DAERAH
Hantam Kromo Pajak Rumah Kos 10 Persen Matikan Usaha Masyarakat

Maksud saya kalau bicara rumah kos yang mana kategori yang harus kena pajak, karena bicara rumah kos mohon maaf ini kalau bicara Badung utara itu ada perkamar yang hanya Rp250 ribu dan itupun dibuat oleh masyarakat yang berusaha belajar berdikari. Tidak sedikut mereka membangun karena meminjam (kredit bank,red),” beber Wayan Suyasa.

Bn-14/9/2019
Pria yang memiliki pengalaman di sektor pariwisata belasan tahun ini juga berpendapat perlu dilakukan klasifikasi yang jelas bagi rumah kos kena pajak. Dicontohkan pengenaan pajak diberlakukan bagi kamar kos yang dijual perbulan Rp 500 ribu keatas. Itupun juga harus melalui mekanisme sosialisasi agar jangan sampai memberatkan pemilik rumah kos seperti halnya pengenaan pajak kamar hotel dimana pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan penyewa. “Minimal mereka (penyewa, red) tau ada tambahan pajak. Tapi sekarang kan belum dipahami oleh pengguna jasa kos, karena mereka kos logikanya bulanan dan mereka belum pernah tau kena pajak tambahan itu,” jelasnya.
Baca juga : Meresahkan, Warga Non Permanen di Bali Dipungut Hingga Rp150 Ribu?
Wayan Suyasa tetap menegaskan Perda dan aturan yang sudah berlaku harus dijalankan, namun masih memerlukan tahap sosialisasi. Kedua dipandang perlu adanya koreksi agar ada klasifikasi pengenaan pajak bagi rumah kos. Kendati demikian berbicara sebagai wakil rakyat masyarakat Badung, Wayan Suyasa kembali mengajak eksekutif untuk melakukan jenderal cek bila berbicara pendapatan asli daerah berupa PHR. Tentunya untuk menguatkan pundi-pundi pendapatan kiranya bisa dilakukan agar menyentuh akomodasi pariwisata yang lebih besar.
Bersambung….