? Kalau hal-hal yang tadi saya akui, mau bayar? Saya sampaikan mau bayar dan kapan? Nah untuk kapannya itu, saya sampaikan ke jaksa bahwa beri saya waktu untuk tiga bulan menjalankan operasional kembali. Karena kita start lagi dari nol dan butuh dana investasi lagi untuk menghidupkan operasional. Normalnya untuk bulan pertama, kedua dan ketiga pasti akan kondisinya minus atau rugi. Bulan ketiga baru kita memulai bisnisnya juga, mungkin dengan cara mencicil,” tandasnya sampai akhirnya jaksa menghentikan pertemuan itu untuk dijadwalkan ulang di jam yang sama, pada Selasa, 3 Maret 2020, sekaligus memberi waktu kepada CIPL menghitung kembali dari sisi bisnis dan soal pajak penghasilan bersama Perusda akan kembali menghitung ulang hak dan kewajibannya.
Baca juga:
“Seperti membayar pajak penghasilan atau PPh kita akan hitung ulang dari hak dan kewajibannya. Kita akan kumpul lagi ke situ (Kejati Bali, red). Jadi kita akan berkomitmen terkait mekanisme pembayaran. Kita akan mengajukan mekanisme pembayaran kita seperti ini dan Perusda OK apa ndak, gitu lho. Kalau OK, ya udah komitmen itu yang kita jalankan. Gtu aja,” imbuhnya. Seperti diketahui dari tujuh poin tuntutan Perusda Bali, pihak CIPL meminta poin yang ketujuh harus membayar auditor indepeden itu dihilangkan, karena bukan kewajiban atau permintaan dan persetujuan dari PT CIPL. Sementara itu, Poin satu dan dua masalah denda bayar sewa dari tahun 2018-2019 yang dikenakan 2 persen per tahun dari nilai sewa diminta diberi keringanan, akibat kondisi perusahaan yang baru dipegang oleh manajemen baru. “Namun nilai sewa pokok akan tetap dibayarkan sesuai kontrak yang dibuat bersama manajemen lama. Seperti tahun 2017 biaya sewa lahan Rp142,632 juta, karena belum dibayar waktu itu, akhirnya kena denda tahun 2018 sebesar Rp13,584 juta. Sementara untuk denda tahun 2019 tidak ada, karena sudah dibayar lunas. “Kita mengajukan keringan karena itu kan manajemen lama, ya kita bayarin pokoknya siap dibayar. Kita sebagai manajemen baru minta keringanan ke Perusda. Kalau poin ketiga soal dana talangan pembayaran gaji karyawan Agustus 2019 sekitar Rp203,235 juta. Jadi untuk poin satu sampai enam akan dibicarakan lagi pada Selasa, 3 Maret di Kejati Bali dengan Perusda Bali,” tutupnya.
Di sisi lain pihak Perusda Bali saat dihubungi, Kamis (27/2/2020) malam, Direktur Keuangan Perusda Bali, IB Gede Purnamabawa mengaku sampai saat ini jajaran Perusda Bali terutama Dewan Pengawas Perusda Bali, Dr.Ing IB Kesawa Narayana masih berada di Jakarta. Karena itulah ditegaskan, pertemuan berikutnya akan dilaksanakan bersama Gubernur Koster untuk menuntaskan perselisihan ini. Namun dipastikan pertemuan negosiasi Perusda Bali bersama PT CIPL akan berlangsung sebelum Selasa, 3 Maret 2020. “Masih di Jakarta. Mungkin balik ya hari Minggu malam. Mungkin malam (Senin, red) karena pagi sampai sore Hari Senin ada jadwal kegiatan. Tyang nunggu Tu Aji Nara (IB Kesawa Narayana, red) untuk koordinasi waktunya,” jawabnya singkat. Sementara itu, Dewan Pengawas Perusda Bali mengakui memang benar berada di Jakarta. “Tyang di Jkt. Koordinasi dengan Gus Purnama saja dan dirutnya. Tyang di Jkt sampai hari Kamis,” kata Komisaris BPR Surya ini, lewat pesan singkat WhatsApp, Sabtu (29/2/2020). tim/aka/ama/jmg