POLITIK
Ismaya Bebas 20 Januari 2019, Fokus Maju DPD RI
Denpasar, JARRAKPOS.com – Putusan ketiga terdakwa kasus penurunan baliho yakni I Ketut Putra Ismaya Jaya (40), I Ketut Sutama (51) dan IGN Edrajaya alias Gung Wah (28), akhirnya inkrah dan menjadi putusan hukum tetap, setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mengajukan banding, Senin (7/1/2019). Untuk itu, Ismaya yang akrab dikenal Keris ini dipastikan bebas dari Lapas Kelas II Kerobokan, Minggu 20 Januari 2019. Sebelumnya, meskipun tuduhan tidak terbukti di persidangan, namun Ismaya tetap diputuskan bersalah, sehingga telah dengan lapang dada menerima putusan majelis hakim yang dibacakan majelis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar, Jumat (28/12/2018). “Benar sudah ada putusan tetap, tanggal 20 Januari (Minggu, red) sudah bisa bebas. Nanti bisa fokus maju DPD RI,” ungkap Penasehat Hukum Ismaya, I Putu Pastika Adnyana saat dihubungi, Selasa (8/1/2019).
Sebelumnya secara terpisah politisi senior, Gede Pasek Suardika berharap ke depan Ismaya bisa fokus menyiapkan diri untuk kompetisi menuju kursi DPD RI, setelah dinyatakan bebas dari kasus yang membelitnya. Kasus Ismaya ini akan menjadi catatan baru bagi penegakan hukum di tanah air, karena diakui atau tidak hakim memiliki kebebasan memilih fakta persidangan, sehingga bila sudah ada niat untuk menghukum fakta yang lain akan dikesampingkan. Hal ini sekaligus mengungkap praktik hukum yang lemah. “Tapi apapun itu saya berharap Ismaya dan teman-teman (dua terdakwa lainnya, red) lepaskan saja nanti ada siklus hukum karma juga yang akan bergerak kalau keadilan dimainkan,” ujarnya.
Baca juga :
https://jarrakpos.com/2018/12/28/vonis-ismaya-5-bulan-majelis-hakim-dinilai-kurang-bernyali/
Menurut mantan pengacara Ini, kasus Ismaya menjadi salah satu pengalaman pahit yang dialami salah satu calon Anggota DPD RI asal Bali, karena kasus yang semestinya masuk ke ranah Pemilu diseret kepidana umum. Kendati demikian dari hitung-hitungan tujuh bulan tuntutan jaksa dibandingkan dengan putusan hakim dengan lama tahanan lima bulan. Baik jaksa maupun terdakwa dipastikan menerima putusan yang sudah dijatuhkan. Mengingat putusan sudah lebih dari 50 persen atau dua per tiga dari tuntutan jaksa sebelumnya. Kasus penurunan baliho juga ia nilai sebagai bagian dari siklus kekuasaan peradilan yang bisa diseting dan hal ini sering terjadi di masa orde baru.
Kedepan Pasek berharap pola seperti ini tidak terjadi lagi. Dimana orang yang memiliki akses kekuasaan di jalur hukum akan atau bisa menggunakan palu hukum untuk menyingkirkan lawan. Sehingga terjadi unfear competition (persaingan tidak sehat). Kasus ini sekaligus mengingatkan bahwa pernah ada intruksi Kapolri yang menyatakan selama pesta demokrasi tidak boleh ada proses hukum dalam rangka menjaga kompetisi yang sehat. “Karena sering kali instrumen hukum dipakai untuk menggarap Pilkada atau Pileg dipakai untuk mengganggu,” jelasnya. tim/dok/ama
You must be logged in to post a comment Login